BEREDARNYA vaksin palsu di Jabodetabek, dianggap membahayakan oleh Mabes Polri. Karena itu, Mabes Polri berkomitmen mengusuttuntas kasusvaksin palsudan akan membongkarseluruh jaringannya.
 YUSKA APITYA AJI
[email protected]
Pemalsuan vaksin polio, BCG, hepatiÂtis B dan lainnya ini dipandang sangat berbahaya dan mematikan generasi bayi di Indonesia, khususnya JaboÂdetabek. “Kita kembangkan sampai jaringannya semua bisa diungkap sehingga maÂsyarakat tidak dirugikan,†jelas Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Kamis (23/6/2016).
Badrodin menjelaskan, nantinya pengemÂbangan akan dilakukan. Siapa pun yang terliÂbat akan ditindak. “Tentu setiap pelanggaran hukum seperti itu akan tetap kita proses,†tambah dia.
Tersangka yang sudah diciduk ada sembilan orang. “Ada sembilan, nanti kita bisa cek dari pengembangan. JusÂtru itu kita harus cek sehingga nanti bisa komplet, ini masih diproses,†tandasnya.
Berdasarkan penelusuran Bareskrim Polri, ternyata para pelaku sudah menjual vakÂsin tersebut ke klinik-klinik di kawasan Jabodetabek. “Di distributor dan puskesmas, tapi umumnya di klinik swasta yang kecil-kecil. Di sekitar JaÂbodetabek,†kata Plt Kepala BPOM Tengku Bahdar Johan Hamid di kantornya, Jl. PerÂcetakan Negara, Jakarta, KaÂmis (23/6/2016).
Menurut Johan, klinik yang memakai vaksin palsu itu merupakan klinik resmi. “Resmi dong tapi klinik-klinik kecil,†jelas dia.
Sedang terkait produk vakÂsin yang digerebek Bareskrim itu, menurut dia, merupakan produk rumahan. “Ini memÂbahayakan makanya kami langsung turun. Kedua sudah perintahkan Balai POM untuk langsung turun. Yang resmi nggak berani kaya gini. Yang palsu kan bikinnya di rumah. Kandungannya yang tuberÂkulin itu antibiotik dicampur air. Sebagian sedang diperiksa di lab. Ini vaksin untuk daya tahan tubuh kalau dia bukan vaksinnya dia merasa kebal tapikan bukan vaksinnya,†tegasnya. “Efek kesehatan bahaya, kita harap berfungsi ternyata tidak. Anak polio bisa pincang,†katanya.
Johan menekankan, yang menjadi penyebab bisnis vakÂsin ini memiliki bisnis yang baik. “Ini ada karena bisnisÂnya cukup baik dan mahal jadi timbul pemain-pemain baru. Dulu kita tangkap di KramatjaÂti sekarang di Bintaro, Bekasi, Kemang, dan lain-lain. Waktu itu kita temukan vaksin hepaÂtitis dijual di Medan. Karena mahal dan kadang-kadang tenÂder itu kan 1 set. Misal 40 item ada 1 vaksin dia nggak punya, kalau dia bilang nggak punya kan gagal semua, ini kadang-kadang dia main di satu vakÂsin itu,†jelas Johan. “Kami koordinasi dengan Bareskrim tapi kami yang memastikan kandungannya dari tim ahli,†tambahnya.
Johan menjelaskan, guna mencegah menyebarnya vakÂsin palsu, BPOM dan pabrik-pabrik vaksin antara lain Indofarma dan Sanopi sudah membentuk tim. Nantinya akan dilakukan pemeriksaan ketat membasmi vaksin palsu. “Semua konsumen yang curiÂga bisa hubung BPOM. Tadi dikasih tahu yang biofarma tutupnya abu-abu, kalau ngÂgak abu-abu berarti palsu. Kalo yang Sanopi kemasannya lebih berkilat, kalau kemasan kacau jangan dibeli. Sanopi juga menjual produknya lewat aplikasi tidak lewat freelance atau eceran. Kalo Biofarma dari jalur-jalur resmi. Yang diamankan ini banyaknya dari jalur-jalur freelance,†tegas dia. “Jadi harus diingat janÂgan beli vaksin di tempat yang tidak resmi atau freelance. Dia datang satu kotak harganya murah,†tambahnya.
