Country Director for Indonesia World Bank, Rodrigo Caves mengatakan, pendapatan negara Indonesia, khususnya pajak masih terlalu kecil. Menurut dia, rasio pajak masih terlalu rendah dengan 12%, sementara jumlah masyarakat yang seharusnya menjadi Wajib Pajak (WP) baik perorangan maupun badan sangat besar.
Oleh : Alfian Mujani
[email protected]
Pendapatan yang rendah itu tentunya berÂpengaruh pada belanja. Ada komponen belanja yang realisasinya masih tidak berpihak kepada masyarakat berpengÂhasilan rendah. Seperti subsidi beberapa barang,’’ kata World Bank Country Director for Indonesia Rodrigo Caves di Istana Negara, Jakarta, Senin (14/12/2015).
 Menurut Caves, temuan Bank Dunia menunjukkan bahwa di InÂdonesia pajak dan pengeluaran pemerintah tidak terlalu mengubah koefisien gini. Angka kemiskinan di Indonesia sekarang berada di level 11% dan indeks gini rasio di 0,41. AnÂgka pengangguran juga masih buruk, dengan posisi sekitar 6%-7%. Padahal pemerintah sudah mampu mengaliÂhkan subsidi energi ke anggaran inÂfrastruktur dan perlindungan sosial yang dianggap lebih produktif.
Caves mencontohkan dengan Swedia. Menurutnya pola yang tidak berbeda jauh terjadi, namun pemerÂintah Swedia mampu menurunkan gini rasio dari 0,57 menjadi 0,33.
“Di Indonesia, kami melihat efek pajak dan belanja pemerintah menÂgubah gini dari 0,44 menjadi 0,41. Jadi bergerak sangat kecil. Jadi fisÂcal policy, khususnya pajak pengÂhasilan dan kebijakan belanja pubÂlik yang lebih baik bisa mengubah gini koefisien dari sisi pemerataan pendapatan di Indonesia,†terangÂnya.
Dari sisi pajak, hal yang perlu diÂlakukan adalah dengan perluasan basis WP untuk menambah peneriÂmaan. “Pemerintah bisa menarik lebih banyak pajak penghasilan, juga pajak dari aset seperti mobil dan laÂhan, untuk dibelanjakan program-program untuk membantu masyaraÂkat miskin,†imbuhnya.
Sementara dari sisi belanja, efekÂtivitas program menjadi sebuah keÂharusan. Salah satu program yang sangat disoroti adalah sanitasi. “Saya pikir pemerintah Indonesia bisa membantu meningkatkan kualitas pelayanan kepada anak-anak. ArtiÂnya anak-anak yang lahir di Papua saat ini, mereka hanya punya 2% keÂsempatan untuk menikmati sanitasi, di Jakarta anak-anak punya kesempaÂtan 98% probabilitas akses ke saniÂtasi yang baik,†jelas Caves.
Pemerintah Daerah (Pemda) juga memiliki peranan penting, seperti pembangunan infrastruktur, penÂdidikan, dan saranan kesehatan. Sekarang daerah memiliki dana yang lebih besar dari transfer pemerintah pusat. “Komponen lain adalah meÂnyediakan pelatihan supaya lebih sukses di bursa kerja. Kami melihat bahwa premium pendidikan meninÂgkat di Indonesia,†tukasnya.
Masih Timpang
Hingga saat ini, Indonesia meruÂpakan salah satu negara dengan ketÂimpangan penghasilan paling tinggi di Asia. Menurut Bank Dunia, gini rasio Indonesia sekarang berada di level 0,41.
Gini rasio adalah alat ukur ketÂimpangan penghasilan di suatu negÂara. Angka gini rasio harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah. “Indonesia saat ini merupakan salah satu negara paling inequal di Asia. Ini jelas jadi perhatian pemerintah Indonesia. Pemerintah ingin memÂbalikkan tren melebarnya kesenjanÂgan,†ujar Caves saat meninggalkan Istana Negara.
