JAKARTA TODAY– Pemerintah Republik Indonesia memutusÂkan untuk mencoret opsi operasi militer dalam membebaskan 10 anak buah kapal asal Indonesia yang disandera kelompok pemÂberontak Filipina, Abu Sayyaf. Kesepuluh ABK tersebut diculik secara terpisah. Tujuh diculik di Laut Sulu Filipina pada 20 Juni, sedangkan tiga diculik di peraiÂran Sabah Malaysia pada 9 Juli.
“Opsi untuk melakukan opeÂrasi militer masih kami kesampÂingkan karena ini menyangkut konstitusi negara lain,†kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan usai bertemu Presiden Indonesia Joko Widodo di Istana Negara, Selasa (12/7).
Indonesia, ujar Luhut, harus menghormati konstitusi Filipina. Hal serupa dikemukakan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia berkata, opsi militer tak bisa dijalankan seenaknya karena memerlukan izin dari pemerintah Filipina. Terlebih, ujarnya, militer ialah bagian dari kehormatan negara.
“Kalau ada orang Filipina disandera di sini, apakah kita (Indonesia) izinkan tentara sana (Filipina) datang? Kan tidak,†ujar JK secara terpisah di Istana Wakil Presiden.
Meski demikian, JK menyataÂkan pemerintah RI masih memÂbujuk Filipina untuk memberiÂkan izin bagi militer Indonesia untuk menggelar operasi di sana.
Operasi militer di Filipina pun, kata JK, bukan tanpa risiko. “Masyarakat harus memahami bahwa semua punya risiko. Mau terjadi baku tembak di laut ya tak apa-apa asal harus izin ke Filipina.â€
Sementara itu, Indonesia terus melakukan diplomasi agar militer Indonesia bisa berÂpatroli di Filipina dan Malaysia. Dalam rangka itu pula Menteri Pertahanan RI Ryamizard RyaÂcudu hari ini bertemu dengan Menhan Filipina dan Malaysia di Kuala Lumpur.
Penculikan dan penyanderÂaan terhadap ABK Indonesia dilakukan oleh komplotan yang jadi bagian dari Abu Sayyaf –milÂitan dengan basis di selatan FilÂipina yang disebut telah berbaiat kepada kelompok radikal NeÂgara Islan Irak dan Suriah (ISIS).
Penculikan terbaru di perÂairan Sabah terjadi ketika IndoÂnesia tengah berupaya membeÂbaskan tujuh WNI lainnya yang diculik di Laut Sulu, barat daya Filipina, 20 Juni. Insiden serupa terjadi berulang kali pada para ABK berpaspor Indonesia.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan pasukannya siap menggelar operasi militer andai izin diberikan pemerintah FilÂipina.
Sementara di tengah penÂcarian solusi pembebasan sandÂera, militer Filipina mengepung kelompok Abu Sayyaf di Pulau Basilan dan Sulu. Serangan seÂpekan terakhir, menurut Juru Bicara Komando Mindanao FiÂlemon Tan, telah menewaskan 40 orang pemberontak, dan 20 orang lainnya luka-luka.
Pertempuran besar antara pasukan Filipina dengan angÂgota Abu Sayyaf masih berlangÂsung hingga kini. Militer Filipina menggempur Abu Sayyaf dari darat dan udara.
Sementara itu, Presiden Indonesia Joko Widodo meÂmerintahkan kementerian dan lembaga terkait untuk segera menindaklanjuti perjanjian yang disepakati antara tiga neÂgara yakni Indonesia-Filipina- Malaysia, di Yogyakarta pada Mei lalu.
Kesepakatan trilateral ini dinilai dapat mengatasi pembaÂjakan kapal di perairan IndoneÂsia-Malaysia-Filipina yang telah terjadi berulang kali.
Menurut Juru Bicara PresÂiden Johan Budi, Jokowi menyÂampaikan pesan ini kepada pada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, dan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan. “Yang pasti Presiden perintahkan Panglima TNI, Menlu,dan Menkopolhukam untuk segera membahas kesepakatan YoÂgya,†kata Johan saat ditemui di Istana Negara, Selasa (12/7). (Yuska Apitya/net)
Bagi Halaman