Semalam, langit Nusakambangan terlihat mendung. Angin cukup ken­cang berhembus di sekitar Dermaga Wijayapura dan hujan sempat turun di sore harinya.

Menkum HAM Yassona Laoly me­nyebut jajarannya siap melaksanakan eksekusi mati gembong narkoba jilid III. Namun, dia belum mau mengkon­firmasi kapan eksekusi akan dilak­sanakan. “Siap! kalau kapannya tanya Jaksa Agung. Yang pasti kami siap,” ujar Yassona di Gedung DPR, Senay­an, Jakarta (28/7/2016).

“Ini kan bukan bermain-main, ini sesuatu yang serius. Jadi nanti Pak Jaksa Agung juga betul-betul memba­has dengan baik dengan sempurna putusan,” sambung dia.

Menurut dia, masih ada terpidana mati yang mengajukan Pengajuan Kembali (PK) itu tidak menghalangi jalannya eksekusi. “Jadi kan ada semua pada PK PK yang ada itu kan ada yang sudah ditolak, kalau ada yang sudah ditolak itu PK kedua PK ketiga itu kan. PK ketiga kan nggak menghalangi eksekusi. Jadi PK PK PK juga kan boleh saja, tapi kan keputu­sannya kan sudah menjadi pertim­bangan Pak Jaksa Agung,” kata Yas­sona.

Polres Cilacap, Jawa Tengah, su­dah menyiapkan dua lokasi pemaka­man bagi 14 terpidana mati yang nantinya minta untuk dapat dimak­amkan di Cilacap. Kesemuanya ter­kait kasus narkotika.

BACA JUGA :  Melonguane Sulut Guncang Gempa Magnitudo 4,6

Untuk terpidana yang beragama Islam rencananya akan dimakamkan di TPU Karangsuci, Kelurahan Donan, Kecamatan Cilacap Tengah. Untuk terpidana yang beragama Kristen atau Katolik di pemakaman Kristen Kerkof, Kelurahan Cilacap, Keca­matan Cilacap Selatan.

Dikonfirmasi terpisah, Jaksa Agung Prasetyo menunggu laporan akhir dari petugas di LP Nusakam­bang, Cilacap. “Belum ada berita dulu, belum ada perkembangan. Saya masih menunggu laporan akhir dari evaluasi di lapangan,” kata Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Ja­karta, Kamis (28/7/2016).

Prasetyo belum mau menjelaskan bagaimana persiapan jelang eksekusi mati tersebut. Dia menegaskan masih menunggu laporan dari petugas di Cilacap. “Kita tunggu dari petugas di lapangan. Kita tunggu laporan akhir dari sana,” katanya.

“Ya kita justru tunggu, mungkin ada kendala, ataupun ada apa-apa. Kalau sudah saya terima baru saya sampaikan,” tambah Prasetyo. “Saya masih menunggu laporan akhir. Iso­lasi sudah, dan mereka juga sudah dilakukan pendampingan-pendamp­ingan. Dubes yang bersangkutan juga telah kita berikan notifikasi, penyam­paiannya dari Menlu. Semua tahapan sudah kita lalui,” kata Pras.

Eksekusi mati dilaksanakan di Pu­lau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah jelang subuh. Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia tidak perlu mengikuti pihak yang menolak huku­man mati, termasuk Uni Eropa.

BACA JUGA :  Marsinah, Aktivis yang Tewas Misterius saat Perjuangkan Hak Buruh

Menurut Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, ada tren negara atau ke­lompok yang tergolong lebih maju me­minta agar negara berkembang atau yang tingkat kemajuannya dianggap masih di bawahnya untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai atau sistem yang berlaku di negara yang meminta tersebut. “Namun per­mintaan tersebut tidak perlu diikuti,” kata Arsul kepada wartawan, Kamis (28/7/2016).

Ada dua alasan mengapa Indo­nesia tidak perlu mengikuti permin­taan Uni Eropa. Pertama, Indonesia negara yang berdaulat. “Yang memi­liki sistem hukum tersendiri di mana hukuman mati masih menjadi bagian dari sistem hukum tersebut,” ungkap Arsul.

Yang kedua, negara-negara di Uni Eropa dianggap berstandar ganda. Mereka hanya bersikap demikian ke negara tertentu. “Mereka tidak per­nah bersuara ketika eksekusi mati di­lakukan oleh suatu negara bagian di Amerika Serikat,” tegas Arsul.

Penolakan Uni Eropa itu dilansir di websitenya. Dengan jelas mereka mereka meminta Indonesia menghen­tikan eksekusi mati karena merupakan pidana yang kejam dan tidak manu­siawi, yang tidak menimbulkan efek jera terhadap tindak kejahatan serta merendahkan martabat manusia.(*)

 

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================