JAKARTA, TODAY — Tingginya angka perceraian di Indonesia membuat Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan aturan baru. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengeluarkan surat edaran, pasangan yang akan menikah wajib mengikuti kursus yang akan disertifikasi, sebagai persyaratan mendapatÂkan surat nikah dari Kantor Urusan AgaÂma (KUA).
Lukman mengaku priÂhatin dengan angka perÂceraian yang dalam beberapa tahun terakhir terus meÂningkat. Karena itu, Menteri LukÂman seperti diseÂbut dalam situs Kemenag.go.id, Minggu 8 NovemÂber 2015, berenÂcana mengadakan kursus persiapan pernikahan. “Ke depan, kita akan mengadakan Kursus Persiapan Pernikahan. Jadi yang hendak nikah, harus memÂpunyai sertifikah nikah,†kata MeÂnag, Minggu (8/11/2015).
Kursus ini bisa diselenggaraÂkan oleh siapa saja, denÂgan catatan, kurikulum, silabus, dan materinya sesuai aturan. “Ke depan, laki-laki harus tahu fungsi suami dan perempuan paham fungsi istri,†kata putra mantan Menag KH Saifuddin Djuhri ini.
Menag mengusulkan agar foÂrum Bahtsul Masail Jatman ikut mengkaji tentang kesiapan perÂnikahan. Menurutnya, KeÂmenterian Agama serius memÂb e n a h i pernikaÂhan, khuÂsusnya terÂkait dengan kesiapan pasangan yang akan menikah. Hal ini menjadi perhatian seriÂus sehubungan dengan terus meningkatnya angka percaraian. Kekerasan dalam rumah tangga juga mudah terjadi.
Selain soal kesiapan, Menag juga meliÂhat adanya fenomena pernikahan sejenis yang dilegalkan di beberapa negara. Jika tidak direspon dengan baik, lanjut Menag, hal itu tidak menutup kemungkinan akan menjadi wacana serius di Indonesia.
Untuk itu, Menag berharap para kiai melakukan sesuatu agar pernikahan sejenis yang dilarang oleh semua agama itu tidak terjadi di Indoneia.
Pemerintah juga telah menerbitkan 30.000 sertifikat berupa surat izin menikah bagi para calon pengantin. Upaya ini untuk menekan angka perceraian yang relatif cuÂkup tinggi di Indonesia.
“Surat izin menikah (SIM) sebanyak 30.000 unit tersebut dikaitkan dengan jumlah pasangan pengantin yang bakal melakukan pernikahan setiap tahun sesuai dengan data nasional,†kata, Muhammad Edi Muin, Kepala Subdirektorat PengemÂbangan Program Bina Ketahanan Remaja pada Kemenag RI, kemarin.
Kebijakan Pemerintah dalam menerÂbitkan 30.000 SIM itu, berkaitan dengan tingginya angka perceraian setiap tahun seÂbanyak 212.000 kasus. Angka tersebut, jauh meningkat dari 10 tahun yang lalu, dengan jumlah angka perceraian hanya sekitar 50.000 per tahun, hampir 80 persen yang bercerai adalah rumah tangga usia muda, sesuai dengan data Kementerian Agama RI.
Menurut Muhammad Edi Muin, syarat bagi pasangan calon pengantin mendapat SIM itu, antara lain harus mengikuti kursus tentang rumah tangga sebanyak tiga kali pertemuan sebelum menikah.
Para pasangan tersebut, katanya lagi, didata terlebih dahulu dan dikumpulkan selanjutnya diberikan pembekalan. “Untuk kegiatan ini BKKBN Nasional bekerja sama dengan Depag, Kemensos, dan Menkes, seÂhingga pasangan calon pengantin memiliki buku pegangan berupa sekaligus menjadi sertifikat bagi mereka yang akan menikah itu,†katanya.
Dalam hal ini, katanya lagi, BP4 seluruh Indonesia bersama KUA juga melakukan pertemuan dalam memberikan pembekaÂlan singkat agar sebuah perkawinan terseÂbut bisa langgeng. Kalau pemerintah serius, kata Edi, tidak ada artinya uang yang bakal dialokasikan dalam APBN 2015 karena ini demi kesejahteraan bangsa.
Bersamaan dengan itu, Edi mengatakan bahwa banyaknya kasus perkosaan terhaÂdap kalangan remaja putri lebih akibat anÂtara lain kurangnya pemahaman mereka terhadap perlindungan terhadap kesehatan reproduksinya. “Untuk itu kita berharap keberadaan Pusat Pelayanan keluarga SeÂjahtera (PPKS) akan ditingkatkan lagi dalam membekali remaja dan pasangan keluarga muda dalam memecahkan persoalan merÂeka,†katanya.
(Yuska Apitya Aji)