BOGOR, TODAY – Pemerintah Kabupaten Bogor terus melÂakukan sosialisasi agar petani bersedia mengasuransikan laÂhan garapannya.
Hingga kini, Dinas PertaniÂan dan Kehutanan (Distanhut) Kabupaten Bogor masih mengÂinventarisasi jumlah petani dan lahan untuk didaftarkan Asuransi Tani ini.
Meski begitu, pemerintah tegas dan selektif dalam meÂmilih petani yang menerima kompensasi dari kegagalan panen.
“Petani diberi kesempatan membayar premi dengan cataÂtan, ketika gagal panen, bukan karena tidak diairi, disemprot, tapi harus force majeure,†ucap Kepala Badan Ketahanan Pangan, Perikanan, PerkebuÂnan, Pertanian, Perhutanan (BKP5K) Kabupaten Bogor, Trisno, Senin (9/11/2015).
Menurutnya, gagal panen akibat kekurangan air, bencaÂna alam, hama atau kemarau panjanglah yang dapat pengÂgantian dari pemerintah.
“Hingga kini masih diinÂventarisir. Terutama daerah yang rawan bencana dan force majeure. Misalnya Cariu, TanÂjungsari, Sukamakmur dan Jonggol,†ucap Trisno.
Terpisah, Kepala Distanhut Kabupaten Bogor, Siti NurianÂty mengatakan, sekitar 3.000 hektare lahan sawah dilindÂungi asuransi.
“Kami prioritaskan 3.000 hektare yang mengalami puso tahun ini. Tapi belum tahu petaninya mau atau tidak untuk ikut asuransi,†kata Nurianty.
Ia melanjutkan, akan lebih mudah jika asuransi diaÂtasnamakan kelompok tani. Karena setelah verifikasi, hanÂya 75 persen dari hamparan yang mendapatkan proteksi.
Asuransi akan mengganti kerugian Rp 6 juta per hektar lahan dan petani dapat mengaÂjukan klaim dari sepuluh hari setelah tanam sampai menjelÂang panen.
Peserta asuransi pun dibeÂbani premi Rp 180.000 unÂtuk lahan minimal 400 meter hingga satu hektare.
Namun, pada 2016 bea preÂmi ke PT Jasa Asuransi IndoneÂsia ini disubsidi 80 persen oleh APBN. Sehingga, petani hanya perlu bayar premi Rp 36.000 setiap musim tanam.
“Tapi, bagi petani yang laÂhannya mengandalkan tadah hujan, hanya bisa ikut asuransi pada musim hujan,†pungÂkasnya.
(Rishad Noviansyah)