Karena kita sudah sama-sama tahun, mes­tinya pemerintah melalui Bulog dan kemen­terian terkait, sudah menyiapkan segalanya agar pada saat mayoritas penduduk negeri ini membutuhkan pangan, tidak terjadi lonjakan harga. Pemerintah mestinya bisa menjamin stabilitas harga karena tren peningkatan kebu­tuhan pangan ini sudah bisa dibaca jauh-jauh hari sebelumnya.

Namun sejauh ini, upaya konkret yang dilakukan pemerintah hanyalah operasi pas­ar, yaitu menggelontor komoditas tertentu langsung ke pasar. Dalam praktinya, operasi pasar justru menjadi ladang penyimpangan baru. Ada praktik-praktik permainan antara para pihak yang teribat dalam operasi pasar ini dengan para tengkulak dan para spekulan. Unjung-ujungnya harga yang sampai ke tan­gan konsumen tetap mahal.

BACA JUGA :  KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

Sebagai contoh, belum lama ini pemerin­tah melalui sejumlah BUMN melakukan op­erasi basar gula pasir. Mereka menjual gula pasir dengan harga Rp 12.000 perkilo. Namun dalam praktiknya gula murah itu justru jatuh ke tangan tengkulak dan pedagang besar. Harga yang sampai ke tingkat konsumen tetap berada di kisaran Rp 16.000 perkilo. Praktik-praktik seperti ini harusnya tak perlu lagi.

BACA JUGA :  KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

Begitu juga dengan harga daging. Pemer­intah seharunya bisa segera menghadirkan daging sapi yang bisa dibanderol Rp 80.000 perkilo. Bahkan sebetulnya pemerintah bisa menjual daging sapi Rp 60.000 perkilogram. Toh semua orang tahu bahwa harga beli dag­ing sapi dari Australia hanya dikisaran Rp 30.000-Rp 35.000 perkilo. Bahwa sampai di sini harganya tetap selangit, karena pemerin­tah terlampau baik berbagi keuntungan dengan para pemburu rente. (*)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================