‘’Guru model ini jelas hidupnya penuh derita, karena guru model ini terpaksa jadi guru dari pada jadi pengangguran. Otomatis guru modÂel begini tidak ada motivasi sama sekali untuk mengajar dan mendiÂdik peserta didiknya,’’ katanya.
Kedua, guru model bayar. Yaiyu guru nyasar yang penuh perhitunÂgan. Ciri-ciri guru model ini adalah guru yang matre, segala sesuatu selalu dihubungkan dengan materi, kalau bertindak selalu didasarkan dengan untung rugi. Guru model ini akan semangat bekerja jika ada uangnya dan ogah-ogahan alias malas jika tidak ada uangnya. Guru model ini juga hobynya suka menuntut dan tidak ada rasa loyÂalitas terhadap sekolahnya. ‘’Guru model ini, jika tunjungan sertifiÂkasinya belum cair, maka dialah orang pertama yang menulis surat pembaca di media massa dan media social,’’ kata Aris.
Ketiga, guru model sadar. Yaitu guru yang sukses dan bahagia. Guru model ini adalah guru yang ideal sesuai dengan pengertian guru menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Guru model ini termasuk guru pembelaÂjar yang selalu memperbesar kapaÂsitas kompetensi. ‘’Guru model ini termasuk guru pembelajar, yang sangat suka menambah kompetenÂsinya, kreatif , inovatif dan belajar ilmu apa saja yang penting ilmunya bermanfaat bagi dirinya, peserta didi, bangsa dan Negara,’’ kata Aris.
Pemerhati Pendidikan Kota Bogor Heru Budi Setyawan meÂnambahkan, antara guru dan moÂtivator jelas berbeda. Kenapa berÂbeda? Karena peserta didik dengan peserta workshop secara psikologis berbeda. Demikian juga situasi dan kondisi antara ruang kelas dengan ruang workshop juga berbeda.
Lagi pula salah satu tugas guru adalah memberi motivasi pada peserta didik (menjadi motivator). “Tapi kedua profesi ini harus saling melengkapi dan bersinergi sehingÂga akan tercipta guru yang handal menjadi motivator dan seorang moÂtivator yang berjiwa seorang guru,†ujar Ketua Divisi Literasi Ikatan Guru Indonesia Kota Bogor.