JAKARTA, TODAY — Badan Koordinasi PenaÂnaman Modal (BKPM) melaporkan, nilai penÂanaman modal langsung di Indonesia selama tiga bulan pertama tahun ini sebesar Rp146,5 triliun, meningkat 17,6 persen dibandingkan realisasi kuartal I 2015 yang Rp124,6 triliun.
China masuk dalam lima besar negara asal investasi. Realisasi investasi China triwulan I-2016 mencapai USD 500 juta, naik 400% dibandÂingkan realisasi triwulan I-2015.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengat a kan, saat ini Negeri Tirai Bambu sedang gencar berinvestasi di luar negÂeri. “Kenaikan yang 400% ini kan sebenarnya lebih membuktikan bahwa investasinya lebih cepat dibandingkan realisasinya,†kata Franky di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (25/4/2016).
Franky menambahkan, China berinvestasi di banyak sektor inÂdustri tanah air, mulai dari pemÂbangunan smelter hingga pabrik semen di Papua. “Ada elektronik juga ada, industri perikanan ada pengalengan ikan juga ada. VariÂasinya jauh lebih banyak sekarang tidak hanya smelter, tapi memang kalau smelter itu kan nilai investaÂsinya besar,†ujarnya.
Selain China, ada empat negÂara lain yang banyak berinvestasi di Indonesia, yaitu Singapura (USD 2,9 miliar), Jepang (USD 1,6 milÂiar), Hong Kong (USD 0,5 miliar), dan Belanda (USD 300 juta).
Total investasi di tiga bulan pertama tahun ini tercatat Rp 146,5 triliun, meningkat 17,6% dari periode sama tahun sebelumÂnya yang sebesar Rp 124,6 triliun.
Franky mengatakan sebagian besar investasi disumbang dari sektor manufaktur yang menÂgambil porsi Rp101,4 triliun atau 69,21 persen dari total penanaÂman modal. Menurutnya, banyak proyek manufaktur bernilai besar yang dinilainya menjadi motor utama investasi kuartal I 2016. “Memang pada triwulan pertama, ada beberapa realisasi investasi industri pengolahan yang memiÂliki nilai besar, kami contohkan realisasi pabrik kertas di Banten dan Sumatera Selatan yang meÂmang kontribusinya cukup beÂsar,†jelas Franky di Jakarta, Senin (25/4/2016).
Karenanya, Fraknky mengaku tak heran jika realisasi investasi industri kertas menjadi penyumÂbang terbesar penanaman modal di sektor manufaktur, dengan nilai Rp 27,5 triliun atau 18,77 persen dari angka realisasi investasi kuarÂtal I. Penyumbang terbesar kedua investasi manufaktur adalah inÂdustri kimia dan farmasi yang menyumbang Rp 19 triliun; diiÂkuti oleh industri makanan dan minuman sebesar Rp 15,4 triliun; industri transportasi sebesar Rp 12,2 triliun; dan industri logam, mesin dan elektronik senilai Rp 11,8 triliun. “Kami lihat, realisasi ini juga biasanya pengeluaran perusahaan dalam bentuk angÂgaran bagi tenaga kerja atau beli tanah. Hal itu juga terlihat dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 327.170 tenaga kerja atau meninÂgkat dibandingkan tahun sebelÂumnya sebesar 315.229 orang,†ujarnya.
Seiring dengan itu, lanjut Franky, penyerapan tenaga kerja di luar Jawa sepanjang Januari-MaÂret turut meningkat 17,1 persen, dari 124.981 orang pada kuartal I 2015 menjadi 180.851 orang. KenÂdati demikian, penyerapan tenaga kerja di pulau Jawa justru menuÂrun 5 persen, dari 190.298 orang menjadi 180.850 tenaga kerja.
Melihat kondisi tersebut, Franky malah menilai positif karena ia menganggap realisasi investasi yang masuk lebih banÂyak mengarah ke industri padat modal.
Di samping itu, ia mengatakan realisasi investasi padat karya, yang selama ini berpusat di Jawa, juga tidak mengalami masalah karena nilainya juga meningkat. Karena menurut data yang dimilÂikinya, realisasi investasi padat karya kuartal I tahun ini meningkat 39 persen dari Rp 14,49 triliun ke angka Rp 20,21 triliun di periode yang sama tahun ini.
“Hal ini juga mengindikasikan adanya peningkatan realisasi inÂvestasi di luar Jawa, kami menilai hal itu sangat baik sepanjang meÂmang ada tren yang mengarah ke situ,†tuturnya.
(Yuska Apitya/dtkf)