Langkah Menteri PendiÂdikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies BasÂwedan, untuk menangkal praktik pungutan liar (pungli) di sekolah, kian gencar dilakukan. MewanÂti-wanti sekolah tak melakuÂkan pungutan di luar ketentuÂan, para orangtua murid bisa melaporkan ke laporpungli. kemdikbud.go.id.
“PEMERINTAH tidak menutup mata masih adanya praktik punÂgutan-pungutan di sekolah yang memberatkan, terutama saat penerimaan peserta didik baru
seperti sekarang ini. Kemendikbud menyediakan saluran pelaporan bagi siapa saja yang merasa dirugikan dengan praktik pungutan itu,†kata Mendikbud Anies Baswedan, Selasa (28/6/2016).
Siapa saja bisa melapor ke laporpungli.kemdikbud.go.id baik sebagai pelaku pendidikan, seperti orangtua, pemerintah daerah, maupun siswa yang merasa dirugiÂkan karena pengenaan pungutan, terutama saat PeneriÂmaan Peserta Didik Baru (PPDB). “Jangan ada lagi pihak yang memandang siswa sebagai pundi-pundi uang unÂtuk dikeruk! Mereka adalah anak kita, adik kita. Mereka adalah wajah masa depan kita. Kita harus bantu, kita harus fasilitasi jangan malah dijadikan sebagai penghasiÂlan,†kata dia.
Menurut Anies, pelaporan dan pengaduan akan disÂelesaikan dengan kerja sama antar Pemerintah Daerah dan Direktorat Jenderal terkait di Kemendikbud. “SeÂmenjak dirilis, sudah ada dua pelaporan yang masuk dan kami tangani,†kata dia.
Anies mengimbau kepada pemerintah daerah untuk proaktif mengingatkan kepada tiap sekolah (satuan penÂdidikan) agar tidak melegalkan pengenaan pungutan liar. “Biaya pendidikan itu harus memegang prinsip keadilan, jangan memaksa orangtua apalagi siswa dengan embel-embel persyaratan masuk sekolah,†terangnya.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (PerÂmendikbud) Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan dan Satuan PendidiÂkan Dasar melarang pungutan di sekolah.
Pertama, tidak boleh dilakukan kepada peserta diÂdik atau orangtua atau walinya yang tidak mampu seÂcara ekonomis. Kedua, tidak boleh dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Ketiga, tidak boleh digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuÂan pendidikan baik langsung maupun tidak langsung.
(Yuska Apitya Aji/ed:Mina)
Bagi Halaman