Jeroan impor ini pun ditar­getkan oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk dijual dengan harga Rp 20.000-30.000/kg.

Salah seorang penjual dag­ing sapi di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur mengaku telah mengambil pasokan jeroan impor dari Bulog sejak sebe­lum Lebaran lalu. Harga je­roan yang dijual berkisar Rp 50.000-Rp 80.000/kg, yang terdiri dari hati, jantung, dan paru.

“Jeroan kayak usus, ba­bat di sini memang jualnya Rp 30.000. Tapi kalau paru, limpa jualnya nggak bisa Rp 30.000 (jeroan lokal). Kalau impor (limpa) nggak tahu, karena impor belum pernah saya lihat. Kalau hati impor masih bisa murah Rp 35.000-Rp 44.000 kemarin. Kita jual­nya bisa Rp 50.000 sampai Rp 60.000,” kata Irwan.

Irwan menambahkan, saat ada jeroan yang diimpor, ia mengambil jeroan jenis hati saja. Hal ini dikarenakan untuk hati, selera konsumen masih bisa dipenuhi lewat jatah im­por. Sementara untuk jantung, menurutnya konsumen lebih banyak memilih yang lokal.

BACA JUGA :  Hasil Thomas Cup 2024, Tim Bulu Tangkis Indonesia Kalahkan Inggris 5-0

“Kalau hati ada yang im­por. Cuma kemarin pas Leba­ran harganya tinggi sampai Rp 44.000, paru juga ada tapi ba­rangnya langka, dan barang­nya mahal. Kayak paru, 15 hari menjelang Lebaran sudah mu­lai kosong. Masalahnya per­mintaan banyak, kayak yang punya duit itu ngedrop barang duluan. Jadi saat barang sudah mulai kosong, barangnya ma­hal,” imbuhnya.

Ia pun mengakui ada per­bedaan antara jeroan impor dan lokal. Dibanding impor, jeroan lokal dirasa lebih baik dalam hal rasa dan kualitas. Meskipun rasa menurutnya tergantung kembali kepada cara mengolahnya.

BACA JUGA :  Kecelakaan Mobil Pikap di Kendal Terbalik ke Sawah, Angkut Wisatawan

“Untuk hati, ada yang be­dain. Karena ada beda rasa impor sama lokal. Impor itu agak keras. Kalau lokal rasan­ya lebih enak digigit. Tapi ada ibu yang bisa bedain, ada ng­gak. Rasa kualitas impor pasti beda. Lebih enak lokal,” tu­turnya.

Namun saat ini pedagang lebih banyak yang menjual je­roan lokal. Alasannya karena permintaan konsumen akan daging sudah mulai menurun, dan tidak berani mengambil jeroan impor yang diambil dalam jumlah besar.

“Sekarang lagi nggak am­bil (impor). Karena nggak ada pemakaian. Sekarang jadinya cuma lokal. Karena permintaan juga sudah mulai berkurang. Kalau jeroan itu kan satu kardus langsung isin­ya 27 kilo. Nggak berani ambil banyak-banyak,” pungkasnya.

(Alfian Mujani|detik)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================