3.-Rumput-Laut-Primadona-Industri-Maritim-Indonesia-2POTENSI lahan pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia belum banyak digarap secara optimal dan berkelanjutan. Padahal, rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan yang diprioritaskan pengembangannya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.

Oleh: YUDI WAHYUDIN
Kepala Divisi Kebijakan Ekonomi dan Kelautan PKSPL-IPB & Mahasiswa
Program Doktor Bidang Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika IPB

Sebagai bentuk dukun­gannya, pemerintah menyiapkan berbagai strategi pengemban­gan budidaya rumput laut agar dapat menjadi stimu­lans bagi pembudidaya rumput laut di Indonesia untuk dapat meningkatkan produksi rumput laut dan membangun roda per­ekenomian nasional yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir di Indonesia.

Rumput laut bisa dikem­bangkan di perairan yang ten­ang dan tidak memerlukan teknologi dan modal yang tinggi untuk skala rumah tangga. Pada umumnya perairan pantai di Indonesia memiliki teluk-teluk dan terlindungi oleh pulau kecil sehingga kondisi perairannya relatif tenang. Kondisi perairan seperti itu sangat potensial bagi pengembangan usaha budidaya rumput laut. Beberapa krite­ria lokasi budidaya yang tepat diantaranya adalah : (i) lokasi terlindung dari terpaan angin dan gelombang yang besar un­tuk menghindari kerusakan fisik rumput laut, (ii) dasar perairan yang baik bagi pertumbuhan rumput laut adalah potongan karang mati bercampur den­gan pasir karang, (iii) kedala­man minimal berkisar antara 100-200 cm pada saat surut ter­endah, agar tidak mengalami kekeringan karena terkena sinar matahari secara langsung, (iv) salinitas perairan berkisar anta­ra 28-34 permil dengan nilai op­timum 32 permil, (v) suhu perai­ran berkisar antara 27-32 derajat celcius, (vi) kecerahan dengan angka transparansi sekitar 150 cm, (vii) kisaran pH antara 6-9 dengan nilai optimal antara 7-8, serta (viii) kecepatan arus yang dianggap baik berkisar antara 20-40 cm per detik.

Saat ini, daerah provinsi yang menjadi jantung-jantung produksi rumput laut dianta­ranya adalah Bali, Nusa Tengga­ra Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, dan Maluku. Perairan di beberapa daerah tersebut relatif memiliki banyak teluk, pulau-pulau kecil, ombak yang tidak terlalu besar, keadaan air yang cerah dan ti­dak terlalu dalam.

Pembudidaya rumput laut di Indonesia secara kelembagaan lokal pada masing-masing wilayah cenderung berkelom­pok kendati permodalannya dilakukan sendiri-sendiri. Ben­tuk kelompok ini sangat cocok dikembangkan sebagai model penguatan bisnis lokal. Arti­nya bahwa secara tradisional mereka saling membantu, teru­tama dalam hal penyediaan bibit rumput laut dan sistem keamanan lingkungannya. Dan, tentu saja bilamana kemitraan ini diperkuat dengan kehadiran pemerintah dan swasta atau yang dikenal dengan pendeka­tan P4 (private-public-people partnership), maka bukan tidak mungkin akan terbangun sin­ergi kuat untuk mendistribusi­kan kesejahteraaan berbasis pengembangan ekonomi kelau­tan di seluruh wilayah nusan­tara ini.

BACA JUGA :  DINAMIKA PILKADA KABUPATEN BOGOR KERING IDE DAN GAGASAN

Bisnis rumput laut dapat menjadi primadona baru yang bukan tidak mungkin akan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan asli daerah yang menjadi fokus dan lokus sentra produksi rum­put laut, terlebih bilamana didu­kung dengan kehadiran pabrik-pabrik pengolahan di daerah agar dapat menyerap tenaga kerja lokal dan nilai tambah ko­moditas rumput laut di daerah. Oleh karena itu, penting untuk dikembangkan sistem atau pola pengembangan bisnis terpadu dan berkelanjutan yang mampu mensinkronkan jalinan keter­gantungan yang menguntung­kan dan berkelanjutan. Sistem atau pola pengembangan yang ditawarkan adalah pola cluster industry. Pola pengemban­gan bisnis dengan sistem ini seyogianya harus mempertimbangkan je­nis dan volume produksi bahan mentah dan produk olahannya serta peluang pasar yang terse­dia untuk setiap cluster indus­try yang dibentuk.

