20151227062154-jokowiJAKARTA TODAY– Pemerintah Republik Indonesia memutus­kan untuk mencoret opsi operasi militer dalam membebaskan 10 anak buah kapal asal Indonesia yang disandera kelompok pem­berontak Filipina, Abu Sayyaf. Kesepuluh ABK tersebut diculik secara terpisah. Tujuh diculik di Laut Sulu Filipina pada 20 Juni, sedangkan tiga diculik di perai­ran Sabah Malaysia pada 9 Juli.

“Opsi untuk melakukan ope­rasi militer masih kami kesamp­ingkan karena ini menyangkut konstitusi negara lain,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan usai bertemu Presiden Indonesia Joko Widodo di Istana Negara, Selasa (12/7).

Indonesia, ujar Luhut, harus menghormati konstitusi Filipina. Hal serupa dikemukakan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia berkata, opsi militer tak bisa dijalankan seenaknya karena memerlukan izin dari pemerintah Filipina. Terlebih, ujarnya, militer ialah bagian dari kehormatan negara.

“Kalau ada orang Filipina disandera di sini, apakah kita (Indonesia) izinkan tentara sana (Filipina) datang? Kan tidak,” ujar JK secara terpisah di Istana Wakil Presiden.

Meski demikian, JK menyata­kan pemerintah RI masih mem­bujuk Filipina untuk memberi­kan izin bagi militer Indonesia untuk menggelar operasi di sana.

BACA JUGA :  Kecelakaan Maut di Tol Kalanganyar, Bus Eka Seruduk Truk hingga Tewaskan 1 Penumpang

Operasi militer di Filipina pun, kata JK, bukan tanpa risiko. “Masyarakat harus memahami bahwa semua punya risiko. Mau terjadi baku tembak di laut ya tak apa-apa asal harus izin ke Filipina.”

Sementara itu, Indonesia terus melakukan diplomasi agar militer Indonesia bisa ber­patroli di Filipina dan Malaysia. Dalam rangka itu pula Menteri Pertahanan RI Ryamizard Rya­cudu hari ini bertemu dengan Menhan Filipina dan Malaysia di Kuala Lumpur.

Penculikan dan penyander­aan terhadap ABK Indonesia dilakukan oleh komplotan yang jadi bagian dari Abu Sayyaf –mil­itan dengan basis di selatan Fil­ipina yang disebut telah berbaiat kepada kelompok radikal Ne­gara Islan Irak dan Suriah (ISIS).

Penculikan terbaru di per­airan Sabah terjadi ketika Indo­nesia tengah berupaya membe­baskan tujuh WNI lainnya yang diculik di Laut Sulu, barat daya Filipina, 20 Juni. Insiden serupa terjadi berulang kali pada para ABK berpaspor Indonesia.

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan pasukannya siap menggelar operasi militer andai izin diberikan pemerintah Fil­ipina.

Sementara di tengah pen­carian solusi pembebasan sand­era, militer Filipina mengepung kelompok Abu Sayyaf di Pulau Basilan dan Sulu. Serangan se­pekan terakhir, menurut Juru Bicara Komando Mindanao Fi­lemon Tan, telah menewaskan 40 orang pemberontak, dan 20 orang lainnya luka-luka.

BACA JUGA :  Penemuan Mayat Wanita di Slogohimo Wonogiri, Gegerkan Warga Setempat

Pertempuran besar antara pasukan Filipina dengan ang­gota Abu Sayyaf masih berlang­sung hingga kini. Militer Filipina menggempur Abu Sayyaf dari darat dan udara.

Sementara itu, Presiden Indonesia Joko Widodo me­merintahkan kementerian dan lembaga terkait untuk segera menindaklanjuti perjanjian yang disepakati antara tiga ne­gara yakni Indonesia-Filipina- Malaysia, di Yogyakarta pada Mei lalu.

Kesepakatan trilateral ini dinilai dapat mengatasi pemba­jakan kapal di perairan Indone­sia-Malaysia-Filipina yang telah terjadi berulang kali.

Menurut Juru Bicara Pres­iden Johan Budi, Jokowi meny­ampaikan pesan ini kepada pada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, dan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan. “Yang pasti Presiden perintahkan Panglima TNI, Menlu,dan Menkopolhukam untuk segera membahas kesepakatan Yo­gya,” kata Johan saat ditemui di Istana Negara, Selasa (12/7). (Yuska Apitya/net)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================