BOGOR, TODAY — Ketua AsoÂsiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Bogor, Ansori mengaku, banÂyaknya aparatur desa yang keÂsulitan membuat laporan perÂtanggungjawaban (LPj) karena minimnya sosialisasi. Tak seperti tahun lalu, LPj disampaikan ke keÂcamatan setempat, tahun ini LPJ lebÂih njelimet dan rumit.
“Nah, kaÂlau sekarang ini lain, jauh lebih rumit dan detail. Makanya, kami selalu melakukan sosialisasi supaya mereka lebih paham dan tidak bingung. Karena kasihan juga mereka nantinya,†kata Ansori saat dihubungi Bogor Today, Rabu (11/11/2015) malam.
Ansori menambahkan, Dana Desa Tahun Anggaran 2015 ini akan banyak mengunÂtungkan pemerintahan desa. Karena, desa diberi kewenanÂgan penuh dalam penggunaan anggaran yang disediakan. “KaÂlau LPJ lebih sulit, ya wajar saja. Karena sekarang mereka bebas mengÂgunakan uang yang diterima. Tapi saya tidak menyalahkan kepala desa. Mungking saja sibuk dan menyerahÂkan semua kepada sekretaris dan bendahara desa dalam pebuatan LPJ,†kata dia.
Menurutnya, tidak ada desa yang tidak bisa membuat LPJ. Karena, LPJ DD setiap tahun memang harus disamÂpaikan supaya bisa mencairkan tahap berikutnya. Namun, lantaran LPJ langÂsung diserahkan kepada pemerintah daerah dan mereka mesti beradaptasi dengan form yang baru. “Kami sudah beberapa kali melakukan sosialisasi. Meski belum semua kepala desa kami undang. Tapi ini cukup untuk pemÂbekalan mereka dalam memahami UU Nomor 6 Tahun 2014. Ini sangat enak lho buat mereka kalau bisa dan paham dalam melaporkan LPj,†tandasnya.
Ia pun meminta Badan PemaÂsyarakatan dan Pemerintahan Desa (BPMPD) tidak hanya membimbing kepala desa. “Kan yang memegang uang itu bendahara desa dan yang mengatur sekretaris desa. Nah makanÂya semua perangkat desa dan kecaÂmatan juga harus dilibatkan dalam pelatihan,†lanjutnya.
Menurutnya, desa pun bisa meÂminta bantuan kecamatan jika meneÂmukan kesulitan dalam membuat LPj. “Iya dong, kan kecamatan jauh lebih tinggi dan mungkin saja lebih paham jika mereka juga dilibatkan dalam sosÂialisasi BPMPD,†katanya.
Namun, Ansori enggan menyebit desa mana atau di wilayah mana yang paling riskan tidak bisa membuat LPj. “Begini, kalau desa itu ada di wilayah terjauh di Kabupaten Bogor, tapi merÂeka mampu membuat LPj, itu bagus. Tapi tidak saya pungkiri, masih ada beberapa desa yang relatif maju, naÂmun tidak bisa membuat itu (LPj),†pungkasnya.
Sementara itu, Mantan Dirjen Otda Kemendagri Djohermansjah DjoÂhan menegaskan, dana desa itu suÂdah dimanfaatkan untuk kepentingan politik sejak pencalegan di Pemilu Juli 2014 lalu.
UU ini memang menarik bagi poliÂtisi dan terbukti menjadi iming-iming Rp 1 miliar untuk setiap desa dalam pencalegan dan Pilpres 2014 itu. Maka dana desa ini menjadi gula-gula khuÂsusnya bagi incumbent dalam Pilkada. Apalagi dana itu banyak berhenti di kaÂbupaten/kota. “Hanya saja bupati dan walikota tidak bisa serta-merta menÂcairkan dana desa tersebut sebelum melengkapi dokumen-dokumen yang disyaratkan,’’ katanya. ‘’Memang tak boleh main-main dengan dana desa maupun transfer daerah yang dalam APBN 2016 jumlahnya mencapai Rp 770 triliun,†tegas Djohermansjah dalam dialog kenegaraan ‘Pencairan Dana Desa Menjelang Pilkada SerenÂtak 2015’ bersama peneliti politik LIPI Siti Zuhro, pengajar politik UI dan mantan anggota KPU Chusnul Mar’iyah, dan anggota DPD RI Abdul Aziz Kafia, di Gedung DPD/MPR RI JaÂkarta, Rabu (11/11/2015).
Namun Djohermansjah meyaÂkinkan bahwa dana desa itu sulit disÂalahgunakan karena dua sebab, yaitu belum turun semua karena terhambat masalah teknis adminsitratif perangÂkat desa, dan peluang order kepentinÂgan bagi petahana tidak mudah, meski politik itu seni segala kemungkinan.
“Dana desa yang sudah turun ke kabupaten/kota baru sekitar 80% dan dari itu sekitar 20% yang turun ke desa tapi tidak seluruhnya. BelakanÂgan muncul berita, ada desa yang meÂnolak menerima dana desa,’’ kata DjoÂhermansjah. ‘’Kalau boleh usul, dalam penyaluran dana desa, maka pola PNPM Mandiri ini lebih bagus, karena kepala desa hanya cukup mengetahui, tapi kalau dana desa langsung diteken oleh kepala desa. Karena itu jangan sampai menjadi LKMD (lebih kurang mohon dimaafkan,†pungkasnya.
Terpisah, Dewan Perwakilan DaeÂrah (DPD) RI akan melakukan pemanÂtauan sana desa untuk memastikan tepat sasaran. Apalagi banyak daerah yang dalam waktu dekat menggelar pilkada, sehingga potensi kerawanan semakin besar. “Dana itu jika tak diÂkawal dan dipantau bisa tidak tepat sasaran,†kata Anggota DPD Abdul Aziz Kafia di Gedung Sekjen DPD, Rabu (11/11/2015).
Menurutnya, Anggota DPD itu menguasai kondisi di daerah pemiliÂhan masing-masing sehingga menÂgetahui dana desa itu ke mana saja arahnya. Dia juga menyayangkan maÂsih banyak daerah yang tidak berani mengambil dana itu karena prosesnya berbelit sehingga yang harusnya pemÂbangunan desa biasa jalan menjadi terhambat. “Kepala desa tak salah jika takut ambil dana desa itu karena salah prosedur akan kena tindak pidana koÂrupsi,†ujarnya.
Pada tahun 2016 pemerintah pusat menaikkan anggaran dana desa yang berasal dari APBN sebesar Rp46,9 triliun atau naik dua kalilipat lebih dibanding 2015 sebesar Rp20,7 triliun. “Kalau saat ini rata-rata setiap desa mendapatkan Rp280 juta, maka pada 2016 masing-masing desa rata-rata mendapatkan Rp628 juta,†kata Menteri Keuangan, Bambang BrodjoÂnegoro, kemarin.
(Rishad Noviansyah|Yuska Apitya)