ISTILAH deponering diadopsi dari khasanah hukum Belanda yang bisa dimaknai sebagai hak Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
BAMBANG SUDARSONO
Pemerhati Hukum dan HAM
DEPONERING merupakan pelaksanaan asas opportunitas yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatiÂÂkan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut. Badan – badan tersebut bisa meliputi lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikaÂÂtif. Asas opportunitas ini merumusÂÂkan, bahwa Penuntut Umum tidak wajib menuntut seseorang, sebagai pelaku tindak pidana, jika menurut pertimbangan akan merugikan keÂÂpentingan umum.
Dasar hukum atas ketentuan tersebut terdapat pada Pasal 35 huruf c UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang pada prinsipnya menegaskan bahwa salah satu tugas dan kewenangan Jaksa Agung adalah mengesampÂÂingkan perkara demi kepentingan umum. Kepentingan umum yang dimaksud dalam pasal di atas adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan maÂÂsyarakat luas. Jadi bukan kepentÂÂingan orang per orang maupun golongan. Oleh karena itu untuk mengeluarkan ketetapan ini diÂÂperlukan analisis hukum yang rinci dan mendalam.
Pada umumnya suatu perkara pidana bisa dihentikan karena tidak cukup alat bukti. Tetapi deÂÂponering yang ditetapkan oleh Jaksa Agung bukan karena tidak cukup alat bukti melainkan demi kepentingan umum, maka secara hukum deponering memang tiÂÂdak menghilangkan perkara poÂÂkok yang menjerat terdakwa. (*)