RENCANA Pemerintah Pusat mengeliminasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) malas dikebut. PNS bisa ‘dipecat’ dalam bentuk pemberhentian masa kerja sebelum waktu pensiunnya datang alias pensiun dini. Seperti apa regulasi dan mekanismenya?

YUSKA APITYA AJI
[email protected]

Kementerian Pendaya­gunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) ten­gah menyiapkan aturan untuk melakukan penataan terha­dap PNS.

Kepala Biro Hukum, Komuni­kasi dan Informasi Publik Kement­erian PANRB, Herman Suryatman, menjelaskan, tidak sembarang PNS bisa dipecat. Kementerian terlebih dahulu melakukan penilaian, lalu mengelompokkan PNS, baru ditan­gani sesuai kelompok kinerjanya.

Kelompok pertama adalah PNS dengan kompetensi dan kinerja tinggi. “Mereka tentu akan dipertahankan bahkan mendapat promosi kenai­kan jabatan,” kata Herman, Kamis (26/5/2016).

PNS kelompok kedua adalah mere­ka yang berkinerja tinggi, namun diang­gap tidak kompeten di bidangnya. Bisa karena tingkat pendidikan yang kurang, atau karena latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan tugas yang diemban. “PNS yang masuk golongan ini akan diberi diklat dan pelatihan agar kompetensinya sesuai. Bisa juga diseko­lahkan lagi,” sambung dia.

Kelompok ketiga adalah PNS yang berkompeten di bidangnya namun memiliki kinerja yang buruk. Herman memberi contoh, PNS yang berkompe­ten tetapi tak pernah mencapai target kerja yang diberikan atasannya. “Yang seperti ini ada banyak faktor, misalnya tidak cocok dengan atasan atau ling­kungan kerjanya. Nah, mereka akan dimutasi atau dipindahkan ke bagian lain,” jelas Herman.

Terakhir adalah PNS yang tak berkompeten dan tak berkinerja. Dis­adari, longgarnya proses penerimaan PNS di masa lalu memang menjadi celah masuknya tenaga kerja yang tak berkompeten.

Dalam roadmap rasionalisasi PNS, ada sekitar 1,9 juta PNS atau sekitar 42% dari total jumlah PNS saat ini yang 4,517 juta masuk dalam radar rasionalisasi dan bisa berujung pada ‘pemecatan’.

BACA JUGA :  Menu Makan Malam dengan Udang Goreng Bawang Putih ala Restoran yang Gurih dan Harum

Dari 1,9 juta PNS tersebut, keban­yakan adalah pejabat fungsional. Pada­hal, saat ini pemerintah lebih membu­tuhkan tenaga teknis terampil seperti guru, medis, dan paramedis yang jum­lahnya masih terbatas.

Berdasarkan catatan Kementerian PAN RB, jumlah PNS di Indonesia saat ini mencapai 4,517 juta yang terdiri atas guru 32%, medis 0,7%, paramedis 6%, dan yang paling banyak adalah pejabat fungsional mencapai 42%.

Rasionalisasi akan dilakukan ber­tahap selama empat tahun, sehingga pada 2019 jumlah PNS menjadi 3,5 juta dari 4,517 juta pegawai.

Seiring berjalannya waktu, tak se­dikit yang terus mengasah keterampi­lan, namun tak sedikit pula PNS yang justru terlena berada di zona nyaman sehingga tak berupaya menunjukkan kinerja terbaik meskipun sadar kom­petensinya baik secara pendidikan maupun keterampilannya pun minim. “Kalau sudah diberikan pelatihan dan tetap nggak berkinerja, apa boleh buat. Mereka akan kena rasionalisasi. Bisa sampai pensiun dini. Kami akan minta data dari semua BKD (Badan Kepega­waian Daerah),” kata dia.

Lantas, siapa yang menilai? “Atasannya langsung, dan atasan di atas atasannya. Jadi semacam penilaian berjenjang,” kata Herman.

Kementerian menyadari, dalam proses penilaian rentan terjadi pe­nilaian yang tidak sesuai, lantaran pemberian nilai didasarkan atas dasar suka tidak suka.

Untuk itu, dalam aturan yang ten­gah dimatangkan, akan dibuat struk­tur penilaian yang lebih adil. “Untuk mengukur kinerja, ada instrumennya. Tidak bisa atasan langsung bilang dia (PNS) tidak berkinerja, dia berkinerja. Kalau tidak ada tolok ukur, nanti atasan tidak senang bisa bilang bawahannya tak berkinerja,” kata dia.

BACA JUGA :  Simak Ini untuk Tips Awet Muda, Salah Satunya Tidak Sarapan?

Lantas, bagaimana nasib PNS yang dipensiunkan dini? Herman Suryat­man menjelaskan, ada hak-hak yang akan diterima PNS yang bersangkutan. “PNS yang kena rasionalisasi akan diberi pesangon. Jadi negara harus memikir­kan hak-hak tenaga kerja. Dalam un­dang-undnag kepegawaian juga sudah diatur. Kalau pun diberhentikan, mereka tetap harus diberikan haknya agar bisa menyambung hidup,” ujar Herman.

Dalam usulan Kementerian PAN-RB, pesangon akan diberikan secara seka­ligus, dan tidak dicicil. Pertimbangan­nya, pemerintah berharap uang pesan­gon tersebut bisa dijadikan modal kerja yang bersangkutan untuk berwirausaha.

Catatan Kementerian Keuangan, alokasi belanja pegawai dalam Ang­garan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memang selalu mengalami ke­naikan setiap tahunnya.

Hal tersebut tercermin dalam pos­tur APBN 2015 yang alokasi belanja pegawainya mencapai Rp 292 triliun. Bila dibandingkan dengan alokasi APBN-P 2014 yang sebesar Rp 262,98 triliun, maka ada kenaikan sekitar 11% untuk nilai belanja pegawai yang dialo­kasikan pemerintah.

Hal ini terjadi sebagai konsekuensi dari kenaikan gaji seiring kenaikan pan­gkat PNS itu sendiri. Selain kenaikan gaji karena kenaikan pangkat, rutin hampir setiap tahun PNS selalu men­galami kenaikan gaji, kurang lebih seki­tar 6% per tahun.

Baru di tahun 2016, PNS tidak men­galami kenaikan gaji. Itu pun dikom­pensasi dalam bentuk pemberian gaji ke-14 alias THR yang besarnya menca­pai 1 kali gaji pokok. Selain itu adanya pensiunan, PNS yang tak lagi berkon­tribusi pada negara namun biaya pen­siunnya tetap menjadi tanggungan dan beban negara. (*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================