INDONESIA kembali menangis setelah seekor gajah bernama Yani dikabarkan mati di kebun binatang bandung. Matinya gajah Yani tersebut mencirikan bahwa manusia belum sukses menjalin hubungan baik dengan hewan. Disini nampak manusia sebagai musuh hewan. Padahal hubungan yang paling rusak kini yaitu hubungan manusia dan lingkungan hidup.
Oleh: Bahagia, SP., MSc. S3
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB,
Dosen Tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor
Nampak kini pemÂbunuh hewan dan perusak habitat heÂwan melarikan diri dari tanggungjawab. Meski ia tahu itu salah dan sulit nampaknya hubungan ini diperÂbaiki. Setidaknya ada beberapa hal masalah manusia dan satwa.
Pertama, manusia merusak dan membakar hutan kemudian hewan-hewan itu harus ikut terÂbakar dan punah. Ada juga yang berpindah tempat. Kedua, hutan sebagai habitat hewan dialihkan fungsinya menjadi kebun sawit sehingga banyak satwa yang terÂlantar, mati, kelaparan, dan bahÂkan punah. Ketiga, perburuan heÂwan. Perburuan hewan termasuk mengambilnya untuk didagangÂkan dan mengambilnya untuk dipelihara dikebun binatang. Ada juga perburuan untuk mengamÂbil bagian tertentu satwa liar baik kulit, bulu, dan bagian tertentu. Akhirnya daftar kejahatan tenÂtang hewan semakin meluas. Kini pusat kezaliman pada hewan itu ada dikebun binatang.
Disini nampak kebun binaÂtang bukan lagi tempat yang layak bagi satwa. Hewan-hewan banyak yang kurus, sakit, dan bahkan tidak dapat makanan menjadi realita pada kebun binaÂtang. Hewan liar yang ditangkap kemudian dimasukkan pada keÂbun binatang sama artinya mengÂhilangkan kearifan hewan. HeÂwan pada dasarnya mempunyai kecapakan skill yang akan hilang jika tidak dilatih. Hewan kehilanÂgan skill karena hewan itu tidak berjuang lagi dialam bebas untuk dapat makanan yang diinginkan. Hewan menjadi peminta-minta dikebun binatang. Saat hewan itu dilepas dialam bebas maka heÂwan itu terancam mati.
Hewan tidak mampu berÂjuang dengan hewan yang lain dialam untuk bersaing dalam mengambil makanan dihutan. Kedua, hewan yang dikebun biÂnatang pada umumnya dirantai jika ia gajah karena khawatir akan lepas. Dengan cara ini kita menyiksa hewan itu. Ia tidak bebas menentukan habitat yang layak untuknya. Ketiga, hewan dikebun binatang tidak pernah ia inginkan tinggal disana. Semua hewan liar itu selalu mencari jalan keluar untuk pergi. Jika ia burung maka setiap saat mencari celah untuk keluar. Jika ia macan juga sama, jika ia gajah maka ia akan memaksa untuk pergi. KeÂempat, hewan buas mempunyai fungsi-fungsi dialam.
Saat hewan-hewan itu ditangÂkap. Misalkan gajah maka fungsi gajah untuk menstabilkan ekoÂsistem terhenti. Gajah mempunÂyai kotoran yang banyak, dengan kotoran itu secara langsung dapat mempertahankan siklus unsur hara. Berkurangnya peran gajah pada ekosistem hutan menyebabÂkan gersangnya tanah jangka panÂjang. Mengapa demikian karena terhentinya fungsi gajah dialam. Ditambah lagi dengan gersangnya tanah karena erosi permukaan yang mengikis lapisan tanah subur. Satu sisi fungsi gajah tidak bisa terÂgantikan dengan fungsi hewan yang lain. Fakta yang terjadi bukan hanya gajah yang punah namun banyak hewan lain yang punah.
Secara bersama-sama heÂwan-hewan itu menyelamatkan ekologis dari kerusakan. Fakta itu membuktikan bahwa hewan tidak layak untuk dikurung oleh manusia. Mengapa manusia mengurungnya dan merantainya. Alasan untuk menyelamatkan heÂwan bukanlah hal yang benar. Hal yang benar yaitu jika hewan itu harus ditangkarkan maka tidak lama kemudian harus dilepasÂkan. Misalkan saat kebakaran asap maka hewan harus diselaÂmatkan namun setelah itu hewan harus dilepaskan kembali. Itu artinya pemerintah bukan memÂbuat hewan dikebun binatang hidup pada kondisi yang ditekan. Kemudian dijadikan sebagai tonÂtonan. Alasan kebun binatang seÂbagai tempat pendidikan ekologis harus diberhentikan ide itu.
