“Bisa banget, perlu jangka waktu yang panjang untuk ini mungkin satu tahun ke depan kita fokus di pengamanan pasokan dan feedloternya juga. Terus kedua adalah distribusinya diperpendek supaya nggak terlalu banyak. Dari feedloter ke pedagang pasar atau bisa pakai teknologi yang bisa dipakai supaya daging-daging segar itu bisa ke konsumen,†tuÂtupnya.
Sandi menilai melonjaknya permintaan produk pangan saat puasa karena angka belanja maÂsyarakat meningkat untuk memÂbeli persediaan makanan. Hasrat masyarakat untuk membelanjakan uangnya secara berlebihan juga diikuti dengan perilaku pedagang yang meningkatkan jumlah pasoÂkan di tokonya.
“Kita lihat dari tahun ke taÂhun biasanya peningkatan 20%. Problemnya itu karena ada penÂingkatan kebutuhan sampai 20% rata-rata konsumen itu menyetok berlebih. Karena mereka menyÂetok berlebih, supplier menyÂetoknya berlebih juga, jadi ada multiplier effect,†tambahnya.
Selain itu tingginya konsumsi masyarakat saat puasa juga diÂlatarbelakangi oleh membludaÂknya acara berbuka puasa bersaÂma di setiap daerah. Tuan rumah juga cenderung mempersiapkan makanan melebihi jumlah tamu yang datang sehingga menyebabÂkan banyak makanan yang terÂbuang sia-sia.
“Karena psikologis kan dia puasa terus dia mengundang orang berbuka puasa secara kumÂpul keluarga terus mereka antiÂsipasi kalau puasa konsumsinya banyak, tapi banyak sekali yang terbuang jadi mubazir. Aku meÂlihat di banyak acara buka puasa makanannya nggak abis, yang yaÂtim piatu nggak mendapat makanÂan sementara yang ini dibuang-buang,†kata Sandi.
Sandi juga menambahkan bahwa bukan hanya pedagang saja yang perlu dipastikan ketÂersediaan pangannya, perilaku konsumen juga harus dibenahi agar tidak perlu konsumtif dalam membeli makanan saat puasa. “Jadi yang harus diingatkan bukan hanya supplier untuk memastikan pasokan, tapi juga konsumennya juga nggak perlu berlebihan,†imÂbuhnya. (*)