1. Memulai usaha: Awalnya 13 prosedur diubah menjadi 7 prose­dur. Waktu: 47 hari diubah menjadi 10 hari. Biaya R 6,8 juta sampai Rp 7,8 juta menjadi Rp 2,7 juta. Jumlah izin, dari 5 menjadi 3
  2. Perizinan pendirian bangunan: Sebelumnya 17 prosedur diubah jadi 14 prosedur. Waktunya 210 hari jadi 52 hari. Biaya Rp 86 juta menjadi Rp 70 juta. Jumlah izin, dari 4 menjadi 3
  3. Pendaftaran properti: Sebel­umnya ada 5 prosedur diubah men­jadi 3 prosedur. Waktunya dari 25 hari, menjadi 7 hari. Biaya, sebelum­nya 10,8% dari nilai properti, seka­rang menjadi 8,3% dari nilai properti. 4. Pembayaran pajak: Sebelumnya ada 54 kali pembayaran pajak yang harus dilakukan UKM, dipangkas menjadi 10 kali dengan sistem online
  4. Akses perkreditan: Sebelum­nya belum ada biro kredit swasta/ lembaga pengelola informasi per­kreditan. Sekarang, telah diterbitkan izin usaha kepada 2 biro kredit swas­ta/ lembaga pengeleola infiormasi perkreditan.
  5. Penegakan kontrak: sebelum­nya penyelesain gugatan sederhana belum diatur. Kemudian, waktu pe­nyelesaian perkara itu sampai 471 hari. Kini, di kebijakan yang baru ini diatur penyelesaian gugatan seder­hana, jumlah prosedur menjadi 8 dan 11 prosedur kalau ada banding. Penyelesaian perkara dari 471 hari, menjadi 28 hari, dan 38 hari kalau ada banding.
  6. Penyambungan listrik: sebel­umnya penyambungan itu butuh 5 prosedur, waktunya 80 hari, biaya SLO (Sertifikat Laik Operasi) Rp 17,5 per VA, biaya penyambungan Rp 969 per VA, serta uang jaminan langga­nan harus dalam bentuk tunai. Seka­rang, diubah prosedur cuma 4, wak­tunya 25 hari, biaya SLO Rp 15 per VA, biaya penyambungan Rp 775 per VA, serta uang jaminan langganan dapat menggunakan bank garansi.
  7. Perdagangan lintas negara: Se­belumnya offline, sekarang bisa on­line dengan menggunakan online moduluntuk pemberitahuan ekspor barang dan pemberitahuan impor barang. Selain itu, ada batas waktu penumpukan di pelabuhan paling lama 3 hari.
  8. Penyelesaian perkara kepaili­tan: Sebelumnya biaya kurator dihi­tung berdasarkan nilai harta debitur, dan waktu pemberesan 730 hari, re­covery cost 30%. Sekarang ini di aturan ini, biaya suidah diatur dan dihitung berdasarkan nilai utang, dan berdasarkan nilai pemberesan.
  9. Perlindungan terhadap in­vestor minoritas: Sebelumnya per­aturan ada tapi kurang sosialisasi. Sekarang diperluas sosialisasinya.

Menteri Koordinator Perekono­mian, Darmin Nasution menambah­kan, jadi secara total ada 94 prose­dur yang disederhanakan menjadi 49 prosedur. Jumlah izin dari 9 diubah jadi 6, jumlah hari untuk memulai usaha dari 1566 hari menjadi 132 hari. Kemudian, jumlah biaya sebelumnya itu 92,8 juta + 10,8% dari nilai prop­erti+17,5 per VA+969 per VA+30% dari nilai perkara, menjadi 72,7 juta+8,3% dari nilai properti+Rp 15 per VA+775 per VA. “Ini pokoknya kita sudah lakukan survei soal izin usaha dari mulai awal sampai akhir untuk UKM. Kebetulan survei di Jakarta dan Surabaya karena 2 daerah ini yang menjadi survei ease of doing busi­ness dari Bank Dunia,” kata Darmin. Penjabaran aturan ini, Dar­min mengatakan dituangkan dalam bentuk antara lain Peraturan Men­teri, Perpres, Peraturan Daerah. Seti­daknya, ada 16 peraturan yang sudah diterbitkan untuk mempermudah UKM memulai usaha. “Tinggal 2 aturan yang belum yaitu revisi PP no­mor 48 tahun 1994 tentang PPh, dan Perda tentang penurunan BPHTB,” tutup Darmin.

BACA JUGA :  Menu Makan Siang dengan Sup Ayam Kembang Tahu yang Simple dan Menggugah Selera

Menyikapi kebijakan anyar ini, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryadi Suka­mdani, paket kebijakan terkait listrik harus dibenahi lagi. “Kalau yang me­nyangkut mengenai paket. Sebagian sudah jalan sebagian lagi tidak jalan. Itu yang menurut saya tidak jalan itu masalah infrastruktur listrik. Itu ng­gak jalan, baik untuk mendorong investasi baru maupun penurunan tarif listrik, ternyata di lapangan ti­dak terjadi,” kata Haryadi ditemui di kantor Bank Indonesia (BI), Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (28/4/2016).

