JAKARTA, TODAY—Isu keÂbangkitan komunisme kian panas. Para keturunan tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) terus mendesak pemerintah agar meminta maaf atas perisÂtiwa 1965. Sementara masyaraÂkat anti komunis kian gencar melakukan penolakan.
Namun, Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan meÂminta ormas tidak bertindak represif dalam memberantas komunisme. Luhut menyebut Indonesia menjunjung tinggi sistem demokrasi, sehingga tiÂdak bisa sembarangan meninÂdak begitu saja.
“Kekerasan enggak boleh. Misalnya ada baju-baju tulisan PKI, ya kita juga enggak boleh represif karena nanti orang luar lihat kita, mereka bilang kita kan negara demokrasi tapi kok malah jadi otoriter,†ujar Luhut di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (30/5/2016).
Luhut juga meminta kepaÂda seluruh ormas di Indonesia untuk tidak melakukan aksi sweeping terkait paham komuÂnis. Sebab hal itu tidak diberÂnarkan hukum. “Enggak boleh sweeping. Sekarang kita tegas itu enggak boleh.
Di Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 juga sudah dibilang bukan hanya komunis tapi ormas yang enggak berideÂologi Pancasila pada waktunya akan kita tertibkan,†tegasnya.
“Jadi sweeping enggak boleh. KeÂkerasan enggak boleh. Di TR Kapolri sudah ada dan sudah jelas, jadi enggak boleh tuh. Kita harus mengarahkannya dengan cantik,†tutup Luhut.
Sebelumnya, ribuan anggota gabunÂgan berbagai organisasi masyarakat (orÂmas) berunjuk rasa di Balai Kota SukaÂbumi, Jawa Barat, sekira pukul 10.30 WIB. Mereka mengenakan seragam masing-masing organisasi dan memÂbawa poster atau tulisan berisi menolak paham komunis.
Ada beberapa poin yang disampaiÂkan perwakilan massa ormas. Di anÂtaranya menolak dan siap perang terÂhadap paham dan organisasi komunis. Pemerintah juga harus lebih tegas dan waspada terhadap bahaya laten komuÂnis dan organisasinya.
Simposium Bela Pancasila
Sementara itu, di Jakarta simposium nasional akan kembali digelar atas reÂspons isu kebangkitan PKI. Tema yang diusung dalam simposium ini adalah “Mengamankan Pancasila dari Bahaya PKI dan Ideologi Lainâ€.
Ketua pelaksana acara, Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri mengatakan bahwa simposium ini bertujuan menyÂelamatkan Pancasila dan NKRI. Hal ini diucapkannya di konferensi pers SimpoÂsium dan Apel Akbar yang dilaksanakan di Dewan Dakwah Indonesia, Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat.
“Inti dari simposium ini ialah menyÂelamatkan Pancasila dan NKRI dari paÂham yang tidak jelas itu. Yang penting, seluruh komponen bangsa meningkatÂkan kewaspadaan terhadap ancaman-ancaman Pancasila, yang ingin mengÂgangu pembangunan nasional. Kedua, perlunya mengangkat kembali pendidiÂkan Pancasila baik formal, informal dan nonformal,†ujar Kiki, Senin (30/5/2016).
Kiki melanjutkan, ide simposium ini berangkat dari keprihatinan atas memusarnya Pancasila sebagai ideologi negara. Ia melihat, belakangan waktu muncul fenomena kebangkitan PKI.
Hal itu ditandai dengan adanya beÂberapa festival, maraknya penggunaan atribut palu arit, adanya petisi untuk menghancurkan Monumen Pancasila Sakti oleh Shinta Miranda dan adanya kelompok yang menyanyikan lagu “GenÂjer-Genjer†pada festival sastra di TIM.
