PEGAWAI Negeri Sipil (PNS) yang terkena pemecatan massal ternyata tetap mendapatkan pensiunan. Jumlah PNS yang bakal digusur ini mencapai satu juta orang. Mereka tak kompeten dan malas.
PNS yang masuk radar penataan bisa ‘dipecat’, yakni diberhentikan sebeÂlum masa kerjanya berakhir alias pensiun dini. Berdasarkan catatan KeÂmenterian PAN-RB, jumlah PNS di Indonesia saat ini mencapai 4,517 juta yang terdiri atas guru 32%, medis 0,7%, paramedis 6%, dan yang paling banyak adalah pejabat fungsional mencapai 42%. “KelomÂpok ini 42% dari 4,517 juta, atau sekitar 1,9 juta (PNS fungsional) yang akan kami rapikan. Kami akan melakukan pemetaan kompetensi kualifikasi kinÂerja,†ungkap Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB, Setiawan Wangsaatmadja, Rabu (1/6/2016).
PNS yang ‘dipecat’ rupanya masih kemungkinan mendapatÂkan haknya. Salah satunya uang pensiun. “Kalau dia sudah memenuhi persyaratan mendapat uang pensiun, dia akan menerima. Misalnya sudah bekerja minimal 20 tahun dan sebagainya,†tutur Setiawan.
Namun, pemberian pensiun kepada PNS yang dipecat berbeda dengan PNS yang pensiun normal pada waktunÂya. PNS yang pensiun normal pada
waktunya akan menerima uang penÂsiun tepat pada bulan berikutnya setelah dirinya resmi pensiun. “Kalau yang pensiun dini nggak. Misalkan dia dipensiunkan dini umur 50. Nah, dia akan terima uang pensiun nanti ketika usia 58 tahun. Jadi tidak langsung. Ada masa penundaan dulu,†tutur Iwan.
Di sisi lain, pemerintah sebenarnya tengah giat-giatnya melakukan pengheÂmatan, lantaran beban keuangan negÂara untuk belanja pegawai kian memÂbengkak.
Catatan Kementerian Keuangan, alokasi belanja pegawai dalam AngÂgaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memang selalu mengalami keÂnaikan setiap tahunnya.
Hal tersebut tercermin dalam posÂtur APBN 2015 yang alokasi belanja pegawainya mencapai Rp 292 triliun. Bila dibandingkan dengan alokasi APBN-P 2014 yang sebesar Rp 262,98 triliun, maka ada kenaikan sekitar 11% untuk nilai belanja pegawai yang dialoÂkasikan pemerintah.
Hal ini terjadi sebagai konsekuensi dari kenaikan gaji seiring kenaikan panÂgkat PNS itu sendiri. Selain kenaikan gaji karena kenaikan pangkat, rutin hampir setiap tahun PNS selalu menÂgalami kenaikan gaji, kurang lebih sekiÂtar 6% per tahun.
Baru di tahun ini, PNS tidak menÂgalami kenaikan gaji. Itu pun dikomÂpensasi dalam bentuk pemberian gaji ke-14 alias Tunjangan Hari Raya (THR) yang besarnya mencapai 1 kali gaji poÂkok.
Selain itu adanya pensiunan, PNS yang tak lagi berkontribusi pada negara namun biaya pensiunnya tetap menjadi tanggungan dan beban negara.
Menyikapi rencana Kemenpan-RB ini, Pemerintah Provinsi DKI, menyamÂbut positif. “Oh ya, rencana ke depan. Makanya kita siapkan dasar dengan baik,†kata Ahok di Balai Kota, Jl MedÂan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (1/6/2016).
‘Dasar’ yang dimaksud Ahok adalah landasan hukum. Undang-undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) akan diterapkan dengan baik, namun penerÂapan UU ASN perlu menunggu PerÂaturan Pemerintah (PP).
