KETIKA bertemu Presiden Amerika Serikat Barack Obama, pada 25-28 OkÂtober 2015 lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan, Indonesia ingin ikut serta dalam perjanjian perdaÂgangan bebas di Asia-PaÂsifik yang digagas oleh AS, yaitu Trans Pacific PartnerÂship (TPP).
Jika Indonesia masuk TPP, menurut Direktur Kerjasama APEC dan OrÂganisasi Internasional, KeÂmenterian Perdagangan, Deny Kurnia, ada 7 keunÂtungan yang bisa didapat:
Pertama, peningkatan akses pasar ke seluruh kaÂwasan TPP. Keuntungan ini akan menopang dinaÂmisme aktivitas bisnis dan memperkuat pertumbuhan ekonomi, sehingga makin mendorong perdagangan dan investasi serta penciptaan lapangan kerja.
Kedua, mencegah penuÂrunan nilai ekspor IndoneÂsia akibat trade diversion. Pada era pengelompokan reÂgional free trade agreement (FTA) seperti sekarang, InÂdonesia sebagai pemasok barang dan jasa ke suatu negara tujuan akan diganÂtikan perannya oleh negara lain yang menjadi anggota pengelompokan tersebut, dalam hal ini sesama negara anggota TPP.
Ketiga, kesempatan bagi pelaku bisnis Indonesia, baik perusahaan besar mauÂpun UMKM untuk berpartiÂsipasi pada proses integrasi produksi, rantai pasok, ranÂtai nilai, dan integrasi ekonoÂmi regional.
Keempat, konsumen diunÂtungkan oleh pilihan produk yang lebih beragam, murah, dan berkualitas. Banyak di antara konsumen di IndoÂnesia hidup di ambang garis kemiskinan, sehingga sedikit pun perbedaan harga barang kebutuhan cukup menentuÂkan nasibnya.
Kelima, produsen nasionÂal yang berbahan baku atau komponen impor dari negara anggota TPP akan dapat menÂingkatkan daya saing harga jual produknya.
Keenam, TPP merupakan kesempatan Indonesia untuk menetapkan target peningÂkatan daya saing ekonomi nasional melalui reformasi struktural, peningkatan produktifitas, penguasaan teknologi, dan penguatan inovasi.
Ketujuh, kesepakatan TPP yang berdimensi luas juga memberikan tantangan bagi Indonesia untuk membenahi berbagai sektor non-ekonomi dan perdagangan seperti perÂburuhan, lingkungan, sektor jasa, administrasi dan beÂlanja pemerintah, pencegaÂhan korupsi dan good govÂernance, penyederhanaan aturan, fasilitasi usaha, kemudahan proses pelabuÂhan, kapasitas penanganan isu-isu SPS (kesehatan dan keamanan pangan, hewan, tumbuhan dan lingkungan), serta penguatan inovasi dan perlindungan HaKI.
(Alfian M|dtcf )