Anak-anak tidak perlu unÂtuk melihat-lihat hewan dikebun binatang sebab akan terbentuk pola pikir yang salah. Cara pendiÂdikan seperti ini membuat anak makin tidak bermoral. Dengan cara tadi justru orang tua memÂbuat anak-anak tidak mengangÂgap kebun binatang salah. Tidak salah mengurung burung dan tiÂdak salah untuk merantai hewan. Bahkan tidak salah untuk memÂbuat hewan kurus dan lapar. BeÂsar kemungkinan anak-anak yang tumbuh dengan melihat kondisi itu akan berperilaku seperti apa yang dia lihat. Akhirnya kejaÂhatan terhadap hewan tidak bisa dihentikan.
Anak-anak yang pernah meÂlihat pastinya ia akan memperÂmainkan hewan dalam hidupnya. Bahkan anak-anak akan senang untuk memelihara burung. Satu sisi kita ingin anak berperilaku baik terhadap alam. Sisi yang lain kita menampakkan pula bahwa perilaku jahat harus dilakukan. Sangat kacau ketika manusia jusÂtru menganggap hal itu perilaku yang baik. Padahal dengan maÂnusia mengurung hewan dan lain sebagainya membuat dirinya benar-benar menyalahi aturan. Pada dasarnya hewan tadi sedang bertasbih kepada Tuhan dengan cara tidak melawan perintah.
Pemikiran yang salah juga saat alasan agar manusia dekat hewan, anak-anak tahu jenis-jenis binatang tertentu dan lain sebagainya. Ide itu harus dihentiÂkan. Justru dengan perilaku salah tadi bagaimana memperbaiki hubungan manusia dengan lingÂkungan hidup. Kedepannya kesÂalahan berpikir tadi harus diberÂhentikan. Yang harus dilakukan yaitu memperbaiki ekosistem atau habitat hewan. Saat hutan dialihkan menjadi kebun sawit maka hewan ini lagi-lagi menjadi korban ganasnya perilaku maÂnusia. Dengan mengubah lahan hutan menjadi lahan kebun buÂkankah kita telah mempersempit rumahnya hewan kita menguranÂgi jumlah makanannya.
Mengapa kita egois dan tiÂdak mau membiarkan hewan ini hidup. Dilihat-lihat dikebun binatang, kemudian memberÂinya makan dengan sedikit. Kita belum sadar jika kita dirantai seperti gajah maka bagaimana perasaan kita sebagai manusia. Untuk itu ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, jika harus hewan dimasukkan di keÂbun binatang maka usahakanlah habitatnya alami dan kemudian jadikan kebun binatang. Bukan kebun binatang yang dibuat maÂnusia dimana dipenuhi dengan kandang-kandang. Kemudian hewan dipaksa untuk masuk keÂdalam penjara manusia itu.
Jika kita mendukung kebun binatang yang seperti itu maka sama artinya kita telah zalim kepaÂda hewan-hewan satwa. Kita tahu itu salah, kita pula yang mendungÂkungnya. Kedua, usahakan untuk menghentikan kerusakan hutan. Kerusakan hutan pada umumnya karena alihfungsi kebun sawit. Dengan fakta tadi kebun sawit perlu dihentikan dan cukup denÂgan kebun sawit yang sekarang. Kedepannya tidak memperluas kebun sawit tetapi usahakan unÂtuk meningkatkan inovasi seperti pupuk dan benih sawit.
Dengan benih yang lebih ungÂgul diharapkan dapat meningkatÂkan produksi sawit. Hal ini akan menyelamatkan satwa liar dari keÂpunahan. Hewan tetap dapat habiÂtat atau rumah yang luas untuk berkembang biak sehingga tidak perlu mati terbunuh dikebun binaÂtang. Terakhir, hukum tegas dan pastikan siapa saja yang bunuh hewan harus dipenjara dan diÂdenda. Ada unsur kesengajaan jika kematian satwa karena kebakaran hutan dan perburuan. Berikan juga hukuman yang jelas kepada manusia yang lalai sehingga tidak ada lagi yang berani melakukan kejahatan kepada hewan. (*)
Bagi Halaman