Ini gebrakan terbaru Pemkab Bogor. Melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PT Prayoga Pertambangan dan Energi (PPE) kabuÂpaten berpenduduk 5,3 juta jiwa ini mengubah sampah menÂjadi sumber energi listrik. Seperti apa?
(Rishad Noviansyah)
JUMLAH tumpukan sampah di Kabupaten Bogor yang tembus 700 ton setiap harinya, merupakan sebuah poÂtensi baru. PPE bekerÂjasama dengan perusahaan Tiongkok, Runh Power Corp Tbk mengubah benda-benda tak berguna itu menjadi energi lsitrik.
Meski investasinya sangat besar, PPE yakin listrik yang dihasilkan akan dijual ke PT Perusahaan LisÂtrik Negara (PLN) ini nantinya bisa menjadi sumber energi baru yang bisa menguntungkan Indonesia dan Kabupaten Bogor khususnya.
Direktur Utama PT PPE, RadÂjab Tampubolon mengungkapÂkan, nilai investasi untuk PemÂbangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS) mencapai USD 2,7 juta untuk memproduksi 1 megawatt listrik. “Jadi, bisnis ini memberiÂkan manfaat ekonomis dan juga ekologis. Untuk sumber sampah, nantinya kami akan membeli dari Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota DeÂpok. Bayangkan, dari tiga temÂpat ini saja, sampah yang dihasilkan mencapai 2 ribu ton perhari,†jelas RadÂjab TamÂpubolon, di Pendopo Bupati Bogor, Kamis (27/8/2015).
Untuk prosesnya sendiri, Radjab menÂjelaskan, sampah yang diambil kemudian dikonÂversi menjadi energi listrik dengan proses thermal, pemÂbakaran, energi panas yang nantinya akan memutar turbin hingga menghasilkan listrik. “Tapi kami akan fokus dulu di TPA Galuga dari lahan yang dimiliki Pemkab Bogor seluas 4 hektare. Sampah-sampah itu juga kami beli dari DKP. Jadi tidak gratis ya sampahnya,†ungkap Radjab.
Dari gunung sampah di Galuga, setiap 500 ton sampah mampu mengÂhasilkan 12 megawatt listrik. Sebanyak 80 persen dari listrik itu nantinya akan dijual ke PT PLN. Sementara 20 persen sisanya digunakan untuk operasional daerah masing-masing. Jadi, untuk menghasilkan 12 megawatt listrik saja, investasi yang dikeluarkan tak kurang dari USD 32,4 juta atau Rp 453,6 milÂiar. “Tapi ini murni tanpa bantuan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) lho ya. Ini murni swasta, jadi nanti kami kredit ke Bank Rakyat InÂdonesia (BRI) untuk dananya,†beber Radjab.
Bebas Dampak Buruk
Indonesia Representative PT Runh Power atau Trans Power, Doso Pribadi menjamin jika mesin yang diproduksi oleh perusahaannya jauh dari dampak buruk lingkungan. “Jadi nanti itu, asap dari pembakaran ini akan difilterisasi sedemikian rupa ke sebuah Intalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL), kemuÂdian dari IPAL itu kembali ke tanah suÂdah berbentuk air bersih,†jelasnya.
Doso membandingkan negara-negaÂra tetangga seperti Thailand, Malaysia, Singapura dan lainnya yang terkenal dengan minimnya polusi baik udara maupun tanah, telah menggunakan meÂtode ini untuk memanfaatkan sampah menjadi sebuah energi. “Negara yang ketat soal lingkungan saja sudah meÂnerapkan. Kok, kita malah tidak. Jadi Indonesia ini sebenarnya sudah tertingÂgal dari negara-negara tetangga,†ungÂkapnya.
Ia melanjutkan, ketimbang sampah yang dibiarkan menumpuk tanpa diÂlakukan tindakan apapun, justru lebih memiliki dampak buruk bagi lingkunÂgan. “Iya dong, jauh lebih buruk dari sampah yang dibuang terus tapi tanpa ada olahan kembali. Baunya saja sudah tidak enak, banyak penyakit juga kan,†terang Doso.
Pria berlogat Jawa ini pun meyakinÂkan jika investasi yang harus dikeluarÂkan tidak sedikit, PLTS ini juga mampu menjaga pelestarian lingkungan seÂhingga teknologi ini banyak dipakai neÂgara maju yang peduli lingkungan. “InÂvestasi ini memang mahal karena untuk membangun PLTS dengan produksi 1 megawatt butuh dana 2,7 juta dolar AS, namun selain ramah lingkungan, teknologi ini bisa berusia puluhan hingÂga ratusan tahun. Jadi kesimpulannya, biaya itu murah dibandingkan manfaat yang diperoleh dari teknologi ini,†tuÂturnya.
Doso merekomendasikan perusaÂhaan tersebut dibangun di TPA Galuga ketimbang TPA Nambo yang relatif baru. Menurutnya, kondisi eksisting jumlah sampah di TPAS tersebut bisa diÂgunakan hingga 15 tahun kedepan. “kita hanya butuh sekitar 4 hektare kalau kita gunakan 2 modul dan, permodul 500 ton, kita bisa hasilkan 12 megawatt. KaÂlau kita pakai 100 ton itu bisa 24 megaÂwatt,†katanya.
Sementara itu, Humas Bank Rakyat Indonesia (BRI) Pusat, Enggar Laksito mengatakan, BRI menyetujui konsep usaha tersebut. BRI, kata dia, siap menÂgucurkan kredit setelah semua aspek terpenuhi. “Kita akan berikan modal investasi yang jangka waktu pengemÂbaliannya disesuaikan dengan cashflow perusahaan,†katanya.