Untitled-7BOGOR, TODAY – Kemiskinan masih men­jadi permasalahan kompleks di Kabupaten Bogor. Dari total 5,3 penduduk, 9,11 persen diantaranya hidup dalam kemiskinan.

“Ini bukan Cuma menjadi masalah di daerah. Tapi juga masalah nasional. Apala­gi, Kabupaten Bogor memiliki jumlah pen­duduk yang sangan banyak,” kata Bupati Bogor, Nurhayanti disela Diskusi Publik Pengentasan Kemiskina di Gedung Serba­guna II, Senin (23/11/2015).

Meski begitu, mantan Sekretaris Dae­rah (Sekda) Kabupaten Bogor ini optimis bisa menekan angka kemiskinan hingga 5 persen pada 2018 mendatang.

Sejumlah program untuk menekan jumlah penduduk miskin pun telah dilaku­kan. “Dari sektor pendidikan, pemerintah menargetkan angka rata-rata lama sekolah (RLS) menjadi 9 tahun dan angka harapan hidup dari sektor kesehatan 70 tahun. Di Gunungputri, RLS 11 tahun lho,” katanya.

Kondisi geografis dan jumlah penduduk yang setara dengan penduduk Singapura, membuat capaian pembangunan belum merata. “Pemerintah pusat, provinsi hing­ga kabupaten harus bersinergi mengatasi masalah yang satu ini,” tandasnya.

Ditempat yang sama, Kepala Badan Per­encanaan dan Pembangunan Daerah (Bap­peda) Kabupaten Bogor, Syarifah Sofiah mengungkapkan, bisa menurunkan angka kemiskina satu digit saja sudah merupakan prestasi besar.

“Karena ini merupakan persoalan sulit. APBD kita memang sampai Rp 6 Triliun, tetapi penduduk kita kan juga tinggi, 5,3 juta jiwa,” tandasnya.

BACA JUGA :  Pemkab Bogor Terima Kunjungan Spesifik Komisi II DPR RI Bahan Program PTSL Bagi Masyarakat

Bu Ifah mengatakan, dalam perenca­naan kedepan akan mengupayakan pen­ingkatakan kompetensi sumber daya ma­nusia (SDM).

Hal itu, karena adanya transformasi sektor ekonomi yang dulunya agraris ke in­dustri. Saat ini, 60 persen sektor ekonomi bersumber dari Industri.

“Pertanyaanya, akankah kita bisa kea­rah sana, karena industri membutuhkan tenaga kerja yang kompetensinya minimal SMP dan SMA. Sementara tenaga kerja itu mayoritas berpendidikan SD,” ujarnya.

Untuk anggaran, Syarifah mengatakan, 27 persen alokasi APBD prokemiskinan, yakni pendidikan, kemiskinan, sosial, dan sebagianya. Walaupun, kata dia, jumlah APBD yang Rp6 Triliun itu masih jauh dari kebutuhan. “baru 4 persen saja,” katanya.

Untuk itu, pemerintah, kata Syarifah akan mengajak para pengusaha dan per­guruan tinggi untuk bersama-sama peduli atas masalah ini. “dalam waktu dekat ini kita akan MoU untuk program CSR dengan perusahaan. Kita juga akan MoU dengan perguruan tinggi, terutama dengan IPB,” pungkasnya.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, Erwan Syahriza me­nambahkan, permasalahan kemiskinan merupakan persoalan multidimensi yang mencakup beragam aspek kehidupan. Sep­erti sisi ekonomi, sosial dan budaya.

Data BPS, Tahun 2014 angka kemiski­nan di Kabupaten Bogor masih 9,11 persen dari 5,3 juta penduduk Kabupaten Bogor.

“Prosentase ini menurun dari capaian tahun sebelumnya 9,54 persen. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor se­benarnya sempat menyentuh angka 8,83 persen pada 2012. Namun, tahun 2013 garis kemiskinan naik sehingga otomatis penduduk yang tadinya berpenghasilan di bawah garis kemiskinan menjadi miskin,” kata Erwan.

BACA JUGA :  Polisi Tangkap Pencuri Pagar Besi di Tempat Pemandian Air Panas Parung

Menurutnya, data BPS bersumber dari besaran pengeluaran perkapita pertahun dengan standar makanan pokok 2100 kalori (garis kemiskinan makanan), yang dikonversi dengan harga minyak, beras dan bahan ma­kanan lainnya.

Direktur Eksekutif Nasional Food Secu­rity Studies, Atang Trisnanto menambah­kan jumlah penduduk miskin umumnya di basis pertanian karena masih tradisional.

Menurut dia beberapa faktor yang menyebabkan penduduk miskin yakni masalah pendidikan, akses ke sumber daya ekonomi, kultur dan mentalitas.

“Penduduk kita lebih dari 50 persenn­ya bekerja di sektor pertanian. Tapi kontri­businya kecil, karena aktivitasnya produksi kurang besar,” katanya

Ada beberapa strategi untuk mengatasi persoalan kemiskinan tersebut, kata dia, yakni dengan meningkatkan program pen­didikan, pembangunan berbasis kawasan, investasi berbasis kemitraan, Community Empowerment dan Politik Anggaran Ber­basis Kesejahtareraan

Ketua Komisi IV DPRD kabupaten Bo­gor, Wasto Sumarno mengungkapkan, per­soalan kemiskina perlu dukungan regulasi. Menurut dia, saat ini pemerintah tidak pu­nya skala prioritas. “Harus jelas silabusnya, penurunannya siapa saja, di mana saja. Bu­kan hanya data mengawang-awang.

(Rishad Noviansyah)

============================================================
============================================================
============================================================