Masih terus melambatnya perekonomian nasional dan global, mendorong Bank Indonesia (BI) melakukan langkah-langkah penurunan suku bunga acuan (BI Rate) dan 7 Days Repo Rate.
YUSKA APITYA AJI
[email protected]
Penurunannya masing-masing 25 basis poin alias 0,25%. BI Rate diturunkan dari 6,75% menjadi 6,5%. Sementara 7 Days Repo Rate turun dari 5,5% menÂjadi 5,25%.
“Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 15- 16 Juni ini memutuskan untuk menurunkan BI rate dan 7 Days Repo Rate,†kata Direktur  Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara, di Gedung BI, Jakarta Pusat, Kamis (16/6/2016).
Salah satu alasan diturunkannya BI Rate dipicu oleh pemulihan ekonomi globÂal yang berlangsung lambat dan tidak merÂata. Perbaikan ekonomi AS juga masih beÂlum terlalu kuat. “Perekonomian Jepang masih lemah, ekspor menurun, konsumsi stagnan, deflasi meningkat,†ujarnya.
Tirta Segara mengatakan, penurunan tersebut mempertimbangkan fakta pemuÂlihan ekonomi global yang tidak merata dan risiko pasar yang mereda. Selain risiko kenaikan suku bunga The Fed, BI juga meÂwaspadai risiko dari rencana keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa (BrexÂit). “Pertumbuhan Ekonomi Jepang juga masih lemah. Kondisi itu mendorong berÂlanjutnya kebijakan moneter akomodatif di negara maju. Pertumbuhan China kemÂbali tertahan tercermin dari penurunan inÂvestasi dan konsumsi. Harga minyak dunia cenderung naik meskipun permintaan maÂsih rendah,†kata Tirta dalam konferensi pers di Gedung BI, Kamis (16/6/2016).
Selain itu, lanjut Tirta, kembali menÂguatnya rupiah juga menjadi pertimbanÂgan, setelah sempat melemah pada Mei lalu terkena sentimen dari rencana kenaiÂkan Fed Rate.
Pada bulan lalu, Rupiah terdepreasi 1,95 persen (month to month) ke Rp13,344 per dolar AS. “Tekanan depresiasi yang dialami mata uang negara lain didorong oleh naiknya risiko global dipicu pernyataÂan The Fed. Tapi pada Juni rupiah menguat seiring dengan aliran modal masuk yang meningkat seiring dengan data ekonomi AS yang lebih rendah. Kedepan BI akan jaga stabilitas rupiah sesuai fundamental,†katanya.
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik akan membaik meski tidak sekuat perkiraan sebelumnya. KonÂsumsi rumah tangga diperkirakan naik sejalan dengan kenaikan penjualan ritel menjelang hari raya. Kendati demikian BI meyakini inflasi tetap terjaga sesuai sasaÂran 4 plus minus 1 persen.
Sementara itu, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) tetap mempertahankan suku bunga acuÂannya. Keputusan tersebut disampaikan Rabu (15/6/2016) waktu setempat. Meski demikian, The Fed memberikan sinyal, masih akan menaikkan suku bunganya palÂing tidak 2 kali lagi di tahun ini. Pertumbuhan ekonomi AS diperkiÂrakan masih akan melambat dan akan mengganggu laju pengetatan kebijakan moneter di tahun-tahun mendatang.
Dalam keputusan bank sentral The Fed, sedikitnya 6 dari 17 pembuat kebiÂjakan memproyeksikan kenaikan Fed Fund Rate (FRR) hanya akan dinaikkan satu kali tahun ini.
Penurunan tajam data-data tenaga kerja AS di bulan Mei 2016 menjadi pertimÂbangan The Fed tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuannya.
Gubernur The Fed Janet Yellen menÂgakui masih akan melihat tanda-tanda perbaikan ekonomi terlebih dahulu sebeÂlum memutuskan menaikkan suku bunga acuan. “Kami perlu memastikan bahwa ada momentum yang cukup,†kata Yellen dalam konferensi pers, seperti dilansir ReÂuters, Kamis (16/6/2016).
