KOORDINATOR Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar mengaku mengetahui nama-nama pejabat Polri,BNN, dan TNI yang disebut FreddyBudiman terlibatdalam bisnis narkoba. Namun, Harismenolak membeber-kannya. Hingga kini,ia memilih bungkam.
YUSKA APITYA AJI
[email protected]
Saya sudah melakukan indentifikasi beberapa orang, yang menurut saya ini merupakan bagian dari rutinitas kejahatan narkoÂba ini. ini hanya soal kemauan dan keberanian,†kata Haris di Jakarta, Minggu (31/07/2016). “Enggak usah disebutkan,†sambung Haris ketika diminta menyebut nama-nama pejaÂbat yang terlibat.
Haris juga tidak ambil pusing dengan pernyataan berbagai instanÂsi yang meragukan kesaksian FredÂdy Budiman kepada dirinya. MenuÂrut dia, instansi yang meragukan pernyataannya justru yang harus dicurigai melakukan pembiaran terÂhadap oknum-oknum yang terlibat. “Jadi tolong kalau mau melemahÂkan saya harap pakai argumentasi yang lebih baik, jangan asal jeplak,†ujarnya.
Seperti diketahui, dalam tulisanÂnya berjudul ‘Cerita Busuk Seorang Bandit’ yang dipublikasi kamis lalu sebelum 4 orang termasuk Freddy Budiman dicabut nyawanya oleh tim regu tembak, Haris membeberÂkan curhatan dari Freddy.
Dalam tulisan itu, banyak oknum BNN, Polri dan TNI terlibat dalam bisnis gelap narkoba. Modusnya
ialah titip harga dimana oknum-okÂnum itu akan mendapat persentase dari hasil penjualan narkoba yang dijual Freddy. Bahkan dalam tulisanÂnya, Freddy memgaku sempat memÂbawa mobil penuh narkoba dimana didalamnya ada seorang Jenderal TNI bintang dua.
Kepala Divisi Hubungan MaÂsyarakat Kepolisian Republik IndoÂnesia Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, polisi akan menÂdalami info yang didapat dari Ketua Komisi untuk Orang Hilang dan KoÂrban Tindak Kekerasan (Kontras) Harris Azhar soal pengakuan Freddy Budiman.
Boy mengaku telah bertemu dengan Harris untuk membicaraÂkan pengakuan Freddy, Sabtu, 30 Juli 2016. “Sudah bertemu, konteks yang dibicarakan tidak berbeda. Sama persis dengan yang tertulis di media sosial,†kata Boy di Halim PerÂdanakusuma, Jakarta, kemarin.
Menurut Boy, informasi itu maÂsih sumir, sehingga masih perlu dikonfirmasi serta diklarifikasi ke berbagai pihak. Polri, kata Boy, akan segera menelusuri informasi dari Harris itu untuk mencari kebenaranÂnya. “Prinsipnya, info tersebut terus didalami dan ditindaklanjuti. KareÂna narkoba masuk dalam prioritas program kerja Polri,†ujarnya.
Saat ditanya apakah polisi akan mengklarifikasi kepada pihak-pihak yang disebutkan dalam tulisan HarÂris, Boy mengatakan belum ada rencana memeriksa mereka. Begitu pula dengan rencana menemui penÂgacara Freddy Budiman. “Belum pernah ketemu pengacaranya, beÂlum ada rencana periksa nama-naÂma yang disebutkan juga,†kata Boy.
Sebelumnya, Harris Azhar menuÂliskan cerita pertemuannya dengan terhukum mati Freddy Budiman. Dalam tulisannya Harris menceritaÂkan hasil perbincangannya dengan Freddy soal oknum-oknum polisi yang selama ini turut memanfaatkan bisnis gembong narkoba itu.
Menurut Harris, Freddy juga ada keterlibatan petugas Badan Narkotika Nasional, Kepala Lembaga PemaÂsyarakatan, polisi, dan tentara dalam setiap impor bisnis obat terlarangnya.
Kepada Haris, Freddy mengaku bukan bandar narkoba, melainkan operator penyelundupan skala beÂsar. Bosnya ada di Cina. Setiap kali akan membawa barang masuk, dia lebih dulu menghubungi polisi, Badan Narkotika Nasional, serta Bea dan Cukai untuk kongkalikong. “Orang-orang yang saya telepon itu semuanya nitip (menitip harga),†kata Freddy kepada Haris seperti tertulis dalam pernyataannya.
Harga yang dititipkan itu beraÂgam. Dari Rp 10 ribu hingga Rp 30 ribu. Freddy tak pernah menolak. Sebab dia tahu harga sebenarnya yang dikeluarkan pabrik hanya Rp 5.000 per butir. “Makanya saya tiÂdak pernah takut jika ada yang nitip harga ke saya,†ucap Freddy.
Dengan modal Rp 10 miliar FredÂdy bisa meraup triliunan karena harga satu butir narkoba di pasaran berkisar Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu.