Simposium ini akan digelar pada 1-2 Juni nanti, bertempat di Balai Kartini, Jakarta Selatan. Kiki mengaku juga akan turut mengundang pihak yang sebelumÂnya sudah menggelar Simposium PenyÂelesaian Tragedi ‘65 yang sevelumnya sudah dilakukan. “Nanti Kontras akan diundang, Imparsial diundang, Agus WiÂdjojo diundang, YPKP juga. Bejo Untung juga. Kita lihat, mereka akan datang juga,†ujar Kiki.
Simposium ini akan digelar dengan membahas PKI dalam lima aspek, yaitu ideologi, kesejarahan, agama dan konÂstitusi. Seperti simposium sebelumnya, pada simposium ini akan dihasilkan satu rekomendasi.
Nantinya rekomendasikan tersebut akan dibahas kembali dengan rekomenÂdasi yang sudah dihasilkan sebelumnya. “Waktu Pak Luhut datang ke PPAD (PerÂsatuan Pernawirawan Angkatan Darat), kita usulkan untuk ditahan dulu hasil simÂposium yang kemarin. Nanti digabungÂkan dengan rekomendasi ini. Panitia suÂdah siap untuk duduk bersama berdialog untuk finalisasi rekomendasi,†ujar Kiki.
Setelah simposium selesai digelar, pihak yang terlibat dalam acara ini akan menggelar Apel Siaga Nasional pada JuÂmat (3/6) siang bertempat di Monumen Nasional, Jakarta. Pihak yang terlibat dalam rangkaian acara ini dipelopori oleh Gerakan Bela Negara, berbagai ormas berlandaskan Pancasila, ormas Islam dan berbagai organisasi purnawiÂrawan TNI-Polri.
Dalam Simposium Membedah TrageÂdi 1965 yang digelar pada medio April lalu, disampaikan adanya kuburan masÂsal yang tersebar di Indonesia. Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) ‘65 kemudian menyampaikan data seÂmentara sudah ditemukan 122 titik kuÂburan massal.
Kemudian YPKP ‘65 mulai bergerak mengumpulkan data dari kuburan massal yang tersebar tersebut. Pemerintah, meÂlalui Menko Polhukam sendiri ingin menÂgetahui jumlah pasti korban tragedi 65.
Namun, wacana pembongkaran kuburan korban tragedi ‘65 mendapatÂkan tentangan dari kalangan masyaraÂkat. Letjen TNI Purn Kiki Syahnakri menyatakan penolakannya. Ia berÂpendapat, wacana ini dapat memicu konflik sosial. “Lalu ada rekomendasi dari simposium kemarin, untuk memÂbongkar kuburan. Ini sangat berbahaya, bisa memicu konflik horizontal. Justru simposium ini untuk meredam konflik seperti itu,†ujar Kiki.
Sebanyak 70 organisasi akan turut serta dalam simposium nasional berÂtema “Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lainâ€. Kiki mengatakan, simposium yang akan digelar ini dapat meredam konflik. “Itu dia. Justru simposium ini untuk mencegah jangan sampai hasil simposium Aryaduta kemarin agar tidak jadi konflik horizontal,†ujar Kiki.
Tak Ambil Pusing
Menko Polhukam Luhut PandjaiÂtan tak mau ambil pusing soal polemik penggalian makam terkait tragedi ‘65. Makam-makam itu kabarnya berisi kuÂburan massal. Namun ada pihak yang menolak adanya penggalian makam. “Kalau ramai-ramai bilang nggak akan digali ya gak digali. Kan nggak susah, gitu saja repot,†jelas Luhut.
Menurut Luhut, dirinya sudah biÂlang berkali-kali bahwa masalahnya, dia tidak percaya ada sampai 400 ribu orang yang mati terkait tragedi ‘65. “Itu saja. Dan ini bukan masalah salah benar, sekarang bukan masalah kiri kanan ini kemanusiaan saja. Kita ingin luruskan semua biar di kemudian hari nggak diÂingat-ingat. Masa generasi kamu masih mau. Cukup di generasi saya saja. Kita coba meluruskan semua,†tegas dia.
(Alfian)
Bagi Halaman