“Penting kita menjaga confi­dence dan stabilitas flows ini. Be­lum lagi kalau kita bicara utang luar negeri swasta. Utang luar negeri harus dikelola dengan baik. Utang luar negeri swasta saat ini USD167 miliar,” kata Mirza.

Mirza menambahkan, sejak 2013 kondisi Indonesia sangat dipen­garuhi oleh eksternal, yakni ke­bijakan moneter Amerika Serikat (AS). Dari penarikan stimulus hing­ga kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed). Ini memicu pelemahan rupiah yang dalam dan turunkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). “Sejak saat itu sampai 2015 terjadi gejolak kurs di seluruh du­nia,” imbuhnya.

BACA JUGA :  Bakwan Jagung Udang, Menu Makan Sederhana yang Praktis

Tidak hanya Indonesia, nilai tukar Brasil melemah 33%, Afrika Selatan melemah 27% dan negara maju seperti Norwegia melemah 40%, Selandia Baru melemah 16%, Australia melemah 32% terhadap dolar AS.

“Hanya 2 mata uang yang men­guat yaitu dolar dan swiss franc. Karena saat seperti itu, maka capi­tal outflow dari emerging markets terjadi,” jelasnya.

BACA JUGA :  Menu Bekal Simple dengan Ayam Tumis Saus Madu yang Lezat dengan Bumbu Meresap

Maka dari itu, Mirza menilai per­lu ada upaya menjaga kestabilan perekonomian dalam negeri. Baik berupa pengendalian inflasi, defisit transaksi berjalan dan lainnya.

“Itulah mengapa pemerintah dan BI selalu menjaga prudent. Arti prudent dari BI adalah inflasi harus turun, defisit ekspor-impor harus di level yang kita bisa danai. Peri­ode 2013-2015 adalah periode di mana kita turunkan inflasi, defisit ekspor-impor, dan ULN,” papar Mirza.

(detik)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================