Terlepas dari itu, Ahok sendiri suÂdah banyak memecat PNS sampai tak terlalu ingat lagi berapa jumlahnya. PNS yang korupsi, menerima uang terÂlarang, hingga yang malas bakal dipeÂcatnya.
“Pecat sudah banyak. Sudah berapa ratus. Kita hampir tiap hari tanda tanÂgan pemecatan. Kalau atasan ketemu enggak masuk 45 hari saja dan enggak jelas, kita usulkan pemecatan. ‘Nerima duit’ ketahuan dari orang, sedikit saja misalnya Rp 1,5 juta-pun, langsung kita pecat,†tutur Ahok.
PNS yang tak bisa bekerja dengan baik bakal kena pecat. Namun masih ada cara lain selain pemecatan untuk menangani PNS, yakni pen-staf-an. “Kalau distafkan berarti enggak ada TKD (Tunjangan Kinerja Daerah),†kata Ahok.
Pemecatan PNS demikian dinÂyatakan Ahok tak bakal mengganggu kerja Pemprov DKI. Soalnya, justru PNS malah menjadi terpacu untuk bekerja dengan benar. Apalagi kini kinerja PNS lebih terukur jelas melalui Key PerforÂmance Indicator (KPI). “Justru sekaÂrang lebih semangat bekerja. Karena mereka mengisi KPI lebih penuh. Dulu kita kelebihan pegawai,†tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto meminta rencana itu dipikirkan dengan matang. “Harus dipÂikir matang. APBN juga kerja lapisan masyarakat. Kerja pemerintah cukuÂpkan apa yang ada. Jangan yang ada dikurangi untuk dicukupkan. APBN tidak bisa sifatnya mati, APBN menyeÂsuaikan,†ujar Agus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, (1/6/2016).
Ia menyebutkan, merumahkan 1 juta PNS ini akan berdampak buruk bagi kesejahteraan masyarakat. HarÂusnya, kata Agus, pemerintah lebih memperhatikan aspek lain, seperti rekrutmen. “Masalah kebutuhan juga perlu diperhatikan. Rekrutmen tidak boleh over. Tapi jangan semena-mena ini dibuang. PNS barangkali satu orang. Tapi kan banyak menghidupi keluarÂga. Kalau satu ditelantarkan, keluarga ditelantarkan. Apalagi 1 juta?†ulas WaÂketum Partai Demokrat itu.
Bagi Agus, harus dipikirkan lebih matang soal nasib dari 1 juta PNS yang rencananya akan dirumahkan. “Kita betul harus firm, tapi hasilkan beraÂpa, jelas ukuran asalnya dari mana. Bagaimana juga perlindungan HAM-nya. Bagaimana masalah good goverÂnance-nya,†kata dia.
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi menyampaikan gagasan merumahkan 1 juta PNS itu untuk efiÂsensi anggaran. Hal ini dibahas pada Rapat Komite Pengarah Reformasi BiÂrokrasi Nasional (KPRBN) di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (31/5). “Ini kan 1 juta angka simulasi belum angka fix. Kenapa 1 juta untuk mengurangi beÂban keuangan negara atas belanja rutin pemerintah yang sudah 33,8 persen,†ujar Yuddy.
Bagi Yuddy, masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang menggunakÂan dana daerah untuk belanja pegawai di atas 60 persen. Pemerintah mengÂhitung ada sekitar 200 daerah yang masuk kategori itu. Pemerintah menÂargetkan 80 persen dari 200 daerah tersebut akan diturunkan porsi belanja pegawainya dengan asumsi pemerinÂtah pusat di bawah 30 persen, pemerÂintah provinsi 35-40 persen dan kabuÂpaten kota tidak boleh lebih 50 persen sehingga pengurangannya mencapai 25 persen.
Dikatakan Yuddy, bagi PNS yang dirumahkan, maka tetap mendapatkan gaji tetapi tidak mendapatkan uang tunÂjangan. Sebagai contoh, eselon 1 bergaji Rp 6 juta dengan tunjangan Rp 14 juta, dan jika digabungkan, maka penghasiÂlan mencapai Rp 20 juta. Saat pegawai itu terkena rasionalisasi pegawai, maka eselon 1 itu hanya akan mendapat gaji pokok hingga masa pensiunnya tiba.
