Gubernur The Fed Janet Yellen men­gakui masih akan melihat tanda-tanda perbaikan ekonomi terlebih dahulu sebe­lum memutuskan menaikkan suku bunga acuan. “Kami perlu memastikan bahwa ada momentum yang cukup,” kata Yellen dalam konferensi pers, seperti dilansir Re­uters, Kamis (16/6/2016).

Ekonomi AS diperkirakan hanya akan tumbuh 2% tahun ini dan pada tahun 2017 akan lebih rendah 0,1% dari perkiraan sebelumnya. Yellen tidak menyebutkan dengan jelas, apakah kenaikan suku bunga acuan akan diputuskan pada pertemuan kebijakan berikutnya pada akhir Juli nanti atau apakah bank sentral akan menunggu data penting dulu dan akan memutuskan pada pertemuan September.

Sementara itu, Wakil Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rahmat Waluyanto menyatakan batalnya bank sentral Ameri­ka Serikat (The Fed) dalam menaikkan suku bunga karena ingin lebih berhati-hati. The Fed juga diperkirakan tidak akan gega­bah untuk menaikkan suku bunga di tahun ini.

“Penurunan BI Rate ini jelas sangat berpengaruh dalam jangka menengah-panjang, pertumbuhan ekonomi domestik akan membaik,” kata Rahmat, kemarin.

Menurut Rahmat, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yg semakin mem­baik tentunya akan memberikan sentimen positif di pasar modal. Meskipun, kata dia, dalam jangka pendek bisa terjadi penu­runan harga-harga saham sektor tertentu.

BACA JUGA :  Resep Membuat Ikan Asin Sambal Belimbing, Perpaduan Asam Asin Pedas

Uang Muka KPR Turun BI juga melonggarkan kebijakan makro prudensial melalui relaksasi ketentuan ra­sio Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) untuk pembiayaan properti khusus rumah tapak, rumah susun dan ruko. Namun, ketentuan ini baru berlaku efektif per Agustus 2016. LTV dan FTV adalah rasio antara nilai kredit atau pembiayaan yang dapat diberi­kan bank terhadap nilai agunan berupa properti.

Tirta Segara, menegaskan, aturan tersebut hanya berlaku bagi bank yang memiliki rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) KPR dan NPL total di bawah 5 persen. “Kebijakan tersebut diharapkan dapat semakin memperkuat upaya untuk meningkatkan permintaan domestik guna terus mendorong mo­mentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah masih lemahnya perekonomian global,” jelas Tirta dalam konferensi pers Kamis (16/6/2016).

Secara garis besar, kata Tirta, nantinya uang muka (down payment) yang harus di­setor oleh nasabah turun menjadi rata-rata 15 persen dari 20 persen sesuai dengan tipe dan jenis rumah yang diambil.

Selain itu, BI juga memperlonggar kredit atau pembiayaan melalui me­kanisme indent dengan pengaturan pen­cairan kredit atau pembiayaan bertahap sesuai progress pembangunan untuk rumah tapak, rumah susun, dan ruko atau rukan sampai dengan fasilitas kredit mau­pun pembiayaan kedua. Insentif tersebut juga berlaku bagi nasabah yang mengambil fasilitas pembiayaan dengan prinsip syari­ah. «Untuk pembiayaan syariah, karena BI ingin dorong ekonomi keuangan syariah, sama-sama diberi pelonggaran. Fasilitas pertama loannya sampai 90 persen, dari yang sekarang hanya 85 persen, begitu juga seterusnya untuk loan kedua dan ke­tiga,» katanya.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Kamis 25 April

BI juga memperlonggar pembiayaan kredit melalui sistem indent dengan pem­biayaan bertahap sesuai progres pemban­gunan untuk rumah tapak, rumah susun, rukan sampai fasilitas kredit atau pembiay­aan kedua. Dengan aturan ini, lanjut Tirta, kredit atau pinjaman bisa cair sewaktu-waktu tanpa harus menunggu rumah tersebut tuntas 100 persen dibangun.

Tak hanya itu, BI juga menaikkan batas bawah Loan to Financing Ratio (LFR) ter­kait Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78 persen menjadi 80 persen, dengan ba­tas atas tetap sebesar 92 persen.(*)

 

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================