B1-17-062016-BisnisPEMERINTAH dan Badan Anggaran DPR menyepakati subsidi solar dipotong Rp 500/liter dari sebelumnya Rp 1.000/liter. Pemangkasan subsidi ini membuat alokasi subsidi BBM dalam APBN-P 2016 menjadi Rp 43,68 triliun, lebih rendah dari alokasi di APBN 2016 yang sebesar Rp 63,69 triliun.

Oleh : Yuska Apitya
[email protected]

Pencabutan subsidi solar itu berlaku mulai 1 Juli 2016 nanti. Artinya, mulai 1 Juli nanti solar subsidi akan dijual dengan harga baru. “Subsidi tetap pada BBM jenis solar turun dari Rp 1.000 ke Rp 500,” ujar Ke­pala Badan Kebijakan Fiskal, Suahasil Nazara, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/6/2016)

“Dengan pemangkasan subsidi solar maka subsidi jenis BBM tertentu Rp 13,9 Triliun, LPG Rp 25,2 triliun, maka to­talnya Rp 39 triliun. Dengan adanya penambahan PPN, dan juga kekurangan pembayaran subsidi tahun 2014 yang telah diaudit serta perkiraan kekurangan bayar LPG 3 kg dan min­yak tanah 2015, dengan rencana carry over ke tahun beri­kutnya, maka jumlah subsidi BBM tahun

Dia menambahkan, penerimaan negara bukan pajak dari sektor Mi­gas turun Rp 15,61 triliun dari Rp 126,08 triliun menjadi Rp 110,47 tril­iun dari APBN induk. Hal ini karena adanya perbedaan asumsi harga minyak.

Pada APBN 2016 harga minyak diasumsikan US$ 50/barel, semen­tara pada rapat panja harga minyak disepakati US$ 40/barel. Penetapan asumsi ini berpengaruh pada pener­imaan negara dari sektor migas.

Sebelumnya, dalam penerimaan migas dalam APBN 2016 ditetapkan sebesar Rp 126,08 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 50/barel. Setelah asumsi harga minyak dis­epakati US$ 40/barel, penerimaan negara dari sektor migas turun sebesar Rp 15,61 triliun menjadi Rp 110,47 triliun. “Dengan kesepakatan di panja ICP US$ 40/ barel, lifting minyak, lifting gas, dan cost recov­ery kami semalam dan tadi pagi telah menghitung ulang potensi penerimaan totalnya Rp 110,5 triliun ini yang terkait penerimaan migas,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Suahasil Nazara, saat rapat dengan Badan Anggaran DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/6/2016).

BACA JUGA :  Cemilan Rumahan dengan Donat Labu yang Sedang Viral Kelezatannya

Selain itu PPh migas menjadi Rp 36,3 triliun turun dari sebelumnya Rp 41,44 triliun, PNPB migas jadi Rp 74,1 triliun turun dari Rp 84,6 triliun jika dibandingkan APBN 2016.

Namun apabila dibandingkan RAPBN-P 2016 PPh Migas naik dari sebelumnya Rp 24,2 triliun menjadi Rp 36,3 triliun dan PNPB Migas naik dari Rp 32,7 triliun menjadi Rp 74,1 triliun.

“Ya nambah US$ 5 per barel, lumayan,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/6/2016).

Penambahan penerimaan ini dimungkinkan meskipun produksi minyak (lifting) turun dari 830.000 barel per hari menjadi 820.000 barel per hari. “Kan kita menghi­tung penerimaan sudah dengan lifting turun. Jadi kalau harga naik ya naik, gimana penerimaan naik,” paparnya.

Bambang optimis pergerakan harga minyak dunia bisa sesuai dengan asumsi ICP sampai dengan akhir tahun. “Kayaknya masuk bisa. Selama sisa akhir tahun ini aman sih, itu kan suply demand,” sebut Bambang.

Harga Solar Naik Oktober

Sementara itu, Manajemen Pertamina memastikan, dengan di­cabutnya subsidi tersebut maka ke­mungkinan besar solar tidak akan lagi dilego Rp5.150 per liter mulai Oktober mendatang.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, pemotongan subsidi sebesar Rp500 per liter han­ya bisa menjaga harga solar pada level yang sama hingga September mendatang. Dalam menghitung harga keekonomian solar mulai Ok­tober dengan jumlah subsidi yang berkurang, Pertamina akan menga­cu pada pergerakan Mean of Platts Singapore (MOPS). «Kamu sudah komitmen sampai September tak akan ada kenaikan harga solar sub­sidi, sedangkan distribusi setelahn­ya hingga Desember tergantung pergerakan MOPS nanti. Dan itu su­dah sesuai dengan kalkulasi kami,» jelas Dwi, Kamis (16/6).

BACA JUGA :  Menu Makan Siang dengan Lele Bumbu Cabe yang Lezat dan Pedas Nampol

Apalagi menurutnya, selisih antara harga jual solar subsidi su­dah berada sedikit di bawah harga keekonomian Pertamina dalam be­berapa bulan mendatang. Namun, Dwi mengatakan, perusahaan telah merencanakan berbagai upaya penghematan agar tak merugi ber­jualan solar sepanjang tahun ini.

Salah satu upaya tersebut adalah dengan meluncurkan BBM non-sub­sidi substitusi solar bernama Dexlite pada awal tahun ini, yang diharap­kan bisa menggantikan permintaan solar bersubsidi di masyarakat. Ia berharap, pergeseran konsumsi ini bisa berhasil sehingga bisa menekan subsidi solar.

Selain itu, perusahaan juga akan melakukan subsidi silang antar produk, di mana skema ini juga dilakukan pada tahun lalu. «Skema ini juga telah kami imple­mentasikan saat rugi berjualan Pre­mium sebesar Rp12 triliun hingga Rp14 triliun tahun lalu,» katanya. Terima Keputusan

Kendati demikian, ia tetap menerima keputusan pemangkasan subsidi solar berapapun angkanya mengingat kondisi keuangan negara yang kini sedang mengetat. Apalagi, ini dilakukan demi menunjang pro­gram subsidi tepat sasaran. «Yang penting bagaimana subsidi itu akan diberikan ke yang lebih berhak, Pertamina akan support kebijakan pemerintah, dengan meningkatkan efisiensi,» tambahnya.

Menurut data Pertamina, kon­sumsi solar subsidi pada 2015 ter­catat sebesar 13,98 juta kilo liter (kl), atau turun 12,4 persen diband­ingkan tahun sebelumnya sebesar 15,96 juta kl. Angka tersebut men­gambil porsi 50 persen dari total penjualan BBM bersubsidi sebesar 27,96 juta kl.

Sebelumnya, Pemerintah me­nyetujui usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menurunkan subsidi bagi solar sebesar Rp500 per liter dari angka APBN 2016 sebesar Rp1.000 per liter. Dengan asumsi kebutuhan solar tahun ini mencapai 16 juta kl, pemangkasan anggaran subsidi solar itu dalam enam bulan ke depan akan menu­runkan anggaran subsidi solar dari Rp16 triliun menjadi Rp12 triliun di tahun ini. (*)

 

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================