Johan mengimbau maÂsyarakat agar bertanya saat diinjek vaksin. “Hati-hati dan tanyakan pada RS cukup satu kata, ini belinya di mana? KaÂlau dari freelance nggak jadi saja,†tutupnya.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Ekonomi KhuÂsus Brigjen Agung Setya Imam Effendi mengatakan, dari peÂnyelidikan awal ditemukan beberapa penjual vaksin yang tidak memiliki izin di Karang Satria, Bekasi.
“Di Karang Satria, Bekasi terdapat vaksin palsu. Setelah kita kembangkan kita menangÂkap saudara J sebagai pemilik toko Askal Medical yang beÂrada di Karang Satria, Bekasi,†ujar Agung dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jl. TrunoÂjoyo, Jakarta Selatan, Kamis (23/6/2016).
Menurut Agung, jaringan vaksin palsu ini memiliki 3 kelompok, yakni produsen, distributor hingga pihak yang menyerahkan langsung ke pengguna. 3 Kelompok itu diÂtangkap di tiga tempat yang berbeda yakni Puri Hijau BinÂtaro yang merupakan tempat produsen, kedua di Jl. Serma Achim Bekasi Timur dan KeÂmang Regency, Bekasi.
“Di situ kita menangkap para pembuat dan mengeÂtahui bagaimana vaksin itu dibuat, Di lokasi yang di atas tadi yakni gudang atau rumah biasa, namun dari segi higienis tidak memenuhi standar,†tuÂtur Agung.
Agung menerangkan, bahÂan dasar vaksin tersebut yakni mereka mulanya menginjeksi dengan cara menyuntikkan cairan infus dicampur dengan vaksin tetanus. Hasilnya yakni vaksin palsu untuk hepatitis, BCG, dan campak. “Untuk menyempurnakan (vaksin), di-press dengan alat press, kemuÂdian dikemas dan di-packing lalu didistribusikan,†tuturnya.
Dalam kasus ini polisi menÂgamankan 10 orang dengan rincian 5 orang produsen, 2 orang sebagai kurir, 2 orang seÂbagai penjual termasuk pemiÂlik apotek di Bekasi berinisial J dan satu orang yang mencetak label. Polisi juga menangkap 3 orang lagi siang ini di Subang, Jawa Barat. “Pelaku kita keÂnakan UU tentang Kesehatan maupun UU terhadap PerÂlindungan Konsumen dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara,†ucap Agung.
Ada beberapa cara menÂgenali vaksin wajib (hepatitis, BCG dan campak) palsu denÂgan yang asli. Direktur TinÂdak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigjen Agung Setya Imam Effendi menerangÂkan caranya dengan melihat kemasan dan harga. “Pertama, yang palsu kemasannya tidak sesempurna aslinya. Kedua, ada perbedaan harga dari yang asli. Bisa selisih Rp 200 ribu-Rp 400 ribu,†ujar Agung.
Keuntungan yang didapat pelaku cukup menggiurkan, yaitu Rp 25 juta per minggu untuk produsen dan Rp 20 juta per minggu untuk distribÂutor. Pelaku membuat vakÂsin palsu tersebut di sebuah rumah di Puri Hijau Bintaro. Mereka memproduksi dari taÂhun 2003.
Agung menerangkan, baÂhan vaksin palsu adalah cairan infus dicampur dengan vaksin tetanus. Lalu mereka mengeÂmasnya dan menjualnya seÂbagai vaksin wajib (hepatitis, BCG, dan campak). “Kan dia pakai satu kotak vaksin tetaÂnus. Kalau vaksin tetanus itu dicampur dengan infus bisa jadi 100 ampul vaksin. Jadi modalnya Rp 150 ribu buat beli vaksin tetanus dan cairan infus,†beber Agung.
Vaksin palsu ini disebarÂkan salah satunya ke apotek di Kramat Jati, Jakarta Timur. SeÂlain itu, vaksin juga diedarkan ke rumah sakit. Agung menÂerangkan pihaknya hingga kini masih mendalami adanya kerÂjasama antara pelaku dengan rumah sakit. “Akan kita dalami itu. Yang kita tahu distribusi vaksin diatur dan ada quality control dalam pendistribusian barang,†ucap Agung.
Menyikapi kasus itu, salah satu produsen resmi vaksi Bio Farma menyampaikan pihaknya dalam melakukan produksi vaksin sesuai standar ketat WHO yang merupakan organisasi kesehatan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). (*)
Bagi Halaman