Untitled-16SUDAH menjadi ritual tahunan, setiap menjelang bulan Ramadhan, berbagai harga pangan melonjak naik. Presiden Joko Widodo merasa terusik dengan itu. Dia yakin ada yang memainkan harga.

Oleh : Alfian Mujani
[email protected]

Itu sebabnya, Jokowi menugaskan 3 menteri untuk menurunkan harga pangan saat bulan puasa dan Leba­ran tiba. Mereka adalah Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Menteri BUMN.

Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, mengatakan Jokowi ingin mengubah citra harga-harga yang selalu naik selama puasa dan Lebaran. “Dan sekarang harga pasar itu ada tan­gan-tangan yang ingin memperkuat dan memainkan harga tersebut,’’ tegas Pramono di Istana Negara, Jakarta, Senin (30/5/2016).

Maka, lanjut Pramono, presiden sudah berulang kali mem­berikan instruksi kepada Mentan, Mendag, dan Menteri BUMN untuk beberapa komoditas utama itu harganya harus turun. Karena harganya sudah berubah tinggi, maka ha­rus diturunkan.

Dia mencontohan harga daging sapi yang saat ini mencapai Rp 120.000-Rp 130.000/kg. Jokowi in­gin harga tersebut turun di bawah Rp 80.000/ kg. Kemudian harga gula yang sudah tinggi yakni Rp 16.000 perkilogram, juga

harus diturunkan.

“Itu harus bisa turun seperti yang diintruksikan presiden. Maka komo­ditas yang diperlukan pada saat pua­sa dan lebaran seperti gula, beras, bawang merah-putih, daging ayam maupun sapi ini harus turun,” jelas Pramono.

Impor Bawang Merah

Salah satu cara melawan para spekulan jelang Ramadhan, Pemer­intahan Jokowi mengimpor sebanyak 2.500 ton bawang merah. Langkah ini diambil untuk mengendalikan harga bawang merah selama bulan puasa dan Lebaran.

Namun, menurut Sekretaris Jenderal Dewan Bawang Nasional, Amin Kartiawan Danova, impor meski kuantitasnya kecil memiliki efek psikologis pada anjloknya harga bawang pada tingkat petani.

BACA JUGA :  Cemilan Pedas dengan Tahu Gejrot yang Gurih Bikin Melek

“Kalau hitung-hitung, impor itu hanya 2.500 ton saja. Sementara kebu­tuhan konsumsi, bibit, sampai industri seharinya 3.500 ton rata-rata per hari se-Indonesia. Artinya buat kebutuhan sehari saja, dari impor itu nggak cu­kup,” kata Amin, Senin (30/5/2016).

“Tapi dampak psikologisnya yang besar. Pedagang atau middle man ini begitu dengar ada impor otomatis menunda pembelian, siapa tahu ada impor harganya turun,” tambahnya.

Efek psikologis di pasar tersebut berimbas pada kepastian harga di tingkat petani. Di sisi lain, bawang bukan komoditas yang bisa disimpan lama setelah panen, sehingga petani tak punya pilihan lain selain menjual di harga murah. “Karena pedagang memilih menunggu, terjadi banyak spekulasi. Petani pun akhirnya ber­spekulasi juga, daripada nggak laku lebih baik jual dengan harga seadan­ya (murah),” ujar Amin.

Sejumlah petani di sentra produksi bawang merah mengaku kesulitan menjual hasil panennya. Ini terjadi lantaran bawang merah yang sedianya bisa diserap oleh Pe­rum Bulog, malah ditolak oleh BUMN logistik pangan tersebut.

Sekretaris Perusahaan Bulog, Djoni Nur Ashari, mengungkapkan perusahaannya terpaksa menyetop pembelian bawang merah karena ada pedagang-pedagang nakal yang bermain dalam pengadaan bawang merah. “Kita hentikan dulu pem­belian bawang dari petani karena ternyata ada yang nakal. Kita tak mau rugi dalam penugasan ini,” kata Djoni kepada detikFinance, Senin (30/5/2016). Menurutnya, praktik nakal para pedagang sampai pet­ani bervariasi. Salah satunya yakni mengoplos bawang basah dengan bawang yang sudah kering. Hal ini membuat berat dan kualitas barang yang dibeli Bulog tak sesuai harapan.

BACA JUGA :  Cara Membuat Rolade Ayam Klasik Spesial yang Simple dam Lezat

“Contohnya ada yang memasuk­kan bawang basah, di luar bawang­nya kering. Barangnya juga rusak. Begitu kita angkut bawa ke Jakarta, ternyata baru 2 hari sudah rusak. Banyak yang nakal,” ujar Djoni.

Menyoal banyaknya aksi spe­kulan dengan menumpuk bawang agar dibeli Bulog,dirinya tak mau berkomentar. “Kita nggak mau tahu soal itu. Kita hanya ditugaskan pemerintah, tujuan kita juga hanya mau bantu petani,” pungkas Djoni.

Bantah Beli Murah

Yang jelas, banyak petani me­nolak menjual bawangnya, karena Bulog menawar dengan harga yang terlalu murah, seperti yang terjadi di Brebes dan Nganjuk, Namun, Djoni berujar tak benar jika Bulog menawar harga terlalu rendah pada petani.

Menurutnya, perusahaan telah memiliki standar harga yang men­guntungkan Bulog sendiri dan juga petani. “Yang jelas tugas kita stabil­kan harga bawang merah. Macam-macam penentuannya, mulai dari tingkat kekeringan, sudah protolan (tanpa daun), dan lainnya. Masing-masing tak bisa pukul rata,” katanya.

Djoni mencontohkan, untuk bawang kualitas super, Bulog me­matok harga sebesar Rp 20.000/kg. Bawang tersebut kemudian dijual lagi dengan harga Rp 25.000/kg. Dengan standar harga tersebut, pi­haknya telah melakukan pengadaan sebanyak 1.200 ton.

“Dari awal penugasan sampai sekarang kita sudah beli 1.200 ton. Yang sudah kita pasarkan totalnya ada 500 ton. Harga jual kita Rp 25.000/kg,” pungkas Djoni.

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================