Ekonomi AS diperkirakan hanya akan tumbuh 2% tahun ini dan pada tahun 2017 akan lebih rendah 0,1% dari perkiraan sebelumnya. Yellen tidak menyebutkan dengan jelas, apakah kenaikan suku bunga acuan akan diputuskan pada pertemuan kebijakan berikutnya pada akhir Juli nanti atau apakah bank sentral akan menunggu data penting dulu dan akan memutuskan pada pertemuan September.
Sementara itu, Wakil Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rahmat Waluyanto menyatakan batalnya bank sentral AmeriÂka Serikat (The Fed) dalam menaikkan suku bunga karena ingin lebih berhati-hati. The Fed juga diperkirakan tidak akan gegaÂbah untuk menaikkan suku bunga di tahun ini.
“Penurunan BI Rate ini jelas sangat berpengaruh dalam jangka menengah-panjang, pertumbuhan ekonomi domestik akan membaik,†kata Rahmat, kemarin.
Menurut Rahmat, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yg semakin memÂbaik tentunya akan memberikan sentimen positif di pasar modal. Meskipun, kata dia, dalam jangka pendek bisa terjadi penuÂrunan harga-harga saham sektor tertentu.
Uang Muka KPR Turun BI juga melonggarkan kebijakan makro prudensial melalui relaksasi ketentuan raÂsio Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) untuk pembiayaan properti khusus rumah tapak, rumah susun dan ruko. Namun, ketentuan ini baru berlaku efektif per Agustus 2016. LTV dan FTV adalah rasio antara nilai kredit atau pembiayaan yang dapat diberiÂkan bank terhadap nilai agunan berupa properti.
Tirta Segara, menegaskan, aturan tersebut hanya berlaku bagi bank yang memiliki rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) KPR dan NPL total di bawah 5 persen. “Kebijakan tersebut diharapkan dapat semakin memperkuat upaya untuk meningkatkan permintaan domestik guna terus mendorong moÂmentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah masih lemahnya perekonomian global,†jelas Tirta dalam konferensi pers Kamis (16/6/2016).
Secara garis besar, kata Tirta, nantinya uang muka (down payment) yang harus diÂsetor oleh nasabah turun menjadi rata-rata 15 persen dari 20 persen sesuai dengan tipe dan jenis rumah yang diambil.
Selain itu, BI juga memperlonggar kredit atau pembiayaan melalui meÂkanisme indent dengan pengaturan penÂcairan kredit atau pembiayaan bertahap sesuai progress pembangunan untuk rumah tapak, rumah susun, dan ruko atau rukan sampai dengan fasilitas kredit mauÂpun pembiayaan kedua. Insentif tersebut juga berlaku bagi nasabah yang mengambil fasilitas pembiayaan dengan prinsip syariÂah. «Untuk pembiayaan syariah, karena BI ingin dorong ekonomi keuangan syariah, sama-sama diberi pelonggaran. Fasilitas pertama loannya sampai 90 persen, dari yang sekarang hanya 85 persen, begitu juga seterusnya untuk loan kedua dan keÂtiga,» katanya.
BI juga memperlonggar pembiayaan kredit melalui sistem indent dengan pemÂbiayaan bertahap sesuai progres pembanÂgunan untuk rumah tapak, rumah susun, rukan sampai fasilitas kredit atau pembiayÂaan kedua. Dengan aturan ini, lanjut Tirta, kredit atau pinjaman bisa cair sewaktu-waktu tanpa harus menunggu rumah tersebut tuntas 100 persen dibangun.
Tak hanya itu, BI juga menaikkan batas bawah Loan to Financing Ratio (LFR) terÂkait Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78 persen menjadi 80 persen, dengan baÂtas atas tetap sebesar 92 persen.(*)
Bagi Halaman