Koran_Sindo_Nasional_2016-06-08_Daerah_Tadarus_Memupuk_Rasa_Kebersamaan_1GERAKAN literasi adalah sebuah gerakan yang terus dikumandangkan oleh Kemdikbud untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa masyarakat kita sangat lemah dalam budaya literasi.

Oleh: SYABAR SUWARDIMAN, S.SOS. M.KOM
Kabid Akademik Direktorat Perguruan Yayasan Bina Bangsa Sejahtera Bogor

Data UNESCO tahun 2012 menunjuk­kan bahwa indeks tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001, artinya dari 1000 penduduk Indonesia han­ya ada 1 orang yang membaca buku dengan sungguh-sung­guh. Itu berarti jika penduduk Indonesia 250 juta hanya ada 250 ribu yang serius membaca buku.

Data World’s Most Literate Nations, menunjukkan bahwa peringkat literasi Indonesia be­rada di posisi kedua terbawah dari 61 negara yang diteliti. In­donesia hanya lebih baik dari Bostwana sebuah Negara di Af­rika Selatan. Fakta ini didasar­kan pada studi deskriptif den­gan menguji sejumlah aspek, antara lain, mencakup lima kategori, yaitu, perpustakaan, koran, input sistem pendidi­kan, output sistem pendidikan, dan ketersediaan komputer (Fe­mina, 2016).

Apa itu literasi ? Secara sederhana literasi adalah ke­beraksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca. Budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya.

Ramadhan dan Literasi

Setiap memasuki Bulan Ra­madhan kita selalu diingatkan, bahwa kitab suci Al-Qur’an diturunkan pada Bulan Ra­madhan, bulan penuh rahmat dan kedamaian. Ayat pertama adalah “Bacalah dengan nama TuhanMu”, Iqro, baca! Literat, beraksaralah jika ingin mema­hami dunia dan segala pencip­taannya. Itu jika secara harfiah kita terjemahkan.

BACA JUGA :  KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

Di bulan ini banyak dari orang Islam yang berusaha mengkhatamkan Al-Qur’an bah­kan khatam berkali-kali, selain khatam juga sekaligus memper­baiki bacaan Al-Qur’an. Bah­kan ada yang membuat jadwal khusus, termasuk membaca dan mangkaji terkemahan Al- Qur’an, sungguh bulan yang sangat luar biasa.

Semangat ini harusnya menular pada bulan-bulan lain selain Bulan Ramadhan, al­angkah hebatnya jika kebiasaan membaca ini diteruskan. Ketika menunggu bis atau kereta, atau ketika berada di dalam kenda­raan umum, saat antri dipang­gil dokter dan banyak kegiatan lain yang dapat dimanfaatkan dengan membaca buku.

Namun kondisi ini tidak ter­jadi, saat berada di dalam kend­araan umum, atau menunggu keberangkatan baik di termi­nal, stasiun ataupun bandara orang-orang di sekeliling kita saat ini sibuk dengan perang­kat dawainya. Demikian juga di acara keluarga dapat kita amati semuanya sibuk dengan per­angkat dawai masing-masing. Memang dawai sekarang ban­yak yang dibekali dengan ap­likasi yang dapat membaca ber­bagai hal, baik berita maupun buku novel yang sudah didigi­talisasi, namun dari sisi efisiensi buku tetap lebih unggul, karena tidak perlu diisi ulang dan kita pun fokus karena tidak tergoda membuka aplikasi sosial media lainnya.

Keluarga dan Literasi

Dengan semangat Rama­dhan keluarga berkewajiban memelihara semangat literasi ini. Budaya literasi di keluarga harus diawali dengan teladan orang tua. Kebiasaan mem­baca orang tua akan menular kepada anak-anaknya. Namun bagaimana mengawalinya ini adalah tugas yang memerlu­kan pendekatan dan kesabaran orang tua.

BACA JUGA :  KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

Pertama orang tua harus mampu menumbuhkan kara­kter anak jatuh cinta pada ke­giatan membaca. Mengajak jalan-jalan ke toko buku, mem­beri hadiah buku, sehingga tumbuh kebiasaan membaca. Kebiasaan inilah yang akan melahirkan karakter. Pada akh­irnya kegiatan membaca juga sebagai fondasi pada kegiatan literasi yang lebih luas.

Kedua, tumbuhkan bu­daya membaca di lingkungan keluarga, tanaman akan tum­buh di lading yang subur dan terpelihara dengan baik. Arti­nya karakter yang sudah tum­buh harus dipelihara dengan baik. Guru saya menyatakan pada saat memiliki rumah, yang beliau lakukan pertama kali adalah memiliki ruang khusus untuk Mushola dan Perpustakaan. Saat ini anak-anaknya sudah menyelesaikan studi dan mendapat beasiswa ke luar negeri.

Ketiga, jadikan rumah se­bagai pusat belajar, ada kerin­duan anak-anak untuk segera pulang ke rumah. Penulis ter­ingat dengan Kampung Ing­gris di Pare Kediri, hampir di sepanjang jalan tersedia tempat kursus dengan berbagai slogan yang mendorong semangat para pembelajar. Dalam lingkup ke­cil rumah, tidak ada salahnya slogan itu ditempatkan di tem­pat-tempat strategis di rumah. Misalnya : ‘Sudah berapa judul buku yang dibaca minggu ini?’, atau dengan bahasa gaul ‘Haus saya minum, Kepo saya baca’. Banyak yang bisa keluarga laku­kan, pada akhirnya tergantung pada niat dan kesungguhan.

Semoga semangat literasi di Bulan Ramadhan bisa terus kita pelihara dan dijadikan kegiatan yang menyenangkan di mana­pun! (*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================