INDONESIA merupakan salah satu produsen sekaligus eksportir kopi terbesar di dunia. Tapi harga kopi di pasaran dunia justru dikendalikan oleh negara-negara yang bukan penghasil kopi.
Oleh : Yuska Apitya
[email protected]
Kopi robusta dikendalikan harganya oleh bursa berÂjangka di London, IngÂgris, sedangkan kopi arabica dikendalikan bursa New York di Amerika Serikat (AS). Agar Indonesia bisa ikut mengendaÂlikan harga kopi di pasar ekspor, KeÂmenterian Perdagangan (Kemendag) berencana mewajibkan penjualan kopi melalui bursa berjangka di InÂdonesia. Cara ini sudah dilakukan oleh Indonesia untuk komoditas tiÂmah.
“Ini sedang dibicarakan, kalau bisa kan bagus. Kita kan salah satu produsen utama kopi dunia, bisa menentukan harga. Sudah dilakuÂkan di timah. Targetnya harganya bagus lah,†kata Plt Dirjen PerdaganÂgan Luar Negeri Kemendag, KaryÂanto Suprih, dalam diskusi dengan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) di Kemendag, Jakarta, Jumat (3/6/2016).
Bila Indonesia bisa meningkatÂkan harga kopi di pasar dunia, tentu para petani kopi di dalam negeri bisa lebih sejahtera. Maka rencana penÂgendalian harga kopi melalui bursa berjangka di dalam negeri perlu segera direalisasikan.
“Lebih cepat lebih baik, terganÂtung pelaku usaha kopinya. BeberaÂpa negara sudah, kita mau ke situ,†cetus Karyanto.
Tapi sampai saat ini Kemendag belum tahu bursa berjangka mana yang akan ditunjuk untuk sebagai pengendali harga kopi. “Kita mau yang sudah pengalaman saja,†ujarnya.
Menurut Karyanto, Indonesia berpeluang menyalip Brasil yang saat ini merupakan jawara ekspor kopi di dunia. Apalagi sekarang koÂmoditas kopi semakin berkembang. Indonesia yang memiliki banyak kopi spesial sangat berpeluang menguasai pasar di berbagai negara.
“Kopi kita berjaya waktu Brasil gagal panen, kita bisa merebut pasar, peluangnya besar sekali. Kopi sekaÂrang life style-nya berubah, cara peÂnyajiannya berubah,†tutupnya.
Berdasarkan data AEKI, nilai ekspor kopi Indonesia tahun 2015 mencapai US$ 1,2 miliar. 79% kopi yang diekspor adalah kopi robusta, 20% kopi arabica, dan 1% liberica. Terdapat 1,2 juta hektar (ha) perkeÂbunan kopi di Indonesia, tapi hanya 950 ribu ha saja yang produktif.
Indonesia adalah eksportir kopi nomor 4 dunia. Produksi kopi di InÂdonesia mencapai 600.000 ton per tahun, 400.000 ton di antaranya unÂtuk ekspor.
“Kalau timah bisa dilakukan, keÂnapa kopi nggak?†kata Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), Pranoto Soenarto, saat diteÂmui di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (3/6/2016).
Negara-negara yang bukan penghasil kopi tersebut justru meÂmegang kendali, bahkan di saat terjadi kekurangan pasokan kopi di pasar dunia, harga kopi bisa mereka tekan. Anomali tersebut terjadi kareÂna lemahnya posisi tawar negara-negara eksportir kopi, termasuk InÂdonesia. “Kita ini kekurangan suplai kopi di pasar dunia, harusnya harga tinggi. Itulah ‘hebatnya’ mereka,†tuÂtur Pranoto.
Karena itu, AEKI sangat ingin agar ada bursa berjangka untuk kopi di Indonesia. Eksportir kopi harus diwajibkan menjual barangnya meÂlalui bursa berjangka di dalam negÂeri. Dengan begitu, Indonesia bisa menjadi tuan di rumah sendiri, ikut mengendalikan harga.
Pranoto optimistis pembuatan bursa berjangka untuk kopi di IndoÂnesia dan payung hukumnya bisa terÂwujud dalam waktu dekat. Pihaknya menargetkan rencana ini bisa terealÂisasi dalam waktu 3 bulan.
“Itu harus terealisasi ini kesÂempatan, target saya jadi 3 bulan. Harga kopi sekarang di bursa LonÂdon US$ 1.600/metrik ton, kalau di bursa New York US$ 1,21/kg. Kalau di Jakarta kita yang menentukan,†pungkasnya.
Untuk melepaskan diri dari kendÂali negara-negara asing ini, Indonesia berniat membuat bursa berjangka sendiri untuk kopi. Agar pengendalÂian bisa lebih kuat, Indonesia bakal menggandeng Vietnam, negara tetÂangga yang juga sesama eksportir kopi utama dunia.
Indonesia saat ini berstatus sebÂagai negara pengekspor kopi terbeÂsar ke-4 di dunia, sedangkan VietÂnam eksportir kopi nomor 2 dunia. Produksi kopi Indonesia kurang lebÂih 600.000 ton dan Vietnam sekitar 1,1 juta ton. “Vietnam sudah bilang mereka akan dukung kita untuk puÂnya fisik di Indonesia. 2-3 tahun lalu mereka sudah janji mau (jual kopi leÂwat bursa berjangka di Indonesia),†ungkap Wakil Ketua Asosiasi EksporÂtir Kopi Indonesia (AEKI), Pranoto Soenarto, saat ditemui di KementÂerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (3/6/2016).
Dia menambahkan, hukum di Vietnam tidak mengizinkan adanya bursa berjangka di dalam negerinya. Ini kesempatan besar bagi Indonesia untuk bekerja sama dengan Vietnam dalam pengendalian harga kopi. Bila proses pembentukan bursa kopi di Indonesia lancar, Pranoto berjanji akan segera melobi Vietnam. “VietÂnam itu tidak boleh melakukan bursa berjangka karena dilarang di hukumÂnya. Kalau ini sudah matang, saya beÂrangkat melobi Vietnam,†tuturnya.
Bila Indonesia bisa meningkatÂkan harga kopi di pasar dunia, tentu para petani kopi di dalam negeri bisa lebih sejahtera. Maka rencana penÂgendalian harga kopi melalui bursa berjangka di dalam negeri perlu segera direalisasikan. “Itu (bursa kopi di Indonesia) harus terealisasi ini kesempatan, target saya jadi 3 bulan. Kalau (bursa kopi) di Jakarta, kita yang menentukan (harga),†tanÂdasnya.(*)
Bagi Halaman
Semoga dapat direalisasikan dengan segera, kami menunggu kiprahnya…