BOGOR, TODAY — Kabar gembira bagi para dokter atau putera-putÂeri calon dokter. Selama ini, dokÂter yang bekerja di instansi negeri mungkin cenderung mendapat tunjangan dan imbalan minimalis. Itulah yang membuat tenaga meÂdis memasang mimik kecut saat melayani pasien kurang mampu.
Di Tahun Anggaran 2016, Pemerintah Pusat menaikÂkan tunjangan khusus bagi dokter-dokter magang dan yang sudah bekerja di instansi negeri.
Sekretaris Jenderal KementeriÂan Kesehatan (Kemenkes) Untung Suseno mengatakan, dokter yang menjalani magang bakal dibiayai pemerintah. Oleh karena itu, ia menilai biaya bantuan hidup sebeÂsar Rp 2,5 juta sebaiknya dinilai positif. “Kami sadar jumlahnya memang keÂcil tetapi harus dimengerti. Bandingkan dengan akuntan dan advokat, mereka unÂtuk kemahiran harus bayar sendiri . Ini kami bayarin. Sudah AlhamduÂlillah dikasih uang,†kata Untung saat konferensi pers di Kemenkes, Jakarta, Jumat (20/11/2015).
Untung tengah memperjuangÂkan kenaikan bantuan biaya hidup bagi para dokter magang. DiharapÂkan pada 2016, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat menyepakati kenaikan bantuan biaya hidup menjadi Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta yang diajukan Kemenkes.
Lebih lanjut, Untung menÂgatakan selama ini perjuangan menaikkan biaya bantuan hidup bagi dokter magang tidaklah muÂdah. Sebelumnya, gaji dokter maÂgang hanya bernilai Rp 1,2 juta. “Kami sebelumnya juga sudah mengirimkan surat ke KementÂerian Keuangan agar biaya banÂtuan hidup tersebut tidak dikenai pajak. Namun UU Pajak tidak meÂmungkinkan,†katanya.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Kemenkes, Untung mengatakan mayÂoritas para dokter maÂgang merasa terÂbantu dengan program ini. Pasalnya, dalam proÂgram magang ini mereka memiÂliki tanggung jawab baru, seperti menuliskan resep obat dan merÂekomendasikan rujukan.
Program magang merupakan proses yang dilalui dokter yang baru lulus pendidikan dan telah memiliki ijazah dan melakukan sumpah dokter. Dokter muda yang telah menyelesaikan proÂgram magang akan memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) seÂbagai legalisasi oleh negara dan diakui untuk diberikan kewenanÂgan penuh sebagai dokter.
Program ini dimulai sejak 2010 lalu dan dalam setahun diÂlaksanakan sebanyak empat kali. Karena keterbasan dana, pemerÂintah awalnya membuka dua jalur magang, yaitu mandiri (dengan biaya sendiri) dan yang dibiayai pemerintah. “Namun, tidak ada dokter yang mau keluar dana sendiri untuk magang. Semuanya mau dibiayai Kemenkes,†katanya.
Berdasarkan data yang dihimÂpun Kemenkes, jumlah peserta dokter magang sejak 2010 hingga November 2015 berjumlah 23.240 orang, dengan rincian 14.847 yang telah menyelesaikan magang dan 8.393 yang masih melaksanakan magang.
Mendengar kabar ini, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) KaÂbupaten Bogor, Yoeswar A DariÂsan, mengatakan, pihaknya meÂnyambut kebijakan baru ini. “Saya sangat mengapresiasi kebijakan ini. Tapi, saya menilai tambahan itu masih kurang mengingat kerja dokter itu 24 jam non stop,’’ kata Yoeswar kepada Bogor Today, JuÂmat (20/11/2015) malam.
Menurut dia, tunjangan para dokter idealnya bisa sampai Rp10 juta. Apalagi jenjang perkuliahan untuk meraih gelar dokter pun berbeda dengan perkuliahan maÂhasiswa pada umumnya, yakni enam tahun baru dapat gelar. “SuÂdah seharusnya pemerintah mengÂhargai profesi dokter. Kalau ada yang bilang dokter itu gajinya gedÂhe, itu salah besar,†tandasnya.
Beasiswa Kuliah
Tak hanya tambah tunjangan, dokter juga diberikan kesempaÂtan melanjutkan kuliah gratis meÂlalui program beasiswa.
Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian KesehatÂan (Kemenkes) Akmal Taher menÂgatakan pihaknya mendorong dokter umum yang sudah berpenÂgalaman untuk menempuh penÂdidikan spesialis layanan primer. Akmal menilai langkah ini diperÂlukan untuk mengatasi masalah kesehatan di tingkat primer.
“Di tahun 2016, kami siapkan 300 beasiswa bagi dokter umum yang punya pengalaman lebih dari lima tahun dan telah menÂjalani praktik di fasilitas kesehatÂan tingkat primer (FKTP),†kata Akmal saat seminar di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta.
Akmal mengatakan dokter berpengalaman tersebut tidak perlu menempuh pendidikan speÂsialis layanan primer dari nol. Ia menjelaskan bahwa dokter denÂgan pengalaman lebih dari lima tahun dapat menjadi spesialis layÂanan primer dalam enam bulan. “Model pembejarannya adalah edukasi berbasis kerja. Jadi langÂsung dipraktikkan ke masyarakat. Dia juga harus belajar konsep kapÂitasi,†kata Akmal.
Ia mengatakan, dokter spesiÂalis layanan primer nantinya akan menjadi ujung tombak dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dokter layanan primer diÂharapkan dapat melakukan langÂkah promosi dan preventif.
Oleh karena itu, dokter speÂsialis layanan primer diharapkan dapat berkerja dengan beroriÂentasi pada komunitas dan keÂluarga. Dokter spesialis layanan primer juga diharapkan dapat mendatangi rumah-rumah warga untuk memberikan paparan tenÂtang hidup sehat.
“Saat ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih kesulitan dana sekitar Rp 5 triliun sampai Desember 2015 karena orang yang sakit langsung ke spesialis. Dengan adanya dokter spesialis layanan primer diharapÂkan rujukan berkurang,†katanya.
Akmal mengatakan saat ini masih banyak rujukan yang seÂbenarnya tidak perlu dilakukan. Pola pikir masyarakat, kata AkÂmal, masih belum mempercayai dokter di tingkat primer.
(Latifa Fitria|Yuska Apitya)