SAAT ini terdapat 10.388 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Indonesia, tapi tak semuanya memenuhi legalitas dan bisa mendapat status Clean and Clear (CnC). IUP dapat dinyatakan CnC apabila memenuhi aspek administrasi dan kewilayahan.
RISHAD NOVIANSYAH|YUSKA APITYA
[email protected]
Dari aspek administrasi, IUP harus didukung oleh dokumen-dokumen yang lengkap, penerbitannya harus sesuai Undang-Undang, dan masa berlakunya belum habis. Sedangkan dari aspek kewilayahan, IUP tidak boleh tumpÂang tindih dengan IUP lainnya.
Dari 10.388 IUP yang beredar, hanya 6.365 IUP yang berstatus CnC, sisanya 4.023 IUP belum CnC alias abal-abal. Kementerian ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Tahun 2015 untuk menata ribuan IUP abal-abal ini.
Hasilnya, hingga Juni 2016 ini 534 IUP non CnC telah dicabut oleh gubernur. Dari 4.023 IUP non CnC tersebut, 1.079 IUP telah mendapat rekomendasi dari gubernur untuk mendapat staÂtus CnC.
Tetapi dari 1.079 IUP yang direkomendasikan CnC, ternyata hanya 187 IUP yang benar-benar siap memperoleh status CnC. Sisanya sebanyak 892 masih abal-abal sehingga dikembalikan lagi oleh Kementerian ESDM pada masing-masing gubernur yang memberi rekomendasi. “Kami menerima laporan 1.613 IUP dari gubernur, terÂdiri dari 1.079 IUP yang direkomendasikan CnC, 534 IUP non CnC dicabut. Tapi setelah kami veriÂfikasi ternyata hanya 20% yang diusulkan yang bisa kita lanjutkan untuk CnC, 187 perusahaan yang harus diumumkan CnC. 892 kita kembaÂ
diumumkan CnC. 892 kita kembaÂlikan ke gubernur untuk diproses kembali,†kata Dirjen Minerba KeÂmenterian ESDM Bambang Gatot Aryono, di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (21/7/2016).
Bambang menambahkan, seÂbanyak 2.410 IUP non CnC belum dilaporkan oleh para bupati seÂhingga belum dapat diselesaikan oleh para gubernur, apakah akan direkomendasikan CnC atau diÂcabut saja. Bambang pun meminÂta para bupati segera memberikan data izin-izin tambang non CnC agar dapat diselesaikan.
“Ada 4.023 IUP non CnC, yang disampaikan baru 1.613 IUP. SisanÂya 2.410 IUP kami tanya ke kadis-kadis, mereka umumnya belum mendapat data dan masukan dari bupati. Dari pembahasan, kita beri masukan ke Pemprov, kami mengingatkan agar kabupaten menyampaikan data,†ujarnya.
Mulai Agustus nanti, KementÂerian ESDM bersama Komisi PemÂberantasan Korupsi (KPK) akan turun lapangan mensosialisasikan penertiban IUP non CnC ke daeÂrah-daerah. Mulai dari ke BengkuÂlu untuk wilayah Sumatera, BalikÂpapan untuk wilayah Kalimantan, dan Gorontalo untuk Indonesia Timur. “Kita merencanakan AgusÂtus terjun langsung bersama KPK bagaimana agar ini berjalan. PerÂtama di Bengkulu, Balikpapan, terakhir di Gorontalo untuk IndoÂnesia Timur,†tutur Bambang.
Bila IUP non CnC tersebut tiÂdak dibereskan oleh para kepala daerah hingga akhir tahun, IUP akan dicabut secara otomatis berÂdasarkan Permen ESDM 43/2015. Bambang berjanji tak akan ragu-ragu untuk mencabut IUP-IUP non CnC yang tak melengkapi perÂsyaratan hingga akhir tahun ini. “Kita melakukan berbagai upaya agar ini selesai paling lambat akhÂir tahun ini, 90 hari dari SeptemÂber,†tutupnya.
Terpisah, Kepala Dinas EnÂergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Bogor Ridwan Syamsudin mengatakan, maraÂknya penambangan liar membuat pemerintah Kabupaten Bogor rugi rata-rata Rp25 miliar per tahun. Saat ini tambang ilegal berbagai macam kategori menyebar di 50 titik di seluruh Kabupaten Bogor. Jumlah tersebut fluktuatif dan lokasinya berpindah-pindah. SeÂmentara tambang yang berizin berjumlah sekitar 70 titik.
“Bagaimana pun harus ada tinÂdakan. Pemkab rugi sampai Rp25 miliar per tahun dalam hal pemaÂsukan. Angka itu hasil hitungan 2010-2014. Belum lagi kerugian dalam hal kerusakan lingkungan,†kata Ridwan, Kamis (21/7/2016).
Menurutnya, setelah kewenanÂgan perizinan ditarik ke tingkat provinsi, pengurusan izin pertamÂbangan menjadi lebih lama, jauh, dan lebih banyak melibatkan inÂstansi. Hal itu yang membuat sejumlah pengusaha tambang memilih jalan pintas dengan langÂsung memulai aktivitas pertamÂbangan.
Oleh karena itu, Pemkab, PemÂprov, dan pemerintah pusat harus duduk bersama untuk membahas sistem yang ideal. Perizinan yang dikelola langsung oleh Pemprov dan pusat juga membuat Dinas ESDM Kabupaten Bogor tak lelÂuasa menindak.
Menurutnya, perlu ada pemÂbagian kewenangan dalam perÂizinan pertambangan. PertamÂbangan yang termasuk kategori strategis menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tambang yang bersifat vital menjadi kewenangan pemerintah provinsi, dan pertÂambangan yang nonstrategis dan nonvital diserahkan pada kota dan kabupaten masing-masing. “Kami dilema juga karena harus membiarkan galian liar di depan mata. Walaupun penertiban menÂjadi ranah provinsi dan pusat, bukan berarti kami tak akan berÂtindak. Penambang ilegal silakan urus dulu perizinan atau bersiap saja berhadapan dengan kami,†kata Ridwan.(*/ed:Mina)
Bagi Halaman