BOGOR TODAY – Deadline proyek pembangunan jalan Regional Ring Road (R3) seksi 3 tinggal tujuh hari lagi, yakni 24 Desember 2015. Proyek yang digarap PT Idee Murni Pratama (IMP) ini saat ini masih menyisakan beban pekerÂjaan sekitar 55 persen lagi. Diprediksi, proyek bakal gagal mencapai target. Sanksi pun siap menanti kontraktor.
Proyek ini menghubungkan Parung Banteng dengan Bendung KatÂulampa dengan luas 1.400 meter, nilai pagunya sebesar Rp 21,7 miliar. DeadÂline jatuh tempo pengerjaannya adalah 24 Desember 2015. Pantauan di lokasi, proyek ini baru tergarap 45 persen.
Ketua Komisi C DPRD Kota Bogor, Yus Ruswandi meminta, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kota Bogor untuk berani bertindak teÂgas dengan memutus kontrak pada konÂtraktor PT Idee Murni Pratama (IMP). Kesalahan ini tidak hanya ada dikonÂtraktornya saja, tetapi tim konsultan dan tim pengawasan yang lalai dalam mengawasi pembangunan R3 seksi 3.
“Bagian perencanaan juga harus dipertanyakan, kenapa proyek besar seperti ini terus menuai masalah. Dari pembebasan lahan sampai diproses pembangunannya,†bebernya.
“DBMSDA harus berani bertindak dalam masalah ini, jangan sampai tidak ada sanksi bagi yang lalai menjalankan tugas. Dalam hal ini, PPK (Pejabat peÂmegang Komitmen) harus bertanggungÂjawab juga. Kenapa bisa molor dan jauh dari target?†tambahnya.
Merujuk pada Peraturan Menteri PU No. 07/PRT/M/2011, disebutkan, bahwa pemutusan kontrak dapat dilakukan seÂpihak, baik oleh pihak penyedia atau piÂhak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Pemutusan kontrak ini dapat diÂlakukan melalui pemberitahuan terÂtulis, jadi tidak harus melalui pengaÂdilan berdasarkan ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hal-hal yang dapat menjadi dasar pemutusan kontrak adalah: PeÂnyedia lalai/cidera janji dalam melakÂsanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Penyedia tanpa persetujuan Pengawas Pekerjaan, tidak memuÂlai pelaksanaan pekerjaan. Penyedia menghentikan pekerjaan selama 28 (duapuluh delapan) hari dan penghÂentian ini tidak tercantum dalam proÂgram mutu serta tanpa persetujuan Pengawas Pekerjaan. Penyedia berada dalam keadaan pailit. “Selain itu juga disebabkan karena penyedia selama masa kontrak gagal memperbaiki caÂcat mutu dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh PPK. Penyedia tidak mempertahankan keberlakuan jamiÂnan pelaksanaan. Denda keterlamÂbatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia sudah melampaui 5% (lima perseratus) dari nilai kontrak dan PPK menilai bahwa Penyedia tiÂdak akan sanggup menyelesaikan sisa pekerjaan,†ungkap Toriq Nasution, pemerhati kontruksi Kota Bogor, keÂmarin.
Toriq menjelaskan, pengawas peÂkerjaan seharusnya memerintahkan penyedia untuk menunda pelaksanaan atau kelanjutan pekerjaan, dan perintah tersebut tidak ditarik selama 28 (duapuÂluh delaÂpan) hari. PPK tidak menerbitÂkan SPP untuk pembayaran tagiÂhan angsuran sesuai dengan yang disepakÂati sebagaimana tercanÂtum dalam SSKK. “PeÂmuÂtusan kontrak bisa juga dilatar belakangi karena penyedia terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang dan Pengaduan tentang penyimpangan prosedur dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan seÂhat dalam pelaksanaan pengadaan dinÂyatakan benar oleh instansi yang berÂwenang,†tandasnya.
(Rizky Dewantara)