Untitled-15BOGOR,TODAY — Penyelidi­kan kasus dugaan mark up pengadaan lahan relokasi Ped­agang Kaki Lima (PKL) di Jam­bu Dua oleh Kejaksaan Negeri ( K e j a r i ) Bogor, ternyata diperhat i ­kan seri­us oleh Istana Neg­a r a . Klaim Kejari Bogor perihal proses penyidikan tak boleh diekspose oleh media massa, menuai kritik pedas dari Sek­retaris Kabinet (Seskab), Pra­mono Anung. Pramono juga tegas-tegas membantah ada instruksi presiden (inpres) yang ten­gah disusun pemerintah mengenai laran­gan mempublikasikan pejabat yang men­jadi tersangka.

Politikus PDIP itu menjelaskan, pada saat rapat koordinasi penyerapan angga­ran di Istana Bogor beberapa waktu lalu, memang ada kesepakatan agar aparat penegak hukum tidak buru-buru masuk dalam kasus yang belum jelas kerugian negaranya.

Turunan dari kesepakatan itu adalah tidak mempublikasikan pejabat yang sta­tusnya masih tersangka. Namun, apabila yang bersangkutan sudah berstatus ter­pidana, barulah aparat kepolisian boleh membukanya ke media. “Kepolisian dan Kejaksaan memang tidak ingin lembagan­ya itu menjadi terlalu gaduh. Ya seseorang kalau masih terperiksa lebih baik tidak diu­mumkan,” kata Pramono di Istana Kepres­idenan Jakarta, Kamis (1/10/2015).

Kendati begitu, aturan tersebut tidak diatur dalam Inpres. Menurut Pramono, hal itu hanya kesepakatan di internal Polri dan Kejaksaan. “Tidak ada peraturan di kami,” ucapnya.

Yang terjadi saat ini, sambung Pra­mono, tokoh yang baru diperiksa sebagai saksi saja kadang sudah diekspose seperti tersangka. Padahal hal itu dapat membuat kegaduhan politik dan ekonomi.

Bantahan Pramono soal tidak adanya Inpres ini bertentangan dengan pernyata­an Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti. Menurut Badrodin, Inpres larangan mem­publikasikan status tersangka itu tengah disusun. “Kita berbaik sangka saja, mung­kin itu salah dengar,” ucap Pramono.

BACA JUGA :  Jadwal SIM Keliling Kota Bogor, Jumat 26 April 2024

“Kalau tersangka kan baru datang saja sudah ditanya-tanya sama teman-teman wartawan. Memangnya bisa disembun­yikan? Jangankan tersangka, datang ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) un­tuk lapor LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) saja sudah heboh,” kata dia.

Menurut Pram, saat ini orang yang ditunjuk menjadi saksi pun namanya lang­sung dipublikasikan sehingga seringkali di­cecar berbagai pertanyaan oleh wartawan seperti seorang tersangka.

Dikonfirmasi dalam waktu berbeda, Pramono mengatakan, progres penyidikan kasus Jambu Dua di Kota Bogor harus di­jalankan transparan. “Ya, kalau ada taha­pan dan perkembangan terkait penyidikan kenapa harus disembunyikan. Kasus itu memang saya sempat denger. Ya, coba nanti saya tanya ke Kejagung ya, seperti apa perkembangan dan sejauh mana pe­nyidikan berlangsung,” kata Pramono, ke­pada BOGOR TODAY, Kamis (1/10/2015).

Terpisah, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan hal yang sama. Menurut dia, penanganan korupsi tidak usah dibikin heboh dan gaduh. Tak sedikit juga yang telah ramai memberitakan ma­salah yang alat buktinya belum jelas. “Ka­lau belum jelas masalahnya, jangan diter­sangkakan. Jadi harus jelas alat buktinya, baru ditersangkakan,” kata dia.

Ia memandang pemerintah mengam­bil langkah ini agar penegakan hukum ke depannya bisa lebih pas.

Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bogor semakin tertutup dalam proses pen­anganan dugaan korupsi pembelian lahan Pasar Jambu Dua. Alasannya pun sangat klise, lantaran kewenangan pemberian informasi publik bukan kewenangan Kasi Pidana Khusus (Pidsus) dan Kasi Intel Keja­ri Bogor. “Menurut Peraturan Jaksa Agung yang berlaku, seorang kasi pidsus, kasi in­tel Kejari, tidak berwenang memberikan keterangan kepada pers. Jadi, saya tidak akan menjawab pertanyaan,” ujar Kasi Pid­sus Kejari Bogor Donny Haryono Setiawan kepada pewarta.

BACA JUGA :  Simak Ini untuk Tips Awet Muda, Salah Satunya Tidak Sarapan?

Dia juga menegaskan tak akan mem­berikan pernyataan apa pun terkait pe­kerjaan yang sedang ditanganinya. “Kami tidak tertutup, silakan kalian ikuti semua pekerjaan kami. Siapa yang diperiksa, siapa yang dipanggil, ikuti, pantau, silakan beritakan. Tapi, jangan menganggu jalan­nya pemeriksaan,” ucap Donny.

Menurut dia, keterangan kasus Jambu Dua berada di level atasnya, yaitu Kepala Kejari Bogor. “Silakan ke sana lah, jangan ke saya. Saya bukan humasnya,” cetusnya.

Pengamat Hukum Sugeng Teguh San­toso menilai proses penyidikan bisa saja tertutup selain karena Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Hal itu juga sebagai salah satu strategi supaya penyidikan tidak bocor atau tersangka melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. “Yang perlu dikejar adalah, kapan penyelesaian kasus tersebut, tidak boleh bertele-tele,” ujarnya.

Apalagi, proses penyelidikan yang di­lakukan Kejari terbilang cukup lama. “UU Kejaksaan tidak mengatur soal komunikasi dengan pers, tapi dalam struktur kejaksaan ada humas yang wajib melayani pers,” ce­tus Ketua Yayasan Satu Keadilan tersebut.

(Yuska Apitya Aji Iswanto)

============================================================
============================================================
============================================================