Reformasi birokrasi dan efisiensi anggaran pembelanjaan negara yang digaungkan Pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla (JK) sepertinya tak menjadi sloÂgan semata.
Secara bertahap, Pemerintah Pusat akan melakukan penghapusan formasi pegawai negeri sipil (PNS) jenjang esÂelon III hingga V pada tahun ini.
Penghapusan tersebut, didasari banyaknya tugas di lingkup kementÂerian, lembaga, atau pemerintah daeÂrah yang seharusnya dikerjakan satu orang, justru dilakukan bersama oleh 10 orang.
Fenomena tersebut, mendeskripsiÂkan terjadinya pemborosan uang negÂara dan tidak efektifnya kinerja PNS. Selain itu, perampingan birokrasi diÂlakukan guna menjaring pegawai negÂeri berkualitas yang mampu melayani publik dengan baik.
“PNS eselon III hingga V akan dihaÂpus sesuai struktur, dan bukan terkait dengan pencapaian kinerjanya. Para pegawai di eselon itu nantinya akan diÂganti dengan pegawai fungsional. Jadi, nanti yang ada hanya pejabat eselon I dan II serta pejabat fungsional yang langsung melayani,†tegas Wakil MenÂteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamenpan dan RB), Eko Prasodjo.
Lalu bagaimana dampak dari kebiÂjakan tersebut, bila diterapkan di Kota Bogor?. Berdasarkan data yang didapat Bogor Today di Badan Kepegawaian, Pelatihan dan Pendidikan (BKPP) ada 134 pegawai eselon III, 827 pegawai esÂelon IV, dan 30 pegawai eselon V.
Setiap pegawai akan mendapatÂkan gaji yang telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah (PP) nomor 34 tahun 2014. Dimana dalam aturan tersebut, gaji pokok PNS diukur berÂdasarkan golongan dan masa kerja. “Gaji yang diterima, include dengan tunjangan istri/suami sebesar 10 persÂen dari gaji dan tunjangan anak sebesar 2 persen,†kata Kepala BKPP Kota BoÂgor Fetty Qondarsyah.
Adapun tunjangan lain, yakni tunÂjangan beras dan tunjangan perbaiÂkan penghasilan. Khusus, tunjangan perbaikan penghasilan ini disesuaikan dengan kemampuan pemerintah daeÂrah yang diatur dalam Peraturan WaÂlikota. “Nominal yang didapat PNS ini minimal Rp 1 juta,†sebutnya.
Sementara untuk jaminan pensiun dan hari tua, secara otomatis para PNS dipotong gajinya saat masa kerja. “PNS juga mendapat BPJS kesehatan, kemaÂtian dan tunjangan apabila mengalami kecelakaan kerja,†tandasnya.
Wacana pemerintah pusat untuk memangkas pejabat eselon III dan IV disambut baik Pengamat Politik dan Hukum Universitas Pakuan Bogor, BinÂtatar Sinaga. Kata dia, sebagian besar anggaran yang terdapat di berbagai instansi pemerintah lebih didomiÂnasi untuk keperluan belanja pegawai ketimbang keperluan masyarakat.
Efisiensi yang dicanangkan PemerÂintah Pusat melalui program pemangÂkasan tersebut tentu beban biaya belanja pegawai yang nilainya cukup fantastis ini dapat dialihkan untuk keÂbutuhan lain.
Semisal, kata dia, pembangunan inÂfrastruktur ataupun peningkatan kualiÂtas SDM Kota Bogor. “Tentu hal ini jauh lebih baik,†tegasnya.
Apalagi, selama ini, instansi pemerÂintah dinilainya belum bisa melakukan efisiensi untuk program-program pro rakyat.(*)
Bagi Halaman