GERAKAN literasi adalah sebuah gerakan yang terus dikumandangkan oleh Kemdikbud untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa masyarakat kita sangat lemah dalam budaya literasi.
Oleh: SYABAR SUWARDIMAN, S.SOS. M.KOM
Kabid Akademik Direktorat Perguruan Yayasan Bina Bangsa Sejahtera Bogor
Data UNESCO tahun 2012 menunjukÂkan bahwa indeks tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001, artinya dari 1000 penduduk Indonesia hanÂya ada 1 orang yang membaca buku dengan sungguh-sungÂguh. Itu berarti jika penduduk Indonesia 250 juta hanya ada 250 ribu yang serius membaca buku.
Data World’s Most Literate Nations, menunjukkan bahwa peringkat literasi Indonesia beÂrada di posisi kedua terbawah dari 61 negara yang diteliti. InÂdonesia hanya lebih baik dari Bostwana sebuah Negara di AfÂrika Selatan. Fakta ini didasarÂkan pada studi deskriptif denÂgan menguji sejumlah aspek, antara lain, mencakup lima kategori, yaitu, perpustakaan, koran, input sistem pendidiÂkan, output sistem pendidikan, dan ketersediaan komputer (FeÂmina, 2016).
Apa itu literasi ? Secara sederhana literasi adalah keÂberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca. Budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya.
Ramadhan dan Literasi
Setiap memasuki Bulan RaÂmadhan kita selalu diingatkan, bahwa kitab suci Al-Qur’an diturunkan pada Bulan RaÂmadhan, bulan penuh rahmat dan kedamaian. Ayat pertama adalah “Bacalah dengan nama TuhanMuâ€, Iqro, baca! Literat, beraksaralah jika ingin memaÂhami dunia dan segala pencipÂtaannya. Itu jika secara harfiah kita terjemahkan.
Di bulan ini banyak dari orang Islam yang berusaha mengkhatamkan Al-Qur’an bahÂkan khatam berkali-kali, selain khatam juga sekaligus memperÂbaiki bacaan Al-Qur’an. BahÂkan ada yang membuat jadwal khusus, termasuk membaca dan mangkaji terkemahan Al- Qur’an, sungguh bulan yang sangat luar biasa.
Semangat ini harusnya menular pada bulan-bulan lain selain Bulan Ramadhan, alÂangkah hebatnya jika kebiasaan membaca ini diteruskan. Ketika menunggu bis atau kereta, atau ketika berada di dalam kendaÂraan umum, saat antri dipangÂgil dokter dan banyak kegiatan lain yang dapat dimanfaatkan dengan membaca buku.
Namun kondisi ini tidak terÂjadi, saat berada di dalam kendÂaraan umum, atau menunggu keberangkatan baik di termiÂnal, stasiun ataupun bandara orang-orang di sekeliling kita saat ini sibuk dengan perangÂkat dawainya. Demikian juga di acara keluarga dapat kita amati semuanya sibuk dengan perÂangkat dawai masing-masing. Memang dawai sekarang banÂyak yang dibekali dengan apÂlikasi yang dapat membaca berÂbagai hal, baik berita maupun buku novel yang sudah didigiÂtalisasi, namun dari sisi efisiensi buku tetap lebih unggul, karena tidak perlu diisi ulang dan kita pun fokus karena tidak tergoda membuka aplikasi sosial media lainnya.
Keluarga dan Literasi
Dengan semangat RamaÂdhan keluarga berkewajiban memelihara semangat literasi ini. Budaya literasi di keluarga harus diawali dengan teladan orang tua. Kebiasaan memÂbaca orang tua akan menular kepada anak-anaknya. Namun bagaimana mengawalinya ini adalah tugas yang memerluÂkan pendekatan dan kesabaran orang tua.
Pertama orang tua harus mampu menumbuhkan karaÂkter anak jatuh cinta pada keÂgiatan membaca. Mengajak jalan-jalan ke toko buku, memÂberi hadiah buku, sehingga tumbuh kebiasaan membaca. Kebiasaan inilah yang akan melahirkan karakter. Pada akhÂirnya kegiatan membaca juga sebagai fondasi pada kegiatan literasi yang lebih luas.
Kedua, tumbuhkan buÂdaya membaca di lingkungan keluarga, tanaman akan tumÂbuh di lading yang subur dan terpelihara dengan baik. ArtiÂnya karakter yang sudah tumÂbuh harus dipelihara dengan baik. Guru saya menyatakan pada saat memiliki rumah, yang beliau lakukan pertama kali adalah memiliki ruang khusus untuk Mushola dan Perpustakaan. Saat ini anak-anaknya sudah menyelesaikan studi dan mendapat beasiswa ke luar negeri.
Ketiga, jadikan rumah seÂbagai pusat belajar, ada kerinÂduan anak-anak untuk segera pulang ke rumah. Penulis terÂingat dengan Kampung IngÂgris di Pare Kediri, hampir di sepanjang jalan tersedia tempat kursus dengan berbagai slogan yang mendorong semangat para pembelajar. Dalam lingkup keÂcil rumah, tidak ada salahnya slogan itu ditempatkan di temÂpat-tempat strategis di rumah. Misalnya : ‘Sudah berapa judul buku yang dibaca minggu ini?’, atau dengan bahasa gaul ‘Haus saya minum, Kepo saya baca’. Banyak yang bisa keluarga lakuÂkan, pada akhirnya tergantung pada niat dan kesungguhan.
Semoga semangat literasi di Bulan Ramadhan bisa terus kita pelihara dan dijadikan kegiatan yang menyenangkan di manaÂpun! (*)
Bagi Halaman