Di tengah panasnya rencana pemberhentian massal 1,9 juta PNS yang tidak produktif, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merevisi aturan gratifikasi. Lembaga anti rasuah ini memperluas wilayah gratifikasi. Bentuknya mulai dari tiket perjalanan dinas sampai larangan pemberian diskon bagi PNS.
YUSKA APITYA AJI
[email protected]
Ketua KPK, Agus Rahardjo mengungkapkan, korupsi terjadi bisa karena suap, gratifikasi, dan lainÂnya. Saat ini, batas maksimal pemÂberian gratifikasi yang diperbolehÂkan kepada PNS hanya Rp 1 juta. Sedangkan di luar negeri, pemberlakuannya senilai USD 50 atau sekitar Rp 675 ribu (kurs Rp 13.500 per dolar AS). “Kalau di atas ketentuan itu, berarti suap,†tegas Agus saat menggelar seminar di Hotel Bidakara, Jakarta, Minggu (29/5/2016).

Menurut Agus, jika reformasi biÂrokrasi berjalan tuntas, hal-hal semaÂcam gratifikasi dan korupsi bisa diÂhindari. Tapi jangan diskriminatif juga pemberlakuan reformasinya. Kalau sama-sama bekerja sebagai sopir antara Kementerian satu dengan yang lain harus sama gajinya, supaya menghindari korupsi, kolusi, dan nepotisme. ‘’Ini point baru yang kami matangkan yakni modus pemberian hadiah dalam event, terutama ulang tahun,†jelasnya.
KPK, sambungnya, sudah meratifiÂkasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) melalui Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006. Di mana KPK perlu menangani praktik koÂrupsi di kalangan swasta. Alasan Agus, pihak swasta saat ini masih belum tersentuh penelusuran KPK sehingga praktik korupsi menjadi masif.
“Banyak praktik korupsi di peruÂsahaan, misalnya pembukuan keuanÂgan bisa dobel, saat ketemu bankir, laporannya beda, dan dengan pemilik saham pun beda. Itu adalah tindak pidana korupsi yang harus ditertibkan. Tapi kita punya aturan pelaksanaan UU Nomor 7/2006 yang bisa diimplemenÂtasikan, kita juga sedang bekerja memÂbangun sistem karena untuk bangsa yang lebih baik ke depan,†terang Agus.
Terpisah, Gubernur Jawa Barat AhÂmad Heryawan menegaskan bahwa pegawai negeri sipil bukan posisi yang tak tersentuh. Melanggar aturan, dirinÂya tak segan-segan untuk memecatnya.
“Belum lama ini, ada PNS yang boÂlos sampai 46 hari. Bolos sebanyak itu. Ya sudah, tak ada pilihan lain selain memberhentikannya secara tidak horÂmat,†katanya, kemarin.
Dia mengaku heran dengan keÂnyataan tersebut. Pasalnya, kondisi itu tak pernah diduga sebelumnya. Bagi Heryawan, PNS semacam itu tergolong nekat.
“Entah normal atau tidak, dia melakukannya dengan penuh kesadaÂran karena saya khawatir itu dilakukan dengan kondisi tak sadar karena iming-iming hal-hal tak berguna,†tandasnya.
Heryawan pun kemudian menyÂoroti kasus narkoba yang marak beÂlakangan ini. Dia khawatir dengan keberadaannya yang berpotensi menÂganggu hingga ke semua lapisan maÂsyarakat termasuk PNS.
Karena itu pula, dia mengundang BNN untuk melakukan tes narkoba terÂhadap anak buahnya termasuk 200 peÂjabat utama eselon. Heryawan tak ingin mereka bermasalah.
“Memang ada yang deg-degan, mungkin takut dosa, dan takut keÂtahuan, tapi ternyata hasilnya negatif semua. Karena itu, saya minta dan terÂmasuk PNS yang baru diangkat untuk fokus berkerja keras dalam mengabdi melayani masyarakat,†jelasnya.