Menurutnya, implementasi per­cepatan pembangunan pembangkit dan infrastrukturnya justru kurang berjalan. “Jadi PT PLN ini mengalami suatu problem pembinaan sendiri. Jadi menurut saya perlu di-review bet­ul-betul direksinya. Kalau nggak bisa yah diganti saja,” ujar Haryadi.

Selain proyek percepatan 35.000 MW, kalangan pengusaha juga meni­lai tidak ada diskon tarif listrik sesuai harapan pengusaha. Insentif berupa diskon tarif listrik tidak benar-benar diterapkan PLN. “Bahkan yang kat­anya akan memberikan diskon juga tidak terjadi kan?,” tandasnya.

Haryadi melanjutkan, selain lis­trik, paket kebijakan lain yang di­tunggu pengusaha namun belum ses­uai harapan yakni penurunan harga gas dan BBM. Meski sempat terjadi penurunan, namun angkanya dinilai masih terlalu kecil. “Lalu di sektor lain juga lambat. Juga di bidang en­ergi terkait dengan penurunan tarif BBM harusnya turun lebih jauh, ter­masuk gas juga nggak berjalan ses­uai rencana. Turunnya kecil sekali,” pungkasnya.

Kalangan dunia usaha mengakui periode ekonomi pada 2015 lalu memang sangat mengkhawatirkan. Pemerintahan baru yang dipupuk dengan optimisme tinggi harus menghadapi tekanan yang bertubi-tubi. Gejolak ekonomi dunia dan pe­kerjaan rumah di dalam negeri yang terbengkalai sekian lama.

Ekonomi dunia melambat dan berpengaruh langsung terhadap kondisi dalam negeri. Dalam lima tahun terakhir Indonesia mampu re­alisasikan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, sekarang hanya 4,8%.

BACA JUGA :  Menu Bekal Simple dengan Ayam Tumis Saus Madu yang Lezat dengan Bumbu Meresap

Nilai tukar rupiah melemah ter­hadap dolar Amerika Serikat (AS). Seiring dengan kebijakan moneter AS, besarnya utang luar negeri dan tingginya impor. Sektor pertamban­gan dan perkebunan anjlok akibat merosotnya harga komoditas. Meski demikian, pengusaha optimis den­gan kondisi perekonomian Indonesia di 2016. “Di 2016 kita optimis. Kalau waktu di 2015 kita benar-benar mem­punyai banyak kekhawatiran. Kekha­watiran mata uang, ramai-ramai di pemerintahan, sehingga kita merasa tidak adanya harmonisasi antara du­nia usaha dengan pengambil kebi­jakan,” ujar Ketua Umum Kamar Da­gang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani Rosan, kemarin.

Pada 2016, sudah ada sedikit titik cerah yang terlihat. Perekonomian dunia mungkin masih melambat, akan tetapi sinergi antara Pemerin­tah Pusat, Dewan Perwakilan Raky­at (DPR), Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah tampak semakin mesra. Situasi ini bisa melahirkan berbagai kebijakan yang tepat. “Kami melihat sekarang bahwa pengambil kebijakan dan du­nia usaha arahnya sudah mulai berir­ingan. Kalau tadi saya liat ini yang menari gayo, yang nari dunia usaha yang gendang pemerintah. Jadi kalau gendangnya kencang kita narinya ikut kencang. Kalau gendang pelan kita ikut pelan. Yang kacau kalau yang gendang ikut nari,” paparnya.

Sudah ada setidaknya 11 paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah, dengan fokus uta­manya adalah deregulasi. Meskipun ada beberapa kebijakan yang belum sampai kepada tahap implementasi, namun arah perekonomian Indone­sia sudah terlihat lebih baik. Terbukti dengan persepsi investor dalam dan luar negeri. “Saya baru mendampingi Presiden Jokowi ke Eropa. Para pen­gusaha di sana dengan KADIN. Itu suatu hal yang positif. Melihat ke­bijakan pemerintah kita, BI kon­sisten. Karena konsistensi itu lebih utama, penting dari pada kebijakan yang swing-nya lebih besar. Itu buat ketidakpastian. Para investor jadi ng­gak jelas. Konsisten dan stabilitas jadi penting bagi pertumbuhan dan dunia usaha,” terang Rosan.

Pemerintah juga terus mem­perbaiki kemudahan berusaha di dalam negeri. Target dipasang pada peringkat kemudahan berusaha atau easy of doing bussiness, yang dirilis oleh Bank Dunia. Dari yang sekarang 109 menjadi 40 atau setida­knya mampu melewati Vietnam dan Thailand. “Presiden bilang ingin jadi 40. Iya Ini tantangan. Tapi political will-nya ada. Perbaikan dalam ease of doing business mestinya perusa­haan Indonesia juga jadi lebih baik,” tutupnya.(*)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================