SEMBARI menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal Laporan Keuangan Daerah (LKD), DPRD Kabupaten Bogor meminta Bupati Nurhayanti segera membenahi sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pasalnya, pengendapan tercatat masih di angka Rp 162,6 miliar belum ditambah piutang PBB serta BPHTB.
Oleh : RISHAD NOVIANSYAH
[email protected]
PAD Kabupaten Bogor 2015 dari bidang paÂjak mengalami penuÂrunan sangat besar dibandingkan tahun 2014. Dana yang mengendap mencapai Rp 162,6 miliar,†kata Ketua Fraksi Restorasi KebangÂsaan, Edwin Sumarga kemarin.

Pengendapan pajak itu diteÂmukan setelah fraksi gabungan antara Partai Nasdem dengan PKB itu menghitung secara kriÂtis. Hasilnya, PAD dari pajak menurun hingga Rp 162,6 miliar daripada tahun sebelumnya.
Pada 2014, retribusi pajak mencapai Rp 451,9 miliar. SedanÂgkan tahun 2015 hanya Rp 289,3 miliar. Maka itu, semua data WaÂjib Pajak harus diketahui oleh anggota dewan dan masyarakat, agar validitas dan kredibilitas data perpajakan yang disajikan Pemkab Bogor lebih terjamin.
“Fraksi Restorasi Kebangsaan mendesak pihak Inspektorat untuk menelusuri turunnya pendapatan dari retribusi paÂjak, serta merekomendasikan kepada pimpinan DPRD unÂtuk memanggil kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) untuk memberikan penjelasan perihal turunnya pendapatan dari retribusi pajak tersebut,†tegas ketua DPC PKB Kabupaten Bogor tersebut.
Selain pengendapan pajak, Fraksi Restorasi Kebangsaan juga menyoal kejanggalan peÂnyerapan anggaran. Pasalnya, pada 10 bulan pertama, rata-rata penyerapan anggaran per bulan hanya Rp 364,8 miliar. Sedangkan penyerapan pada bulan November dan Desember mencapai Rp 1,8 triliun atau naik hingga nyaris tiga kali lipat dari rata-rata penyerapan pada kuÂrun 10 bulan.
Sorotan Fraksi Restorasi KeÂbangsaan juga ditujukan pada persoalan penyembunyian data Rata-rata Lama Sekolah (RLS) 9 tahun dan Angka Harapan HidÂup (AHH) 70-80 tahun. “Bupati Bogor tidak menyajikan data RLS dan AHH dalam LPJ yang disampaikan dengan alasan alat ukur baru belum keluar. KalauÂpun metode penghitungan baru belum dikeluarkan, harusnya Pemkab Bogor menggunakan alat ukur sebelumnya. Belum keÂluarnya cara penghitungan baru tidak bisa dijadikan sebagai alibi untuk menyembunyikan data pencapaian realisasi RLS dan AHH. Bagaimana mungkin kita bisa mengukur pencapaian pada kedua bidang ini kalau datanya dirahasiakan/ disembunyikan?,†imbuh Edwin.
Sekretaris Fraksi Restorasi Kebangsaan, Hendra Budiman juga mempertanyakan lemahnÂya kinerja Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP). Pasalnya penyerapan dinas ini paling renÂdah. Dari anggaran Rp Rp 961 miliar yang terserap hanya Rp 609 miliar atau skitar 63 persen. Selebihnya Rp 352 miliar dimaÂsukkan SILPA 2015.
“SILPA paling ironis terjadi di DBMP. Pada saat banyak jalan dan saluran irigasi pertanian di sebagian besar penjuru KabuÂpaten Bogor mengalami keruÂsakan parah, penyerapan dinas terkait justru sangat rendah. Jadi jalan-jalan rusak tidak diperbaiki bukan karena tidak ada angÂgaran, melainkan kinerja yang lamban,†kata Hendra.