KETUA Dewan Perwakilan Rakyat RI Ade Komarudin menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajukan Kepala Badan Nasional Penanggulangan TerorÂisme Komisaris Jenderal Tito Karnavian menjadi calon tunggal Kapolri menggantiÂkan Jenderal Badrodin Haiti.
HAL itu berdasarkan surat Presiden Jokowi kepada parlemen hari ini, Rabu (15/6/2016), terkait calon Kapolri. “Surat tersebut beriÂsi Presiden meminta pencalonan Komjen Tito Karnavian, satu-satunya, jadi calon Kapolri menggantikan Jenderal BadroÂdin Haiti,†kata Ade.
Ade mengatakan DPR akan segera memproses surat Presiden yang maÂsuk untuk kemudian dibawa ke rapat pimpinan untuk menyampaikan penÂcalonan Tito. “Setelah itu diproses di Komisi III untuk fit and proper test,†kata Ade.
Uji kepatutan dan kelayakan itu kemungkinan digelar 22 Juni. DiÂhubungi terpisah, Ketua Komisi III Bambang Soesatyo membenarkan suÂrat tersebut. Dia berkata saat ini surat itu masih berada di pimpinan Dewan dan rencananya besok akan dibawa ke Badan Musyawarah DPR.
“Kami harapkan sebelum memaÂsuki libur hari raya Idul Fitri sudah bisa kami selesaikan dan bisa ditetapÂkan dalam pengambilan keputusan di sidang paripurna 28 Juni 2016,†ujar Bambang.
Pencalonan Komisaris Jenderal Tito Karnavian sebagai pengganti KaÂpolri Jenderal Badrodin Haiti akhirnya disampaikan secara resmi. Sepak terÂjang Tito selama ini memang menjadi catatan tersendiri di mata Dewan JaÂbatan dan Kepangkatan Tinggi (WanÂjakti) Polri yang merekomendasikan namanya sebagai salah satu kandidat kuat calon orang nomor satu di Korps Bhayangkara.
Saat ini, Tito menjabat sebagai Kepala Badan Nasional PenanggulanÂgan Terorisme (BNPT) menggantikan Komisaris Jenderal Saud Usman NaÂsution pada 16 Maret 2016. Dengan menjadi kandidat tunggal Kapolri, berarti hanya butuh waktu tiga bulan bagi Tito menyandang pangkat binÂtang tiga sebelum menjadi jenderal bintang empat.
Nama Tito mulai dikenal luas setelah memimpin Tim Kobra tahun 2001 yang bertugas menangkap putra mendiang Presiden kedua Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Penangkapan Tommy saat itu terkait pembunuhan Hakim Agung Safiuddin Kartasasmita.
Tito saat itu menjabat Kepala Satuan Reserse Umum dengan pangÂkat Ajun Komisaris Besar dengan meÂmiliki 23 anggota. Tim Kobra berhasil menangkap Tommy di tempat perseÂmbunyian Jalan Maleo II Blok JB, BinÂtaro Jaya, Tangerang, Banten, pada 28 November 2001.
Sepak terjang Tito berlanjut ketiÂka memimpin tim membongkar jarinÂgan terorisme di Indonesia pada 2004 hingga 2007. Puncaknya adalah pada Januari 2007 ketika Tito yang masuk tim Densus 88 Antiteror membongkar konflik Poso dan meringkus sejumlah pihak yang terlibat.
Keterlibatan Tito bertugas di Poso membuat dia menulis buku bertajuk “Indonesian Top Secret: MembongÂkar Konflik Poso†yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama tahun 2008. Dalam cover buku tersebut, Kapolri Jenderal Sutanto menuliskan, “Saya bangga dan menaruh penghargaan kepada penulis, yang disela kesibuÂkannya masih sempat berbagi pengalÂaman dinasnya selama melaksanakan Operasi Investigasi di Poso.â€
Penugasan Tito berlanjut taÂhun 2009 ketika bergabung dalam tim penumpasan jaringan terorisme pimpinan Noordin Mohammad Top. Selama bergabung dalam tim dan dianggap sukses tersebut, pria kelaÂhiran Palembang, 26 Oktober 1964, itu telah mendapat kenaikan pangkat yang luar biasa.
Bahkan kenaikan pangkat terakhir yang luar biasa terlihat ketika Tito hanÂya menjabat delapan bulan sebagai Kapolda Metro Jaya sejak Juni 2015 hingga Maret 2016, dan langsung diÂpromosikan sebagai Kepala BNPT.
Sejumlah jabatan lain yang perÂnah diduduki Akademi Kepolisian AnÂgkatan 1987 ini yaitu Kapolda Papua pada 3 September 2013, Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Anggaran, Kepala Densus 88 ANÂtiteror Polri 2009-2010, Kepala DenÂsus 88 Antiteror Polda Metro Jaya 2004-2005, hingga Sekretaris Pribadi Kapolri 1997-1999.
Sebagai calon tunggal Kapolri dan sebagai pejabat publik, secara rutin Tito berkewajiban melaporkan kekayÂaannya ke negara. Harta Tito termuÂtakhir tercatat Rp 10.291.675.823. Kekayaan Tito diketahui berdasarÂkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) KPK yang dikutip deÂtikcom pada Rabu (15/6/2016). Tito terakhir melapor pada 20 November 2014 saat menjadi Asisten PerencaÂnaan Umum dan Anggaran Kapolri.
Tito juga melaporkan harta bergerak lainnya yang berasal dari hasil sendiri dan perolehan tahun 1991 hingga 2014 dengan nilai jual Rp 10.000.000 serta logam mulia yang berasal dari hasil sendiri dan hibah perolehan tahun 1998 hingga 2006 dengan nilai jual Rp 150.000.000. Mantan Kapolda Metro Jaya ini juga memiliki giro dan setara kas lainnya yang diperoleh dari hasil sendiri seniÂlai Rp 1.827.719.823.
Tito memiliki utang berupa pinÂjaman barang Rp 2.917.785.000 dan utang kartu kredit Rp 76.000.000. Setelah jumlah aset diÂkurangi utang, maka total kekayaan Tito adalah Rp Rp 10.291.675.823.
(Yuska Apitya Aji)
Bagi Halaman