JKJAKARTA, TODAY—Langkah reformasi birokrasi yang dilakukan Pemerintah Pusat benar-benar tak main-main. Setelah menyatakan akan merumah­kan 1,9 juta PNS, kini pemerin­tah juga akan menghapus pejabat Eselon I I I dan IV.

Wakil Presiden Jusuf Kalla tak memungkiri bahwa bebera­pa kementerian dan lembaga di Indonesia terlalu gemuk dengan jumlah pegawai negeri sipil (PNS) terlalu banyak. Untuk itu, ren­cana rasionalisasi menjadi satu hal yang penting dilakukan.

Satu aspek yang menurut Kalla perlu dirasionalisasi adalah PNS yang mendudu­ki jabatan Eselon III atau IV. Masa tenggat waktu PNS dalam menduduki jabatan tersebut akan dibatasi. “Kami mem­buat program 10 tahun yang ujungnya nanti Eselon III dan IV akan hilang,” kata Kalla, Selasa (31/5/2016).

Sebenarnya untuk saat ini, ban­yak PNS di beberapa Kementerian dan Lembaga yang tidak pernah beranjak dari jabatan Eselon III

dan IV hingga mereka memasuki masa pensiun. Fenomena seperti itu diang­gap Kalla membuat sebuah lembaga menjadi gemuk dan menghabiskan ban­yak anggaran.

Maka itu, pembatasan tersebut akan membuat PNS memperjuangkan diri agar pantas untuk dimutasi ke jabatan yang lebih tinggi. Jika tidak, maka dia akan dirasionalisasi alias dirumahkan. “Jadi nanti departemen ini akan ramp­ing tapi efektif sehingga kesejahteraan akan naik. Maka dari itu merampingkan organisasi merupakan suatu kebutu­han,” ujarnya.

Kalla mengatakan, kebijakan ra­sionalisasi akan dimulai awal 2017 den­gan target selesai dalam delapan tahun. Waktu delapan tahun sudah cukup agar para PNS tak kaget saat kebijakan tersebut diterapkan. “Sebenarnya bisa lebih cepat tapi kami tak ingin melaku­kan perombakan tiba-tiba karena akan kehilangan ratusan ribu orang di suatu eselon,” kata Kalla.

BACA JUGA :  Jadwal SIM Keliling Kabupaten Bogor, Kamis 2 Mei 2024

Sebelumnya Menteri Pemberday­aan Aparatur Negara dan Reformasi Bi­rokrasi Yuddy Chrisnandi menjelaskan, program rasionalisasi menjadi satu hal yang harus dilakukan demi efisiensi be­lanja serta peningkatan kapasitas para pegawai. Program tersebut ditujukan untuk menghemat pengeluaran angga­ran sekaligus meningkatkan keterampi­lan para pegawai.

“Satu juta masih angka simulasi dan belum tetap, tapi untuk efisiensi belanja pegawai dan peningkatan kapasitas di­perlukan rasionalisasi itu,” kata Yuddy.

Yuddy mengungkapkan, jumlah PNS di Indonesia saat ini berkisar di angka 4,5 juta jiwa, 500 ribu di anta­ranya sudah akan pensiun pada 2019. Jika dihitung menggunakan teknologi dan mengharapkan sumber daya manu­sia yang unggul, sebenarnya Indonesia hanya membutuhkan 3,5 juta PNS. Den­gan demikian, maka jumlah PNS yang akan tersisa hanya 3 juta orang.

Rasionalisasi satu juta PNS tersebut bisa berimbas pada pengurangan be­ban keuangan negara atas belanja rutin pemerintah lantaran ada 200 daerah di Indonesia dengan belanja rutin untuk PNS mencapai 80 persen. Angka terse­but dianggap terlampau tinggi karena belanja rutin daerah tak boleh lebih dari 40 persen. “Di pemerintah pusat saja angkanya di bawah 30 persen, di Pem­prov seharusnya 35-40 persen, dan ka­bupaten/kota tidak boleh lebih dari 50 persen,” kata Yuddy.

Uang Makan

Namun, pemerintah juga tak ser­ta merta menistakan PNS yang rajin. Pemerintah akan memberikan uang makan kepada para Pegawai Negeri Sipil (PNS) di seluruh Indonesia. Uang ini akan diberikan terhitung setiap hari masuk kerja.

BACA JUGA :  2 Warga di Malang Dibacok Cerulit, Diduga Gegara Rebutan Lahan Parkir

Aturan ini tertuang dalam Per­aturan Menteri Keuangan No. 72/PMK.05/2016 tentang Uang Makan Aparatur Sipil Negara. Aturan ini telah ditetapkan pada 26 April 2016 lalu. Pasal 1 aturan itu menyebutkan uang makan adalah uang yang diberikan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS yang diberikan berdasarkan tarif dan dihitung secara harian untuk keperluan makan. Uang makan diberi­kan kepada pegawai ASN berdasarkan daftar hadir pegawai ASN pada hari kerja dalam sebulan (pasal 2).

Selanjutnya, uang makan yang di­berikan kepada mereka setiap hari, ses­uai dengan satuan biaya sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai standar biaya ma­sukan.

Namun, uang makan tidak diberi­kan kepada PNS yang tidak masuk kerja sesuai ketentuan, misalnya tidak ha­dir, sedang bertugas dinas, cuti, melak­sanakan tugas belajar, dan sedang ber­tugas di luas instansi pemerintah.

Beleid ini mengatur uang makan dibayarkan setiap satu bulan yang pem­bayarannya dilakukan pada awal bulan berikutnya. Khusus uang makan De­sember, uang makan ini bisa dibayar­kan berkenaan mengikuti ketentuan pedoman pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara pada akhir tahun anggaran.

Peraturan Menteri Keuangan No. 72/PMK.05/2016 juga menjelaskan cara menghitung uang makan yang diterima PNS. Namun, besaran uang makan yang diterima PNS tidak dijelaskan dalam beleid tersebut.

Dalam perhitungannya, jumlah ko­tor uang makan yang didapat PNS itu dihitung dari kehadiran kerja dikalikan dengan tarif uang makan. Kemudian, hasil jumlah kotor ini dikurangi PPh sehingga didapat jumlah bersih yang diterima PNS setiap harinya.

(Yuska Apitya Aji)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================