JIKA ada pepatah yang berbunyi “buah jatuh tak jauh dari pohonnya†itu memang nyata rupanya, mewarisi bakat sebagai atelit wushu seperti orang tuanya. Kini Gora menjadi pelatih wushu, setelah bertahun-tahun melanglang buana mengikuti kompetisi wushu hingga ke dunia Internasional. Tak hanya Gora, hampir semua keluarganya pun ikut terjun bersamanya ke dalam olahraga wushu.
Oleh : Latifa Fitria
[email protected]
Pria kelahiran 2 Desember 1976, TemÂbaga Papua ini adalah putra pertama dari pendiri Harmony Wushu IndoÂnesia (Alm Ananta Christiyana). Sejak usianya enam tahun, Gora sudah kenal dilatih olahraga bela diri cukup keras oleh ayahnya.
“Saya mengenal olahraga wushu sejak usia 6 tahun (1986) dari ayah saya, Swastika Ananta Christyana, pewushu tradisional. Pada saat itu (orde baru) semua kegiatan budaya Tionghoa termasuk Wushu masih belum boleh berkembang secara terbuka, sehingga oleh ayah saya kepelatihan hanya terbatas pada olah raga bela diri keluarga,†kenang Gora.
Kemuadian, lanjut Gora, pada usia ke 17 ia memulai karir sebagai atlit wushu naÂsional. Bakat yang dituruni oleh orangtua dan kemauan yang pantang menyerah telah mengantarkan Gora menjadi pemain wushu jurus tombak yang tak terkalahkan di seluÂruh penjuru Indonesia selama empat tahun berturut-turut.
“Ayah saya yang membuat saya tertarik pada wushu. Berkat bimbingannya saat saya kecil, saya menjadi satu hati pikiran dan tubuh dalam wushu. Ketika berumur 12 taÂhun saya mulai mengerti apa itu Wushu di masyarakat, olah raga yang unik dan sangat bagus melatih fisik dan mental ini menjadi salah satu karir saya di samping pendidikan sekolah,†lanjut dia.
Disamping jurus keras dari berbagai tanÂgan kosong, sambung Gora, senjata wushu shaolin, karate, dan ninjitsu yang pernah diÂdalaminya. Mengikuti jejak ayahnya sebagai penggemar berat jurus lembut Taiji Quan, Gora telah meraih prestasi di nasional dan internasional kelas dunia. Prestasinya meruÂpakan salah satu prestasi terbaik putra IndoÂnesia, dan sangat disegani dan dihormati.
“Kunci suksesku adalah karena saya berÂlatih dan bertanding wushu bukan untuk menang atau kalah saja, tapi karena wushu merupakan budaya hidupku dan keluargaku. Kebetulan dalam pertandingan aku menang dan mendapat prestasi. Karena ilmu wushu jauh lebih tinggi dari hanya sekedar menang atau kalah,†tuturnya.
Disamping berlatih dan belajar Wushu, Gora juga dengan penuh dedikasi melatih dan mengajarkan Wushu kepada orang lain, siapa pun, dan di mana pun. Terutama kepada adik kandungÂnya, Gogi NebuÂlana. Gora telah berpengalaman melatih Wushu kepada kurang lebih seribu muÂrid, dan telah berÂhasil menciptakan atlet – atlet handal juara nasional dan internasional. Prestasi dirinya dan muridnya telah mengukuÂhkan keteguhan cinta dan kesÂetiaannya untuk mengabdikan hidupnya dalam mengembangkan olahraga Wushu di Indonesia.
“Kurang lebih murid – muridku ada 500an murid aktif, yang tersebar di 3 provinÂsi di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan KalimanÂtan Barat. Sekitar 10 muridku telah menjadi pelatih dengan prestasi level provinsi dan nasional. 3 orang muridku telah mencapai prestasi level emas dan perak dunia Wushu Yunior, dan 7 besar Wushu Dunia Senior, 3 besar juara Wushu seAsia Tenggara di SEA GAMES. Puluhan muridku telah berÂprestasi di level nasional dan provinsi dari emas – perunggu,†pungkasnya.
Prestasi Gora Nebulana