Hal ini juga terlihat dari kompoÂnen pendidikan dan keahlian tenaga kerja. Menurut Caves, gaji dari buruh tanpa keahlian dan berpendidikan rendah sangat timpang dengan gaji profesional. “Kesenjangan antara skilled and unskilled labor, gap gaÂjinya semakin tinggi,†imbuhnya.
Caves menilai, pemerintah harus mengeluarkan berbagai kebijakan agar masalah tersebut berakhir. TarÂget pemerintah sudah cukup jelas dari posisi 0,41 diharapkan gini rasio bisa menjadi 0,37 sampai dengan 2019.
Pemerintah mengundang World Bank datang ke Istana Negara untuk memaparkan persoalan ketimpanÂgan, kemiskinan, dan kebijakan angÂgaran di Indonesia. Ada alasan khuÂsus, kenapa Bank Dunia diundang.
Wakil Presiden Jusuf Kalla ( JK) menuturkan, sebenarnya persoaÂlan ini bisa saja dengan menganalisa data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Namun sulit untuk kemudian diperÂbandingkan dengan negara-negara lainnya.
“Kenapa kita mengundang World Bank untuk menjelaskan, data ini kita juga punya di BPS dan sebagainya. Namun, kalau pihak keÂtiga yang lebih menjelaskan dari sisi perbandingan,†ungkap JK dalam sambutannya di Istana Negara, JaÂkarta, Senin (14/12/2015).
“Kalau World Bank lebih memÂbandingkan pengalaman di IndoÂnesia, Malaysia, dengan India, dan China, di mana kita berada ini? Apa yang terjadi,†paparnya.
Dengan demikian, akan lebih muÂdah untuk melihat komposisi permaÂsalahan beserta solusinya. Dalam pertemuan ini juga sengaja dihadirÂkan para menteri hingga gubernur seluruh Indonesia.
“Untuk mengatasinya, pengalaÂman negara lain bagaimana, kenapa kita membikin pertemuan untuk membandingkan masa lalu dengan negara di sekitar kita dan cara negaÂra-negara lain mengatasinya. SehingÂga kita bisa mengatasinya,†terang JK.
Meski demikian, JK menyatakan program yang diusung pemerintah sejak awal periode sudah mendoÂrong pengurangan kemiskinan dan mempersempit ketimpangan.
“Sebenarnya apa yg kita lakukan pada dewasa ini sudah mengarah ke arah situ, bagaimana pemerÂataaanya, bagaimana pendidikan lebih luas, kesehatan sudah naik, bagaimana membangun di daerah betul-betul, bagaimana mensubÂsidi KUR dan sebagainya. Sudah mengarah ke situ namun ini memÂbutuhkan extra effort agar keadilan muncul,†ujarnya.
Para menteri, pimpinan lembaga, dan puluhan gubernur hadir dalam pertemuan dengan Bank Dunia ini. Agenda dimulai pukul 15.00 WIB, diawali dengan laporan dari SekreÂtaris Kabinet Pramono Anung dan dilanjutkan dengan pembukaan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Hadir di antaranya adalah KemenÂko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Bambang BrodÂjonegoro, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri, dan Menteri PDT dan Transmigrasi Marwan Jafar.
Kemudian juga turut hadir GuÂbernur Bank Indonesia Agus MarÂtowardojo, Kepala Dewan KomisÂioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Haddad, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin. SeÂmentara dari Bank Dunia diwakili oleh Rodrigo Chaves, Direktur ReÂgional untuk Indonesia.
“Nanti kita akan mendengarkan pemaparan dari Bank Dunia terkait masalah ketimpangan dan kemiskiÂnan dan kebijakan anggaran,†ungÂkap Pramono, dalam sambutannya, Senin (14/12/2015).
Pihak Bank Dunia memberiÂkan paparan dari kondisi IndoneÂsia, berikut perbandingan dengan negara-negara di kawasan. Setelah pemaparan ada waktu untuk berdisÂkusi dalam pencarian solusi dari perÂsoalan tersebut. “Jadi dipersilahkan bagi siapa saja yang ingin berdiskusi tentang permasalahan ini,†tukasÂnya. (dtc)