“Vaksin hewan di Indonesia masih tergantung pada impor. VakÂsin flu burung kami telah memiliki reputasi yang sangat baik di IndoneÂsia,†ucap Tony.
Pabrik yang didirikannya ini nantinya tidak hanya akan meÂmasok vaksin di Indonesia saja, tapi untuk seluruh pasar ASEAN.
“Perusahaan akan memenuhi kebutuhan pasar ASEAN, terutama Indonesia,†pungkasnya.
Pabrik yang memproduksi vakÂsin Avian Influenza (flu burung) dan vaksin Newcastle Disease ini akan menyerap sekitar 200 tenaga kerja pada tahap pertama mulai 2017.
Chairman Pharmally InternaÂtional, Tony Huang, Tony Huang, berjanji akan menggunakan sebanÂyak-banyaknya tenaga kerja lokal. Dari pekerja sebanyak 210, hanya akan ada 10 tenaga kerja asing, siÂsanya lokal.
“Untuk tahap pertama ada 10 orang tenaga kerja asing dan 200 tenaga kerja lokal,†ucap Tony.
Pekerja asing tersebut dibutuhÂkan untuk posisi-posisi tertentu yang membutuhkan keahlian khuÂsus, misalnya untuk penelitian dan pengembangan vaksin dan quality control.
“Tentu kita mengharapkan untuk semuanya pekerja loÂkal. Tapi untuk departemen litÂbang dan quality controlmasih haÂrus pakai expert dari China. Selain 2 departemen tadi, semuanya pakai pekerja lokal,» ujarnya.
Jumlah pekerja asing, sambungÂnya, akan semakin dikurangi saat pengembangan pabrik di tahun 2020. Akan dilakukan pelatihan dan transfer teknologi pada pekerja InÂdonesia sehingga peran pekerja asÂing bisa makin dikurangi.
“Tahap kedia tahun 2020, tenaÂga kerja asing akan makin sedikit, tinggal 3 sampai 4 orang. TentuÂnya akan ada pelatihan dan transÂfer teknologi. Semoga kerja sama ini bisa meningkatkan kemampuan tenaga kerja lokal,†pungkasnya.
Dijadwalkan proses pembanguÂnan pabrik dan percobaan produksi akan selesai pada kuartal III 2017. Sementara kegiatan produksi akan dimulai pada kuartal IV 2017.
Untuk membangun pabrik vakÂsin ini, total biaya investasi yang digelontorkan dalam 3 tahun ke depan mencapai US$ 100 juta atau setara Rp 1,3 triliun (dengan asumsi kurs dolar Rp 13.000).(*)