SALATIGA TODAYÂ – Pemimpin RedakÂsi Majalah Lentera Bima Satria Putra mengatakan majalah yang sudah diterÂbitkannya sejak 10 Oktober 2015 itu diÂminta untuk ditarik kembali dari perÂedaran oleh pihak kepolisian.
Menurut Bima, majalah yang dibuat oleh redaksi pers mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi UniÂversitas Kristen Satya Wacana dalam rangka memperingati 50 tahun tragedi 1965. Redaksi Lentera mengangkat isu mengenai pembantaian simpatisan ParÂtai Komunis Indonesia di Salatiga dan sekitarnya.
“Kami memproduksi 500 eksemÂplar, tidak hanya disebarkan di kampus Universitas Kristen Satya Wacana tapi juga ke masyarakat Salatiga, pemerintaÂhan Salatiga, serta organisasi-organisasi di Solo, Semarang, dan Yogyakarta,†ujarnya, kemarin.

Bima menuturkan, beberapa hari belakangan ini atau sejak Jumat, 16 OkÂtober 2015, majalah Lentera mendapat respons negatif dari wali kota, kepoliÂsian, dan tentara. “Mereka memprotes konten dari majalah tersebut,†kata dia.
Protes dari banyak pihak tersebut akhirnya membuat pimpinan lembaga pers mahasiswa diinterogasi pada MingÂgu, 18 Oktober 2015, oleh polisi. Mereka kemudian diminta menghentikan disÂtribusi majalah itu untuk dikumpulkan lalu dibakar. “Mereka minta agar semua majalah dihanguskan,†kata Bima.
Tidak hanya itu, Bima menuturkan, imbas dari peredaran majalah terseÂbut kepolisian memberikan peringatan dan teguran keras terhadap kampus. Pihak kepolisian menyatakan penerbiÂtan majalah ini tidak disertai izin-izin serta tidak sesuai perundang-undangan dan tidak layak untuk disebarluaskan secara umum. “Yang kami tau mereka memang mempermasalahkan izin, tapi konten PKI juga menjadi senjata mereÂka untuk menarik kembali majalah dari peredaran,†ucap Bima.
Sebelumnya, Bima menjelaskan bahwa Lembaga Bantuan Hukum Pers di Jakarta, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) serta Perhimpunan Pers MahaÂsiswa Indonesia (PPMI) juga sudah menawarkan bantuan tapi karena beÂberapa hal redaksi memutuskan agar majalah tersebut diserahkan kepada polisi.
(Yuska Apitya/net)