Cluster industry dalam hal ini merupakan cikal bakal, di­mana produsen bahan baku dalam hal ini pembudidaya rumput laut mempunyai keter­kaitan erat dengan pabrik atau industri pengolahan dan peda­gang atau eksportir. Polanya adalah terjalinnya kemitraan antara pembudidaya dan pen­golah, dimana seoptimal mung­kin produksi pembudidaya rumput laut dijual terlebih da­hulu untuk memenuhi kebutu­han lokal dalam suatu cluster untuk menjamin agar pabrik pengolahan mempunyai input produksi yang berkelanjutan, selain juga menjamin tercip­tanya pasar lokal di dalam suatu cluster, sehingga diharapkan aliran barang dan uang terjadi secara efisien.

Adapun jika pasar lokal dalam suatu cluster telah ter­penuhi, maka bahan mentah (bahan baku) seyogianya dapat mensuplai produsen dari luar cluster tetapi tetap dalam kon­teks pasar dalam negeri. Se­lanjutnya, bilamana kebutuhan bahan baku dalam negeri telah terpenuhi, maka suplai ba­han mentah untuk ekspor juga dapat dilakukan. Oleh karena itu, perlu kiranya dijalin sistem koordinasi yang baik dan terpa­du antar cluster, sehingga sur­plus dan defisit produksi dalam suatu cluster dapat dikurangi atau dipenuhi oleh cluster lain­nya secara cepat, tepat waktu dan berkelanjutan.

Pemerintah diharapkan dapat berperan lebih dalam upaya pengembangan bisnis rum­put laut. Dalam hal ini, pemer­intah diharapkan dapat men­dorong bank dan lembaga keuangan serta memberikan jaminan keberlanjutan insentif berupa kredit lunak agar pem­budidaya, pengolah dan peda­gang pada suatu cluster dapat melakukan upaya pengemban­gan bisnis mereka. Hal ini pent­ing diupayakan agar pengem­bangan bisnis rumput laut tidak terganjal oleh terbatasnya mod­al usaha. Namun demikian, para pelaku bisnis juga harus memberikan kondite baik agar kredit yang diterimanya tidak menjadi kredit macet di kemu­dian hari.

BACA JUGA :  DINAMIKA PILKADA KABUPATEN BOGOR KERING IDE DAN GAGASAN

Oleh karena itu, penting ki­ranya pemerintah memberikan stimulans atau insentif lain ter­kait dengan upaya pengemban­gan bisnis rumput laut terpadu dan berkelanjutan, misalnya berupa penetapan harga dasar bahan baku di tingkat pembu­didaya, sehingga para pembu­didaya terjamin untuk dapat menerima hasil secara tetap dan kontinu. Penetapan harga dasar ini perlu juga memperha­tikan kemampuan pengolah un­tuk menghasilkan produk olah­an yang dapat bersaing dengan hasil olahan pabrik pengolah luar negeri, terutama dari sisi efisiensi produksi pengolahan. Sehingga produk olahan Indo­nesia secara kualitas tidak kalah dengan hasil olahan luar negeri tetapi dari sisi harga produk olahan Indonesia dapat lebih efisien.

Pemberian insentif berupa pemberian pajak penjualan yang progresif terbalik juga dapat dilakukan sebagai upaya menggenjot perkembangan in­dustri pengolahan rumput laut. Progresif terbalik artinya bahwa semakin besar produk­si olahan yang dihasilkan oleh suatu industri dapat menu­runkan prosentase pajak pen­jualan yang harus dikeluarkan industri tersebut. Misalnya untuk setiap kenaikan produksi olahan sebesar 10 persen dapat menurunkan pajak penjualan sebesar 5 persen dari besaran pajak penjualan ynag harus dikeluarkan, dan seterusnya.

Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan insentif berupa pengemban­gan teknologi, baik teknolo­gi produksi bahan mentah maupun teknologi pengola­han. Dalam hal ini, pemerin­tah diharapkan mendorong pusat-pusat penelitian dan pengembangan teknologi di lingkungannya untuk melaku­kan riset-riset pengembangan teknologi yang dibutuhkan. Hal ini penting untuk dilakukan agar tingkat efektifitas dan efisiensi produksi bahan mentah dan olahan dapat ditingkatkan se­cara bertahap dan berkelanju­tan, sehingga diharapkan juga dapat meningkatkan daya saing produk rumput laut di pasar na­sional maupun internasional.

Di sisi lain, pemerintah juga memerlukan kerjasama yang baik dari para pelaku ekonomi di bidang bisnis rumput laut ini, terutama dalam hal pem­berian input balik dan koordi­nasi antar pelaku ekonomi dan pemerintah. Hal ini penting dilakukan agar segenap isu dan permasalahan yang muncul kemudian setelah dilakukan­nya pola pengembangan bisnis dengan sistem ini dapat dicegah dan diantisipasi dengan baik atau bahkan jika isunya posi­tif, maka dapat diketahui dan dikembangkan pola-pola lain yang dapat mendukung upaya pengembangan bisnis rumput laut di masa-masa mendatang.

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================