Ia mencontohkan kasus pada tahun lalu, di mana penyaluran BBM bersubsidi turun 68% dari 47 juta liter di tahun 2014 menjadi 15 juta liter di tahun 2015, sebagai akiÂbat dikeluarkannya premium dari daftar BBM bersubsidi. “Konsumsi premium ibaratnya cukup besar, dan ada juga Jenis BBM Khusus Penugasan (JBPK) yang merupakan di luar Jamali. Makanya, ketika keÂlompok itu dikeluarkan, kuota subÂsidi berkurang dan realisasinya juga turun karena kini BBM bersubsidi hanya solar saja,†terangnya di loÂkasi yang sama.
Di samping itu, Andi menuturÂkan sudah banyak sekali pengguna BBM bersubsidi yang mulai beralih menggunakan bahan bakar non-subsidi seiring makin banyaknya badan usaha penyalur BBM selepas premium tidak disubsidi lagi. BahÂkan, setelah melihat angka semester I, ia memprediksi penyaluran BBM bersubsidi tidak akan sebesar tahun lalu.
“Tentunya, ini akan menyumÂbang ke konsumsi BBM nasional yang semakin turun. Kalau capaian tahun ini dikali dua maka jumlahnÂya tidak akan sebesar tahun lalu. KaÂlau seperti itu, memang benar kami tengah menuju industri hilir migas yang lebih efisien,†tutur Andi.
Sebagai informasi, realisasi konÂsumsi BBM pada tahun 2015 sebesar 69,49 juta kiloliter, yang terdiri dari BBM bersubsidi sebesar 14,89 juta kiloliter, JBPK sebesar 12,23 juta kiloliter, dan JBU sebesar 42,37 juta kiloliter.
(Yuska Apitya/dtk/ed:Mina)