MACAN tutul Jawa (Panthera Pardus Melas) nyaris punah. Di habitanya, di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Jawa Barat, kini tersisa 32 ekor lagi.
YUSKA APITYA AJI
[email protected]
Data dari pemantauÂan terakhir macan tutul tinggal 32 ekor lagi,†kata Kepala Seksi Perencanaan PerlindunÂgan dan Pengawasan Balai Besar TNGGP, Aden Mahayar di Bogor, Jumat (27/5/2016).
Hal itu diungkapkan Aden di sela menÂjamu rombongan field trip dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam
rangka 8 tahun Indogreen Forestry and EnÂvironment Expo 2016.
Macan tutul merupakan raja hutan yang penting untuk melindungi ekosistem di Gunung Gede Pangrango. Jika mereka punah maka hutan itu bisa kehilangan roh. “Macan tutul memang satwa andalan di sini di samping ekosistem lainnya,†tukas Aden.
Berkurangnya populasi macan tutul salah satunya akibat tingginya perburuan di masa lalu. Maka, untuk mengantisipasi macan tutul jawa dari kepunahan, TNGGP meningkatkan pengawasan. “Salah satunya adalah dengan pemantauan menggunakan kamera pengintai,†ujar Aden.
Selain itu pihaknya juga meningkatkan patroli polisi hutan, sosialisasi ke masyaraÂkat untuk berpartisipasi menjaga habitat harimau serta pembatasan bagi pendaki yang ingin naik ke Gunung Gede Pangrango.
Tingginya minat masyarakat mendaki Gunung Gede Pangrango diakui bisa mengÂgusik kenyamanan satwa dan berpotensi terganggunya ekosistem. “Sekarang makanÂya mulai kita batasi (pendaki) sehari hanya 600 orang,†ujarnya.
Habitat Rusak
Leopard (Panthera Pardus) atau biasa dikenal sebagai macan tutul merupakan yang terkecil dari spesies kucing besar (sinÂga, harimau, dan jaguar). Ia ditemukan di berbagai habitat berbeda di seluruh Afrika sub-Sahara dan Asia selatan.
Menurut analisis genetik, sembilan subÂspesies dari spesies yang dikenali di antaÂranya adalah Panthera pardus pardus, P. p. Nimr, P. p. saxicolor, P. p. melas, P. p. kotiya, P. p. fusca, P. p. delacourii, P. p. japonensis dan P. p. orientalis.
Macan tutul merupakan kucing kekar dengan bentuk yang sangat elegan. Para macan tutul jantan memiliki massa tubuh berkisar antara 31 – 65 kg dengan panjang 1,6 – 2,3 m, sedangkan pada betina massa berkisar 17 – 58 kg, dan panjang 1,7 – 1,9 m.
Mereka berburu baik di atas tanah atau memanjat di pepohonan. Macan tutul juga merupaka pemanjat yang baik, mereka menghabiskan sebagian besar siang hari beristirahat di bawah naungan cabang di pohon atau di bawah batu yang terlindung.
Penelitian terbaru yang diterbitkan online dalam jurnal PeerJ, menemukan bahwa macan tutul secara historis tersebar dalam rentang 35 juta sq.km di seluruh AfÂrika, Timur Tengah dan Asia. Namun, saat ini rentang habitat mereka justru terbatas menjadi hanya 8,5 juta sq.km.
Penulis utama makalah, Dr Andrew JaÂcobson, dari ZSL Institut Zoologi, Universitas College London dan National Geographic Society Big Cats Initiative, bersama rekan-rekannya menganalisis 6.000 catatan lebih dari 1.300 sumber sejarah persebaran maÂcan tutul dan persebaran saat ini.
Hasil ini menguatkan kecurigaan para konservasionis bahwa walaupun seluruh spesies belum masuk sebagai satwa teranÂcam seperti beberapa kucing besar lainnya, macan tutul menghadapi banyak ancaman di alam liar, dan tiga subspesies sudah hamÂpir sepenuhnya punah.
“Macan tutul adalah hewan yang terÂkenal sulit untuk dipahami, inilah kemungÂkinan alasan penurunannya begitu lama diakui global,†kata Dr. Jacobson, kemarin.
“Studi ini merupakan yang pertama dari jenisnya untuk menilai status macan tutul di seluruh dunia dan semua sembilan subÂspesiesnya. Hasil kami menantang asumsi konvensional di banyak daerah yang meÂnyatakan bahwa macan tutul relatif melimÂpah dan tidak terancam,†tambahnya.
Penelitian ini menemukan bahwa seÂmentara macan tutul Afrika menghadapi ancaman yang cukup besar, terutama di AfÂrika Utara dan Barat, macan tutul juga hamÂpir sepenuhnya menghilang dari beberapa daerah di Asia, termasuk di antaranya di SeÂmenanjung Arab, bekas kawasan Cina dan Asia Tenggara.
Pemandangan Indah
Gunung Gede Pangrango memiliki daya pikat luar biasa, terutama menjadi pemanÂdangan indah dan megah khususnya bagi warga Jawa Barat. Banyak yang ingin meÂnikmati keindahan itu tak hanya dari jauh, namun dengan ‘menjamahnya’ langsung.
Peraturan pembatasan kuota 600 penÂdaki per hari pun telah diterapkan agar meÂminimalkan kerusakan yang ditimbulkan. Baik oleh mereka yang mendaki karena hobi maupun karena kepentingan penelitian.
Semilir angin khas pegunungan meÂnyambut kedatangan pengunjung maupun calon pendaki begitu tiba di kaki gunung. Pendaki terlebih dahulu melakukan regisÂtrasi dan pembayaran di area Taman NaÂsional Gede Pangrango sekitar Rp 30 ribu sebelum melakukan pendakian.
Tak hanya itu, barang bawaan mereka juga akan dicatat. Terutama yang nantinya akan menjadi sampah, seperti botol minum plastik atau bungkus makanan. Sanksi eduÂkatif akan diterapkan jika nekat meninggalÂkan sampah di tubuh gunung yang terletak di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi itu.
Tak hanya soal kebersihan, jangan ruÂsak juga Gunung Gede Pangrango dengan menggembosi keanekaragaman hayati di dalamnya. Petugas Taman Nasional Gede Pangrango mengeluhkan masih banyaknya warga yang kerap menangkap burung-buÂrung yang hidup bebas di kawasan peguÂnungan ini.
“Jadi mereka (pencuri burung) memaÂsang pancing dan menggunakan burung pemancing. Masih banyak itu terutama di daerah Sukabumi,†kata Kepala Seksi PerenÂcanaan Perlindungan dan Pengawetan (P3) TN Gunung Gede Pangrango Aden Mahyar, saat ditemui di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Jumat (27/5/2016). (*)
Bagi Halaman