JAKARTA, TODAY — Setelah mata uang China, yaitu yuan atau renminbi, ditetapkan menjadi mata uang internasional ke-5 setelah dolar Amerika Serikat (AS), euro, poundsterÂling, dan yen, tingkat ketergantungan terhaÂdap USD kian berkurang.
Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, menyambut baik penetapan mata uang interÂnasional baru ini, karena akan makin meningÂkatkan likuiditas global. Lembong yakin, kebiÂjakan ini berdampak bagus pada perdagangan dan investasi di dunia.
“Sekarang giliran China ikut serta menjadi penyedia likuiditas global. Itu semakin baik unÂtuk perdagangan dan investasi di dunia,†kata Lembong dalam jumpa pers di kantor KemenÂterian Perdagangan, Jakarta, Senin (18/1/2016).

Sebagai langkah awal untuk memperluas penggunaan yuan dalam kegiatan ekspor-imÂpor, pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah awal, misalnya mengambil pinjaman dalam mata uang yuan dari China.
“Pemerintah masih dalam tahap persiapan (penggunaan yuan). Tahun lalu Bank Mandiri, BRI, BNI mengambil pinjaman dari China DeÂvelopment Bank. Itu 20% sudah berupa RMB (yuan). Itu langkah awal untuk menyiapkan ketersediaan RMB di Indonesia. Ada langkah-langkah yang disiapkan pemerintah untuk menyediakan RMB dalam jumlah yang lebih mendukupi,†Lembong menjelaskan.
Saat ini, 4-8% perdagangan antara IndoÂnesia dan China sudah menggunakan yuan, bukan dolar lagi. Pengguna yuan umumnya perusahaan-perusahaan di Indonesia yang berafiliasi dengan perusahaan di China. “Mungkin antara 4-8% perdagangan IndoneÂsia dengan China sudah pakai RMB, yaitu oleh perusahaan-perusahaan afiliasi China di IndoÂnesia,†tuturnya.
(dtc)