Dikatakan Yuddy, pertimbangan larangan tidak menerima THR karena pada prinsipnya setiap PNS dan anggota TNI/Polri telah bersumpah untuk menÂjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, tanpa mengharapkan imbalan. Selain itu, sudah ada peraturan perundang–undangan yang melarang PNS dan angÂgota TNI/Polri menerima gratifikasi.
Terlebih, lanjut Yuddy, pemerinÂtahan di bawah Presiden Jokowi – JK, sangat menaruh perhatian terhadap kesejahteraan pegawai. Di mana, untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemerÂintah memberikan THR kepada seluruh PNS, TNI, dan Polri.
Karena itu, Yuddy berpesan kepada para pimpinan instansi pemerintah agar menindak tegas serta memberikan sanksi sesuai dengan peraturan perunÂdang undangan yang berlaku, jika ada PNS maupun anggota TNI/Polri yang menerima ataupun meminta THR, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat.
Larang Mobdin Dipakai Mudik
PNS juga tak lagi bebas mengguÂnakan kendaraan operasional instansi mereka saat mudik lebaran. Yuddy Chrisnandi menyatakan melarang pengÂgunaan mobil tersebut. Kebijakan yang diambil menteri asal Partai Hanura ini berbeda dengan tahun lalu. Saat itu, Yuddy memberikan izin kepada setiap PNS apabila ingin menggunakan kendaÂraan dinas dan operasional saat mudik. “Tahun lalu silakan dipakai, karena tiÂdak mempunyai uang yang cukup unÂtuk beli tiket (mudik),†kata Yuddy, keÂmarin.
Yuddy beralasan, diubahnya kebiÂjakan penggunaan mobil operasional itu lantaran saat ini pemerintah telah memÂbayarkan tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 kepada PNS/TNI/Polri.
Adapun untuk THR juga merupakan kebijakan baru yang diterapkan pemerÂintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. “SekaÂrang pegawai golongan rendah saja bisa (terima THR) Rp 2 juta, sarjana baru sampai Rp 3 juta. Belum lagi ditambah gaji ke-13 yang dibayar lebih maju sebeÂlum Lebaran. Kami lihat cukup,†kata dia.
Guna mengantisipasi PNS bandel, Yuddy telah memerintahkan jajarannya untuk menginventarisasi jumlah moÂbil operasional yang standby di pool. Nantinya, mobil itu akan ‘disegel’ hingÂga jadwal PNS masuk pada 11 Juli menÂdatang.
Pihaknya juga berjanji akan meneÂgur kepala daerah yang membolehkan pegawainya membawa mudik mobil dinas. “Kan dipusatnya sudah dilarang, nanti akan kita tegur. Kendaraan operaÂsional kan dipergunakan lewat APBN uang rakyat, pengelola APBN pemerinÂtah kebijakan pusat,†ujar Yuddy. “DaeÂrah kan dapat uang dari pemerintah pusat,†bebernya.
Menurutnya, pemerintah daerah haÂrus tunduk pada kebijakan pemerintah pusat. Kendaraan operasional tidak boÂleh digunakan untuk aktivitas non kediÂnasan. “Berarti Lebaran tidak boleh. KaÂlau kendaraan yang melekat ya silakan,†paparnya.
Kendaraan melekat itu kata Yudi adalah mobil yang diberikan atas jaÂbatan seperti menteri atau pejabat esÂelon 1. Sehingga larangan penggunaan untuk mudik Lebaran tidak berlaku. “Misalnya saya mau nganter istri ke banÂdara boleh, nganter anak saya boleh, tapi secara etis saya harus memilah-miÂlah ini dinas atau bukan,†tuturnya.
Lalu apa yang dimaksud dengan kendaraan operasional? “Kalau kendaÂraan operasional itu kendaraan itu tidak diberikan untuk kepentingan pejabat tetapi kepentingan kedinasan dan kendÂaraan tersebut harus di kantor. Misalnya mobil jemputan, atau mobil kijang, dia harus mengantar dokumen ke Setneg segera nah dia pakai mobil ini. Tapi kaÂlau pulang ke rumah tidak boleh dipakÂai. Walaupun sopir sekalipun dia hanya datang jam kantor ngantar sana sini dan setelah pulang jam kantor pulang tetap naik motor dan dikembalikan lagi moÂbilnya. Seperti sopir saya, nggak mungÂkin dia bawa mobil saya ke rumahnya,†pungkasnya.(*/ed:Mina)