Dia bisa membagi puluhan miliar ke beberapa pejabat. Selama beÂberapa tahun bekerja sebagai penyÂelundup, ia terhitung menyetor Rp 450 miliar ke BNN dan Rp 90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Saking dekatnya Freddy dengan peÂjabat itu, ia bahkan pernah difasilitaÂsi mobil TNI bintang dua dari Medan menuju Jakarta. Si jenderal duduk di sampingnya yang sedang menyetir mobil dengan kondisi di bagian beÂlakang penuh narkoba. “Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapÂun,†ucap dia.
Freddy kecewa karena pada akhÂirnya ia tetap ditangkap. Barang narÂkobanya disita. Anehnya, barang-baÂrang itu malah beredar di pasaran. Ia mengetahui hal itu dari laporan jaringannya di lapangan. Menurut Freddy, setiap pabrik yang memÂbuat narkoba punya ciri masing-maÂsing mulai bentuk, warna, dan rasa. Bosnya yang mengetahui hal itu pun bertanya-tanya.
“Katanya udah deal sama polisi, tapi kenapa lo ditangkap? Udah gitu kalau ditangkap kenapa barangnya beredar? Ini yang main polisi atau lo?†ujar dia. Saat berada dalam penÂjara Freddy masih bisa menjalankan bisnis narkoba. Menurut pengakuan Kepala Lapas Nusa Kambangan Sitinjak, setiap ada pejabat BNN yang mengunjungi Lapas, ia diminta untuk mencopot CCTV yang mengaÂwasi Freddy Budiman.
Kemudian Freddy mengaku diÂdatangi polisi dan ditawari untuk kabur dari penjara. Awalnya ia tak mau karena masih bisa menjalankan bisnis dalam penjara. Tapi karena tahu polisi itu butuh uang, jadi dia menerimanya. “Tapi saya bilang ke dia kalau saya tidak punya uang, lalu polisi itu mencari pinjaman uang kiÂra-kira 1 Miliar dari harga yang disepakati 2 miliar,†katanya.
Freddy pun bebas. Namun, beÂberapa hari kemudian ia ditangkap lagi. Ia sadar sejak awal ia hanya diÂperas. Freddy pun tak pernah lagi keÂluar dari penjara hingga ia dihukum mati dini hari tadi, Jumat, 29 Juli 2016.
Dalam keterangannya, KeÂpala BNN Komisaris Jenderal Budi Waseso mengungkapkan komitÂmennya dia dalam memberantas narkoba. Budi mengatakan dirinya mendukung setiap langkah huÂkum dalam mengusut kebenaran kisah Haris. “BNN akan tetap pada komitmennya dalam memberantas peredaran gelap narkotika hingga ke akar-akarnya dan mendukung terciptanya aparat penegak hukum yang bersih,†kata dia.
Jika seluruh cerita Haris Azhar terbukti bahwa ada pejabat BNN yang membantu terpidana mati dalam kasus kepemilikan narkoba untuk melancarkan bisnis narkobanÂya, Budi Waseso berjanji akan memÂberikan sanksi tegas. “BNN akan memberikan sanksi yang tegas dan keras sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,†kata Budi Waseso.
Sementara itu, bekas Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal (Purn) Anang Iskandar menegaskan dirinya tidak mengenal Freddy Budiman. Anang menyebutkan bahwa Freddy sudah divonis mati dan mendekam di penÂjara saat dia menjabat sebagai Kepala BNN. “Saya tidak tahu Freddy ada kongkalikong dengan orang BNN. Ketika di BNN, saya buat sistem agar jajaran saya tidak bisa berhubungan dengan penjahat narkoba. Caranya, saya baiat mereka agar tidak mau main-main,†kata Anang, kemarin.
Anang juga menyatakan, selalu berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan KementeÂrian Hukum dan HAM agar memastiÂkan tidak ada petugas di rumah tahÂanan yang membantu narapidana kasus narkoba menjalankan bisnis dari balik jeruji.
Bekas Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, itu pun mengatakan siap membantu jika BNN yang sekaÂrang dipimpin oleh Komisaris JenÂderal Budi Waseso membutuhkan keterangan soal cerita Freddy yang mengaku menyetor uang miliaran rupiah ke oknum pejabat BNN. “Saya siap bantu, boleh saja,†tegasnya.
Sementara, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (MenÂko Polhukam) Wiranto mempertanÂyakan tulisan Koordinator KontraS Haris Azhar. “Sumbernya dari mana? Sumber dulu dong. Tidak bisa asal daripada jadi polemik yang tidak-tidak,†ujar Wiranto saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (31/7/2016).
Wiranto mengatakan bahwa semua pihak harus melihat fakta huÂkum yang ada dan melihat seluruh proses hukum. “Ya kita lihat fakta hukumnya dulu deh. Fakta hukum, lewat bagaimana hukum itu berbiÂcara,†tandasnya.(*)
Bagi Halaman