PT WIJAYA KARYA TBK (WIKA) harus putar otak mencari dana segar untuk menyelesaikan berÂbagai proyek yang telah direnÂcanakan sebelumnya. Pasalnya, Penyertaan Modal Negara (PMN) tertunda.
Agar beberapa proyek strategis yang sudah direncanakan tak terganggu akibat penundaan PMN 2016 sebesar Rp 4 triliun, WIKA memburu sumber dana segar lain.
Rencananya, WIKA akan melakukan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) senilai Rp 6 triliun. PenerÂbitan obligasi tersebut akan dilakukan jika WIKA tidak mendapatan PMN di tahun depan. Direktur Keuangan WIKA Adji Firmantoro mengatakan, mengenai pendanaan proyek-proyek tersebut, saat ini persÂeroan sedang menjajaki beÂberapa alternatif pendanaan atas tertundanya PMN 2016, antara lain penerbitan emisi obligasi, global bond, atau alternatif Medium Term Note (MTN). Alternatif tersebut akan dilakukan jika keputusan PMN belum ada kepastian.
“Kami akan terus menÂjalankan proyek. Jika PMN tertunda, kami akan cari penÂdanaan melalui pasar modal salah satunya PUB senilai Rp 6 triliun,†ujar Adji Firmantoro dalam acara Investor Summit 2015, di Gedung BEI, Jakarta, Senin (9/11/2015).
Adji menjelaskan, untuk tahap pertama penerbitan obligasi tersebut akan diÂlakukan tahun 2016. ObliÂgasi berkelanjutan ini meÂmiliki jangka waktu 5 tahun. Nantinya, hasil dari penerÂbitan obligasi terebut akan digunakan untuk mendanai beberapa proyek.
Proyek-proyek tersebut antara lain pembangunan KaÂwasan Industri Kuala Tanjung Rp 480 miliar, PLTU Banten 2×1.000 MW senilai Rp 1,69 triliun, PLTU Aceh 2×200 MW Rp 1,2 triliun, sementara pemÂbangunan jalan tol terdiri dari jalan Tol Soreang-Pasir Koja Rp 113 miliar, jalan Tol ManaÂdo-Bitung Rp 198 miliar, jalan Tol Samarinda-Balikpapan Rp 238 miliar, serta proyek WaÂter Treatment Plant (WTP) Jatiluhur 5.000 I/detik Rp 84 miliar.
Alternatif lainnya yang bisa dilakukan adalah private placeÂment atas saham pemerintah sebesar 65,05% dengan tetap menjaga pemerintah sebaÂgai pemilik saham mayoritas. “Kami belum tahu, global bond atau obligasi, k ami masih perlu melihat-lihat mana yang paling murah. Nilainya ini Rp 6 triliun,†tandasnya.
(Alfian M| dtc)