Dalam benak kita mungkin yang terbayang, mobil dinas itu adalah hak sang pejabat sehingga bebas mau di­apakan, termasuk dipakai oleh keluarganya untuk keper­luan pribadi. Tapi sadarkah kita bahwa uang yang dipakai untuk membeli mobil dinas itu berasal dari uang rakyat, dari pajak yang kita bayarkan? Tak mudah, memang, untuk membangkitkan kepedulian kita terhadap hal-hal seperti di atas. Bangsa ini sudah terlalu lama terbiasa menenggang berbagai pelanggaran etika yang dilakukan para pejabat, khususnya terkait dengan penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi atau golongan. Padahal seharusnya kita mencontoh suri tauladan Khali­fah Umar Bin Khattab, yakni, ketika ia menerima tamu yang ternyata datang menemuinya untuk urusan pribadi, maka lampu di ruangannya ia matikan. Beliau tidak mau menggunakan fasilitas negara untuk keperluan pribadi. Sungguh suatu contoh yang bisa dikatakan sangat sulit kita temui lagi di zaman sekarang ini.

BACA JUGA :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Etika profesi

Jika kita telaah kembali, kira-kira apa yang menyebab­kan para penyelenggara negara tanpa rasa malu menggu­nakan fasilitas negara untuk keperluan pribadi? Kuncinya adalah kegagalan etika profesi. Khusus pegawai negeri, sudah ada PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Nah, kembali ke masalah penggunaan fasilitas negara untuk keperluan pribadi, intinya adalah masalah kepatu­tan dan rasa malu. Secara etika, apakah patut para peja­bat yang notabene mempunyai penghasilan besar masih menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi? Tentu sangat tidak pantas dan memalukan. Para pejabat adalah juga pelayan publik. Bagaimana mungkin mereka akan bisa memikirkan rakyat dan memberikan pelayanan terbaik jika tanpa rasa malu mereka menggunakan fasili­tas negara untuk memenuhi keperluan pribadi.

Dengan kata lain, yang dikedepankan di benaknya adalah terpenuhinya dulu kepentingan pribadi, barulah memikirkan melayani rakyat. Beberapa bentuk perbuatan tidak etis yang sering dilakukan para pejabat penyelengg­ara negara, misalnya, ketidakjujuran dan mengabaikan hu­kum. KPK sudah melarang penggunaan mobil dinas, ting­gal sekarang kita lihat kepatuhan terhadap larangan itu.

BACA JUGA :  KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

Penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi tidak hanya menunjukkan sikap mengabaikan hukum, tetapi juga mencerminkan sifat serakah para penyelenggara neg­ara. Kwik Kian Gie pernah mengatakan bahwa keserakahan materi menjadi sumber terjadinya tindakan tidak etis, yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Lalu, bagaimana agar para penyelenggara negara, khususnya pegawai negeri, ter­hindar dari tindakan tidak etis? Laksanakan saja etika pega­wai negeri dalam bermasyarakat seperti tertera dalam Pasal 10 PP nomor 42/2004, di antaranya berpola hidup sederhana dan tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat. (*)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================