KETENTUAN besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bogor 2016, memaksa 23 perusahaan garmen mengajukan penangguhan penggajian pegawai.
RISHAD NOVIANSYAH
[email protected]
Kepala Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Bogor, Yous Sudrajat menjelaskan, dari 23 perusahaan itu, hanya empat yang mengajukan penÂangguhan ke Pemkab Bogor. Sementara 19 lainnya langsung mengajukan penangguhan ke Pemprov Jabar.
“Penangguhan ke pemÂprov, sah-sah saja. Kan memuÂtuskan besaran UMK memang provinsi. Tapi, ya seharusnya memang pemberitahuan dulu ke kita,†kata Yous, Selasa (2/1/2016).
Menurutnya, jumlah ini menurun dari pengajuan pada 2015 yang mencapai 61 perusahaan. Tapi, yang menÂgajukan penangguhan semua pengusaha garmen dan karya. “Karena sektor ini yang paling terdampak krisis global,†lanÂjutnya.
Pasalnya, garmen yang kerÂap menerima pesanan ekspor, menjadi tak memiliki pekerÂjaan sejak anjloknya nilai tuÂkar rupiah terhadap dolar AS. Imbasnya, harga bahan baku ikut melonjak namun tidak ada pembeli.
“Sebetulnya, UMK sudah sangat terjangkau di angka Rp 2,960 juta. Sementara garmen lebih rendah malah di angka Rp 2,655 juta. Tapi rupanya, masih ada yang belum sangÂgup membayar sesuai UMK,†lanjut Yous.
Dinsos pun mengirim tim untuk verifikasi kondisi keuanÂgan setiap perusahaan yang mengajukan pembayaran lebih rendah.
“Mereka pun memiliki syarat mutlak. Yakni, kalau sudah mengajukan penangguÂhan pada tahun 2015, tahun ini tidak boleh lagi mengajukan,†katanya.
Menurutnya, respons terseÂbut positif karena penetapan UMK tidak menuai protes baik dari pengusaha dan buruh. Hal itu karena nilai UMK rekomenÂdasi pemkab tidak jauh berÂbeda dengan hasil keputusan gubernur.
“Pemkab sebelumnya menÂgajukan UMK Rp 2,975 juta dan diputuskan gubernur menjadi Rp 2,960 juta. Karena kami menghitungnya benar dan surÂvei yang sesuai kebutuhan, maÂkanya tidak ada penolakan atau komplain,†katanya. (*)