CILEUNGSI TODAY – Dinas Kesehatan (Dinkes) KabuÂpaten Bogor menurunkan tim untuk meninjau korban serangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang makin meluas di Kecamatan Cileungsi. Dari hasil kunjunÂgan tersebut, nantinya akan diputuskan apakah peristiwa ini masuk dalam kategori keÂjadian luar biasa.
“Hari ini kami turunkÂan tim ke Cileungsi untuk melakukan pengecekan. Hasilnya seperti apa nanti akan saya sampaikan,†kata Kepala Dinas KeseÂhatan (Dinkes) Kabupaten Bogor, Camelia Wilayat Sumaryana, kemarin.
Seperti diketahui, lebih dari sepuluh warga Desa Pasir Angin terserang DBD. Belakangan korban penyaÂkit tersebut bertambah 44 warga di Desa Dayeuh KeÂcamatan Cileungsi, KabuÂpaten Bogor.
Marzuki, warga kamÂpung Babakan RT 04/ RW 03 Desa Dayeuh mengaku, anaknya yang bernama MuÂhamad Fikri (17) baru saja pulang dirawat dari rumah sakit karena terserang DBD dan tipes.
“Anak saya baru saja puÂlang dari rumah sakit Graha Medika Kenari Cileungsi karena terserang DBD dan tipes sejak Sabtu (2/1/16) lalu dan sampai menghabiskan biaya sebesar Rp 7,6 juta. Saya bayar karena enggan mengunakan BPJS, khawatir pelayanannya diabaikan,†kata Marzuki.
Korban penyakit DBD yang disebabkan oleh nyamuk aedes aegypti ini terÂlihat terus tinggi dari tahun ke tahun. Kondisi ini sempat membuat kewalahan dinas kesehatan Kabupaten Bogor.
Bahkan, kejadian luar biÂasa yang pernah ditetapkan Dinas Kesehatan (Dinkes) tahun 2015 pun tidak menuÂrunkan jumlah penderita kaÂsus nyamuk aedes aegypti.
Dikatakan Camelia, BoÂgor merupakan wilyah paling tinggi di Jawa Barat jumlah penderita DBD-nya. Jumlah kasus penyakit itu di Bogor terus meningkat sejak meÂmasuki musim hujan. Setiap tahun penderita penyakit itu tidak menurun dan jusÂtru meningkat tajam. “SekaÂrang sudah endemik dan sulit diatasi. Kami saja sangat kewalahan mengantisipasi DBD. Penyebabnya kebersiÂhan lingkungan tidak diperÂhatikan warga. Dan sekarang tidak bisa dihindari masyaraÂkat,†katanya.
Data Dinkes Pemkab Bogor, pada 2013, lalu, terÂcatat sebanyak 1.588 orang menderita DBD, 15 orang di antaranya meninggal dunia. Sedangkan, pada 2014, lalu, dinas mendapatkan laporan 1.834 kasus DBD dan dari jumlah tersebut, 29 orang pun meninggal dunia.
Sementara, pada Januari 2015, terdapat 231 penderita suspect (gejala) DBD. Data tersebut diperoleh dari dari 20 Unit Puskesmas di 10 keÂcamatan.
Camelia menjelaskan, meÂninggalnya pasien DBD itu terjadi akibat keterlambatan penanganan. Sebab, rumah penderita dan puskesmas yang ada sangat jauh. PenyeÂbaran itu berada di kawasan daerah yang jauh dari pusat kota. “Terlambat ditangani, jadi tidak bisa dihindari keÂmatian pasien DBD. KebanÂyakan di wilayah pedesaan yang jauh dan sulit dilalui kendaraan,†paparnya.
(RiÂshad N|Yuska)